KABAR BANTEN - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memiliki tiga (3) skenario terkait nasib honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Salah satu skenario nasib honorer dan PPPK yang disebutkan Menpan RB adalah mengangkat seluruhnya menjadi ASN.
Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi yang digelar Asosiasi Pemerintah Kabupaten Se Indonesia (Apkasi) bersama Kemenpan RB, Kementerian Keuangan, Kemenristek Dikti, Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Jakarta, Rabu 21 September 2022.
Kemenpan RB Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya memiliki sejumlah skenario terkait nasib honorer dan PPPK.
Skenario pertama adalah seluruh tenaga honorer diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Skenario kedua adalah tenaga honorer diberhentikan seluruhnya.
Kemudian skenario ketiga adalah tenaga honorer diangkat menjadi ASN berdasarkan skala prioritas.
“Semua harus dibahas bersama Kementerian Keuangan,” ujarnya dalam rapat.
Azwar Anas turut menyinggung soal data jumlah tenaga honorer yang dinilainya tak sesuai dengan data sebelumnya.
Semula data jumlah honorer di seluruh Indonesia sebanyak 410 ribu. Namun pendataan terakhir mencapai 1,1 juta orang.
"Oleh karena itu, kita akan kirim surat ulang untuk (pemda) melakukan audit ulang," katanya.
Sementara, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah sekaligus Bendahara Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) terus memperjuangkan nasib tenaga honorer dan menata perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Bersama Apkasi, Tatu meminta pemerintah pusat membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Untuk memperjuangkan honorer dan PPPK tersebut, Apkasi menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kementerian Keuangan, Kemenristek Dikti, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) di di Jakarta, Rabu 21 September 2022.
“Pemerintah telah mewacanakan penghapusan tenaga honorer di daerah, Kami minta kebijakan ini dikaji ulang. Sebab, para tenaga honorer telah mengabdikan diri untuk pembangunan daerah,” ujarnya.
Kemudian perihal seleksi PPPK. Menurut Tatu, perlu membahas rinci bersama daerah perihal kebutuhan anggaran.
Sebab secara anggaran, PPPK membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.
“Keberadaan PPPK tidak otomatis bisa menutupi kinerja yang sudah dilakukan oleh honorer. Intinya, kebijakan harus mempertimbangkan kemampuan daerah,” katanya.***