Upacara mentatah gigi ini merupakan salah satu warisan nenek moyang yang hingga saat ini masih dilestarikan umat Hindu yang ada di Bali.
Umumnya upacara mentatah potong gigi di Bali ini dilaksanakan bersamaan dengan upacara ngaben, pernikahan, atau ngeresi.
Mentatah sendiri berasal dari kata tatah dalam bahasa Bali diartikan sebagai memahat, upacara potong gigi ini umumnya dilakukan siang hari setelah matahari terbit namun beberapa daerah di Bali melaksanakan upacara mentatah atau potong gigi sebelum matahari terbit menurut kepercayaan masing-masing daerah.
Sehari sebelum dilakukan upacara mentatah atau potong gigi seseorang wajib untuk dipingit terlebih dahulu dimana mereka tidak boleh keluar rumah.
Upacara potong gigi atau mentatah gigi ini diawali dengan membersihkan diri terlebih dahulu kemudian peserta harus menginjak sesajen yang berada di bawah bale.
Menurut kepercayaan masyarakat Bali menginjak sesajen dapat memberikan kekuatan dari sang hiyang widi, setelah itu barulah proses potong gigi dilaksanakan.
Adapun prosesnya yakni dengan mengikir kedua gigi taring dan empat gigi rahang atas yang dilakukan dengan hati-hati.
Setelah selesai peserta potong gigi atau upacara mentatah diarahkan untuk merasakan enam rasa yakni rasa pahit, asam, pedas, sepet, dan manis, dimana setiap rasa melambangkan makna tersendiri adapun rasa pahit dan asam merupakan lambang ketabahan dari kehidupan.
Layaknya ritual adat atau ritual keagamaan lain upacara mentatah atau potong gigi juga lekat dengan tujuan hidup dimana ritual ini mengandung nilai-nilai budi pekerti yang butuhkan oleh remaja pada usianya.