UU Cipta Kerja Resmi Berlaku: Tegas, Sikap Kritis Demokrat dan PKS

- 3 November 2020, 20:02 WIB
Omnibus Law Ilustrasi
Omnibus Law Ilustrasi /

KABAR BANTEN - Presiden Jokowi secara resmi telah meneken Omnibus Law UU Cipta Kerja, Senin 2 November 2020. Demokrat dan PKS tetap menunjukkan sikap kritis menyesalkan penerbitan UU Cipta Kerja tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Irwan mengatakan, Fraksi Demokrat menyayangkan sikap pemerintah yang tetap mengesahkan UU Nomor 11 Tahun 2020 (UU Ciptaker).

Padahal, aturan itu mendapatkan penentangan masyarakat di berbagai daerah, termasuk juga di Jakarta. 

"Wujudnya, aksi demonstrasi penolakan UU tersebut dilakukan di daerah hingga di ibu kota negara itu. Bahkan hingga berhari-hari," kata Irwan kepada wartawan, Selasa 3 November 2020.

Baca Juga : Diteken Jokowi, Undang-Undang Cipta Kerja Resmi Berlaku

Menurut Sekretaris Bendahara Fraksi Partai Demokrat DPR ini, pemerintah dalam hal ini Presiden telah gagal mendengar, bahkan mengabaikan aspirasi rakyat yang selama ini vokal menyuarakan.

"Pemerintah dalam hal ini Presiden, telah gagal mendengarkan dan juga mengabaikan aspirasi rakyat, melalui protes buruh dan mahasiswa yang turun ke jalan, dan juga penolakan dari tokoh agama serta tokoh akademisi," kata Irwan seperti dikutip dari RRI.co.id.

Oleh karena itu, legislator asal Kalimantan Timur (Kaltim) ini menegaskan, Fraksi Partai Demokrat tetap menolak UU Cipta Kerja dan akan tetap memperjuangkan aspirasi penolakan rakyat sebagaimana pesan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Bagi kami, fraksi Demokrat, tentu tetap menolak. Seperti pesan Bapak SBY, yang mengharapkan agar kader Demokrat tidak menyerah. Harus terus gigih memperjuangkan kepentingan rakyat,” kata Irwan menegaskan.

Baca Juga : Masih Ada Waktu! Cek Di Sini untuk Daftar Kartu Prakerja Gelombang 11

Senada dengan Demokrat, Anggota Baleg Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menyebut, keputusan Presiden untuk menandatangani Undang-undang, yang kemudian diberi nomor menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 itu, tidak lepas dari unsur gegabah. 

Pasalnya, dalam UU yang sudah terlanjur diteken tersebut, PKS masih menemukan beberapa kejanggalan.

 “Pasal 6 semestinya merujuk pada Pasal 5 ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam redaksionalnya. Namun, rujukan sebagaimana dimaksud di Pasal 6 tidak ada karena di Pasal 5 tidak memiliki ayat sama sekali. Lantas, maksudnya merujuk kemana?,” kata Bukhori dalam keterangannya.

Baca Juga : Persatuan Pegawai Indonesia Power Tolak Omnibus Law RUU Ciptaker

Salah satu hal kejanggalannya, Pada Pasal 5 berbunyi: "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait." Sedangkan di Pasal 6 berbunyi: "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi: a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;  c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan d. penyederhanaan persyaratan investasi.

Anggota Komisi VIII itu juga menegaskan, temuan tersebut semakin menguatkan fakta bahwa proses penyusunan UU Cipta Kerja sangat bermasalah. Penyusunan UU yang dilakukan secara tergesa-gesa, berakibat pada pembentukan produk hukum yang cacat. 

Bukhori pun menyesalkan, bila dalam implimentasinya, regulasi tersebut kemudian berdampak negatif pada kelangsungan hidup rakyat.

“Sebelumnya, Kemensetneg secara sepihak telah mengubah UU yang semestinya sudah tidak boleh diubah karena bukan kewenangannya. Lalu, apa UU ini akan diubah lagi setelah diteken?. Tidak semestinya barang cacat diberikan untuk rakyat, bukan?,” kata Bukhori menyindir.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x