Mengungkap Tradisi di Bulan Rajab, dari Rajaban hingga Kenduri, Puncak Peringatan Isra Mikraj Berbagai Daerah

- 3 Februari 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi Isra Mikraj sebuah peristiwa di Bulan Rajab, yang diperingati setiap daerah  dengan tradisinya masing-masing, dari Rajaban hingga Kenduri.
Ilustrasi Isra Mikraj sebuah peristiwa di Bulan Rajab, yang diperingati setiap daerah dengan tradisinya masing-masing, dari Rajaban hingga Kenduri. /

KABAR BANTEN-Salah satu tradisi kuat di Bulan Rajab adalah Rajaban, yang ditandai dengan peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Tradisi Rajaban di Bulan Rajab dalam rangka memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW, biasanya masyarakat muslim di berbagai daerah di Indonesia telah mempersiapkannya.

Dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dri berbagai sumber, berikut tradisi Rajaban di berbagai daerah sebagai puncak tradisi di Bulan Rajab dalam memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Rajaban merupakan tradisi yang digelar di berbagai daerah dalam rangka memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.

Dengan memiliki ciri khasnya masing-masing, Rajaban disesuaikan dengan nilai keislaman dari daerah tersebut.

Baca Juga: Tak Hanya Isra Mikraj, Ini 11 Peristiwa Penting di Bulan Rajab dalam Sejarah yang Wajib Kamu Tahu!

Di Banten dan Cirebon Jawa Barat, tradisi Rajaban di bulan Rajab dilakukan masyarakat pada 27 Rajab atau bersamaan dengan peringatan Isra Mikraj.

Tradisi Rajaban dijadikan momentum acara bersama oleh masyarakat setempat sebagai puncak peringatan Isra Mikraj.

Dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, hingga para tokoh dan kesepuhan, turut menyemarakkan acara tersebut.

Hampir sama dengan masyarakat Banten, di Cirebon juga dinamakan Rajaban yang ditandai dengan kegiatan berziarah ke makam para pendakwah Islam.

Selain itu, biasanya digelar pengajian umum di Keratan Kesepuhan Cirebon dan diikuti dengan pembagian nasi bogana yang merupakan makanan khas daerah tersebut.

Namun Rajaban di Yogyakarta, disebut dengan tradisi Rejeban yang digelar oleh Keraton Yogyakarta untuk memperingati peristiwa Isra Mikraj.

Dalam tradisi ini, biasanya Keraton membuat Peksi Burak menggunakan buah dan kulit jeruk Bali yang diukir menyerupai seekor burung.

Setiap Peksi Burak diletakkan di atas sarang yang terbuat dari daun kemuning berisikan makanan dan buah-buahan,  akan dibawa ke Masjid Gede Kauman untuk didoakan dan dibagikan kepada masyarakat.

Begitu juga masyarakat muslim di Kota Bangka Belitung, memiliki tradisi untuk memeringati peristiwa Isra Mikraj dengan sebutan Nanggung, seperti yang dilakukan masyarakat di Kampung Bukit, Toboali.

Dalam tradisi ini, masyarakat akan mempersiapkan berbagai jenis makanan dari rumah dan dibawa menuju tempat pertemuan. 

Susunan makanan yang disiapkan pun memiliki aturannya. Seperti jenis kue, ada di bagian bawah. Sementara, buah-buahan atau nasi lauk pauk ada di bagian atas.

Sebagai wujud dari pertemuan budaya dengan agama Islam, banyak tradisi di Bulan Rajab lainnya yang masih dilestarikan dan diselenggarakan setiap tahun di beberapa daerah di Indonesia

Dalam tradisi masyarakat Aceh serabi Rajab disebut dengan Khanduri Apam, hingga bulan rajab mereka sebut dengan bulan Apam. 

Menurut tradisi masyarakat di sana, kenduri apam ini adalah berasal dari seorang sufi yang amat miskin di Tanah Suci Mekkah.

Baca Juga: Mengungkap Rahasia Bulan Rajab, Peristiwa Terjadinya Isra Mikraj, Rasulullah Terima Perintah Salat Lima Waktu

Si miskin yang bernama Abdullah Rajab adalah seorang zahid yang sangat taat pada agama Islam. Berhubung amat miskin, ketika ia meninggal tidak satu biji kurma pun yang dapat disedekahkan orang sebagai kenduri selamatan atas kematiannya. 

Keadaan yang menyedihkan hati itu, ditambah lagi dengan sejarah hidupnya yang sebatangkara, menimbulkan rasa kasihan dari masyarakat sekampungnya untuk mengadakan sedikit kenduri selamatan di rumah masing-masing.

Mereka memasak Apam untuk disedekahkan kepada orang lain. Itulah tradisi toet Apam (memasak Apam) yang sampai sekarang masih dilaksanakan masyarakat Aceh.

Di daerah Padang Pariaman, Bulan Rajab sering dinamakan dengan bulan Sambareh. Sejatinya sambareh adalah makanan yang terbuat dari tepung beras atau biasa dikenal juga dengan sebutan serabi. 

Bagi masyarakat Padang Pariaman, sambareh bukan hanya berfungsi sebagai cemilan semata, namun makanan satu ini adalah bahagian dari pelaksanaan tradisi Mandoa Sambareh yang dilaksanakan pada Bulan Rajab. 

Menurut sejarah, Syekh Burhanudin-lah yang membawa ajaran seperti ini dari Aceh, awalnya Isra Mikraj di Bulan Rajab.

Sehingga, Bulan Rajab disebut oleh masyarakat Padang Pariaman dengan sebutan bulan Sambareh.

Keberadaannya juga dimulai semenjak adanya islamisasi di Minangkabau yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin.

Ditinjau dari waktu pelaksanaan tradisinya, makanan sambareh ini hampir mirip dengan khanduri apam yang dilaksanakan di bulan Rajab di Aceh dalam rangka memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. 

Kenduri kue apam merupakan teradisi di kalangan masyarakat Melayu Siak pada masa lampau. Tradisi kenduri kue apam ini dibuat dalam rangka memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW di akhir bulan Rajab, sekaligus untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. 

Dulu di kalangan masyarakat Melayu Siak setiap bulan Rajab warga melakukan kenduri kue apam atau kenduri kecik namanya. Kendurinya dilakukan hanya pada rumah warga saja, yang tujuannya selain sudah menjadi tradisi turun temurun.

Kenduri juga mengundang tetangga sekitar untuk membacakan doa selamat bagi keluarga yang sudah meninggal, juga mendoakan tuan rumah agar sehat dalam menyambut bulan puasa. Biasanya kenduri ini dibuat bertanda bulan Ramadan akan datang.

Mapag Rajab adalah istilah yang dipakai untuk menyambut datangnya bulan Rajab yakni bulan ketujuh dalam bulan Hijriyah. 

Kegiatan Mapag Rajab di daerah beberapa daerah di Jawa Barat seperti Kondangjajar, Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Majalengka menjadi tradisi setiap tahunnya.  

Kegiatan didalamnya dikemas dengan berbagai seni dan budaya yang dikemas dengan pesan-pesan keagamaan. Mapag rajab dijewantahkan dengan doa allahumma bariklana fi rojaba wa sa’ban wa balighna romadhon.

Mapag Rajab juga dikemas dengan tradisi Sunda yaitu karawitan yang didalamnya diisi oleh berbagai pesan-pesan keagamaan.

Kalau biasanya lagu-lagu karawitan sering dibawakan oleh pesinden tetapi saat Mapag Rajab dibawakan oleh ibu-ibu dan para seniman agar pesan-pesan keagamaan masuk dapat diterima oleh masyarakat. 

Namun masyarakat muslim di Provinsi Gorontalo, punya tradisi Me'eraji untuk menyambut Isra Mikraj, tradisi yang biasa digelar setiap 27 Rajab.

Baca Juga: Menikah di Bulan Rajab, Terdapat Peringatan Isra Mikraj, Benarkah Waktu Istimewa dalam Islam?

Kegiatan itu sudah menjadi tradisi yang wariskan turun-temurun, yang juga mengisyaratkan kepada masyarakat Gorontalo, bahwa bulan Ramadhan semakin dekat. 

Me'eraji adalah proses membaca naskah aksara Arab yang ditulis dengan bahasa Gorontalo, yang naskahnya juga merupakan salah satu kesusastraan yang sering digunakan dalam melakukan syiar Islam.

Oleh karena itu, pembacaan Me’eraji dilakukan rutin sekali setahun yang dilaksanakan di masjid ataupun pada rumah-rumah warga.

Naskah Me’eraji tersebut menceritakan empat hal, seperti perilaku nabi, perjalanan nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan perjalanan ke Sidratul Muntaha, menceritakan wafatnya nabi serta wungguli (cerita rakyat) rangkuman dari naskah Me’eraji.

Sebelum memulai Me'eraji, kemenyan, bara api, meja kecil beserta kain putih sebagai alas, dan segelas air putih yang harus disiapkan. Setelah itu barulah naskah Isra Mikraj akan dibaca oleh "Leebi" atau Imam, yang diawali dengan doa bersama. Perayaan Me’eraji juga dilakukan untuk mendoakan negeri (du’a lo lipu).

Dalam masayrakat Bugis Makassar, terdapat tradisi Songkabala yang dilakukan untuk menolak segala bala, bencana, ataupun malapetaka yang akan menimpa masyarakat.

Songkabala dilakukan bukan hanya pada saat akan terjadi bencana tetapi juga pada bulan-bulan Islam yang telah disepakati masyarakat secara bersama-sama untuk dilakukan seperti pada bulan Muharram, bulan Sya’ban, dan bulan Rajab. 

Baca Juga: Hal-hal yang Meski Dihindari di Bulan Rajab Berdasarkan Al-Quran dan Hadits

Jika pada bulan Muharram dan bulan Sya’ban ritual Songkabala dilengkapi dengan sesajen atau makanan seperti Jepe’ Syura (bubur Syura), Ka’do Massingkulu’, Lapapa-Lappa, dan sebagainya.

Namun pada Bulan Rajab, dilakukan ritual yang menurut masyarakat setempat disebut Miraja. Pelaksanaan Songkabala dalam hal ini hanya dilakukan dengan mengirimkan doa-doa keselamatan yang biasanya dilakukan di Masjid pada waktu terbenamnya matahari atau setelah shalat Maghrib dilaksanakan. ***

Editor: Yadi Jayasantika


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah