Tubagus Buang dan Kyai Tapa, Sang Penyelamat Kesultanan Banten

21 Juli 2023, 19:08 WIB
Illustrasi terkait tulisan sejarah Kesultanan Banten /Tangkapan layar YouTube /Thoribi Channel


KABAR BANTEN - Untuk menjaga, melestarikan sejarah dan budaya, serta mengeksplor wisata religi yang ada di Banten, banyak orang yang melakukan ziarah kubur. Dan kisah perjuangan melawan penjajah Belanda pun bermula di sebuah pemakaman.

Makam Syekh Tubagus Buang, yang berada di Jalan Raya Pandeglang Serang KM 4
Kadu Pereng, Pandeglang Banten, sekaligus menjadi kisah atau cerita tentang perjuangan Syekh Tubagus Buang dengan para Kesultanan Banten.

Ketika itu Syekh Tubagus Buang melawan tentara-tentara VOC dan memberontak di area Kesultanan Banten.

Perebutan kekuasaan Kesultanan Banten bermula dari kiprah Nyai Syarifah, yang bekerja pada VOC. Suatu hari Nyai Syarifah dinikahi oleh keluarga dan Kesultanan Banten dan akhirnya beliau berambisi untuk menguasai Kesultanan Banten.

Baca Juga: Wisata ke Korea Tak Perlu Jauh-jauh, Cukup ke Kampung Korea Pandeglang Banten, Tematik Cerita Rakyat

Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal YouTube Thurobi Channel, berikut kisah Tubagus Buang yang melawan penjajah.

Pada saat itu ketika Tubagus Buang melawan tentara VOC, maka ketika dipukul mundur tentara tersebut sampai ke daerah Bogor. Di sana ada satu petilasan tempat beliau bermukim.

Masyarakat Kabupaten Pandeglang yang senang dengan wisata religi, bisa bertawasul ke area Komplek Pemakaman Tubagus Buang ini.

Pada tahun 1733 Sultan Muhammad Zainul Arifin naik tahta menjadi penguasa Banten atau sering disebut dengan sebutan Bantam.

Sultan Muhammad Zainul Arifin menggantikan ayahnya yaitu Sultan Abdul Mahasin Zainul Abidin pada tahun 1691 sampai 1733.

Ketika Sultan Muhammad Zainul Arifin atau Sultan sepuh naik tahta, ia telah menikahi Syarifah Fatimah. Ia seorang janda cantik mantan istri dari Wan Muhammad, yaitu seorang Kapitan Melayu yang sangat kaya dan juga keturunan dari bangsa Arab dan sangat ambisius.

Pada tahun 1729 seorang permaisuri Ratu Syarifah Fatimah mulai mendominasi kekuasaan, ia bahkan campur tangan dengan membuat keputusan-keputusan yang menimbulkan situasi di Banten menjadi tidak stabil. Nina Lubis dan kawan-kawan dalam buku "Sejarah Tatar Sunda", menuliskan bahwa sang ratu ternyata merupakan agen VOC yang diberi tugas untuk melakukan perluasan kekuasaan dikalangan keluarga Keraton.

Untuk memperoleh kepercayaan rakyat Banten Ratu Syarifah Fatimah, mengkampanyekan bahwa dirinya adalah keturunan nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.

Namun lambat laun upaya tersebut akhirnya diketahui kekisruhan yang dipicu oleh Ratu Syarifah Fatimah di kalangan kerabat Keraton Banten bermula ketika Pangeran Gusti, calon putra mahkota Banten menolak menikah dengan saudara Ratu Syarifah Fatimah.

Akibat dari penolakan itu pengangkatan Pangeran Gusti sebagai Sultan Banten berikutnya ditentang oleh Ratu Syarifah Fatimah.

Ratu Syarifah Fatimah malah mengajukan keponakannya yaitu Pangeran Syarif Abdullah sebagai putra mahkota. Oleh karena pengaruh Sang Ratu yang kuat, Sultan Sepuh tidak bisa memutuskan hal tersebut dan menyerahkan kepada VOC.

Maka Kapten Grower yang bertindak atas nama Gubernur jenderal Gustav Wifan Imhoff pada tahun 1743 sampai 1750, memutuskan bahwa Pangeran Syarif ditetapkan sebagai calon putra mahkota Banten.

Untuk mengamankan situasi dari keputusan tersebut, maka Ratu Syarifah Fatimah menyuruh Pangeran Gusti pergi ke Batavia. Rupanya itu adalah siasat sang ratu, karena ditengah perjalanan Pangeran Gusti ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Srilangka pada tahun 1747.

Setelah Pangeran Gusti ditangkap Ratu Syarifah Fatimah semakin berambisi menguasai Banten, karena VOC menjanjikan kedudukan tinggi di Kesultanan Banten.

Tindakannya semakin semena-mena. Dengan menyingkirkan kerabat keraton yang menentang dirinya, dan ketika Sultan sepuh mulai menyadari apa yang terjadi, Ratu Syarifah Fatimah malah melaporkan ke VOC bahwa Sultan Sepuh telah menjadi gila dan menjadi provokator bagi rakyat Banten untuk menentang VOC.

Menanggapi hal tersebut, maka pada tahun 1748 VOC mengirim satu armada ke Banten untuk membawa Sultan Sepuh dengan alasan untuk dirawat di Batavia.

Namun kenyataannya Sultan Sepuh malah ditangkap dan diasingkan ke Ambon, Pangeran Syarif akhirnya melenggang sebagai Sultan Banten.

Ratu Syarifah Fatimah diangkat menjadi Mangkubumi. Dan sebagai balas jasa kepada VOC Ratu Syarifah Fatimah memberi imbalan berupa kebebasan kepada VOC untuk menguasai Pantai Utara Tatar Sunda dan daerah Sukabumi Selatan.

Selain itu VOC juga mendapat ganti rugi dalam bentuk setengah dari hasil tambang emas di Tulangbawang yang produksi lada Lampung, dan timah di dekat Tangerang.

Akibat kesewenang-wenangan nya itu maka timbullah sebuah konflik di tubuh keluarga Kesultanan Banten.

Tindakan Ratu Syarifah Fatimah tidak disetujui oleh anggota keluarga kerajaan. Tindakannya kepada Sultan Sepuh sudah sangat keterlaluan.

Selain itu Ratu Syarifah Fatimah dan Pangeran Syarif bukanlah keturunan Sultan Hasanuddin, namun kerabat Keraton Banten tidak berani terang-terangan menentang, karena ratu Syarifah Fatimah dilindungi oleh VOC yang semakin kuat dan menduduki Banten.

Akhirnya muncullah perlawanan sporadis dari Tubagus Buang yang membuat Pangeran Syarif dan Ratu Sharifah Fatimah merasa khawatir.

Namun serangan Tubagus Buang itu mampu mencapai target kemenangan maka Tubagus Buang menemui pamannya yaitu Kyai Tapa, di Gunung Munara untuk bergabung menentang penguasa Banten dan VOC.

Setelah dicapai kesepakatan maka disusunlah rencana untuk mempersiapkan perlawanan yaitu Tubagus Buang melakukan konsolidasi terhadap bangsawan Banten, sedangkan Kyai Tapa memobilisasi massa melalui pesantren yang didirikan olehnya, sebagai kekuatan inti dari pasukan Kyai Tapa.

Pada bulan Oktober 1750 Tubagus Buang dan Kyai Tapa menggerakkan pasukan menyerang Keraton Surosowan. Di dalam pertempuran hebat, pasukan Kyai Tapa dan Tubagus Buang dapat mengalahkan pasukan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif.

Di beberapa tempat ketika kemenangan hampir dapat diraih, muncullah militer VOC dengan jumlah yang besar berhasil menyelamatkan kekalahan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif.

Pasukan Kyai Tapa dan Tubagus Buang akhirnya mundur dulu dari ibukota untuk mempersiapkan serangan berikutnya.

Pada suatu hari di bulan Oktober 1750, Keraton Surosowan digemparkan oleh serangan hebat dari pasukan Kyai Tapa dan Tubagus Buang.

Pasukan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif segera menyongsong serangan itu dan berusaha mempertahankan Keraton Banten.

Namun lambat laun terdesak dan dapat dikalahkan di beberapa tempat. Dan ketika kekalahkan sudah diujung tanduk, muncul kembali pasukan VOC dengan jumlah yang besar dan berhasil menyelamatkan pasukan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif dari kekalahan.

Datangnya bantuan pasukan kompeni membuat pasukan Kyai Tapa Pak dan Tubagus Buang akhirnya mundur dan menyiapkan serangan berikutnya.

Satu bulan kemudian, yaitu bulan November 1750 Keraton Surosowan kembali bergejolak, diserang secara mendadak oleh pasukan Tubagus Buang dan Kyai Tapa dengan strategi yang matang.

Kyai Tapa juga menyerang Benteng Speelwijk yang merupakan kekuatan pokok yang sudah diketahui seluk-beluk isinya. Berkat informasi dari Isnagara, penjaga gerbang Benteng Speelwijk serangan serentak di dua titik tersebut terbukti ampuh.

Dan untuk memecah kekuatan serangan serentak di dua titik tersebut untuk memecah kekuatan pasukan Ratu Syarifah Fatimah dan VOC.

Dan akhirnya Keraton Banten dapat dikuasai dan kekuatan VOC di Benteng Speelwijk dapat dihancurkan Tubagus Buang kemudian ditugaskan mempertahankan Keraton Banten dan Kyai Tapa meneruskan pertempuran.

Tidak kepalang tanggung Kyai Tapa melanjutkan serangannya ke Batavia. Dan satu persatu benteng pertahanan VOC di sepanjang jalan Batavia dirontokkan.

Benteng Tangerang, Landy Leuwiliang pun Bogor disikat habis, lalu di Ciampea Bogor tuntas dihantam, termasuk tempat kedudukan VOC di sepanjang Sungai Ciliwung.

Masih di tahun 1750 Gubernur Jenderal Jacob Mossel akhirnya langsung menggantikan Gubernur Jenderal Gustav Wifan Imhoff yang dianggap tidak becus membendung serangan Tubagus Buang dan Kyai Tapa.

Namun untuk berperang langsung rupanya Jacob Mossel juga merasa terpepet, maka ia mengeluarkan jurus undur-undur khas VOC yaitu mengajukan gencatan senjata dan menawarkan perjanjian kepada Tubagus Buang dan Kyai Tapa.

Isi perjanjian tersebut yaitu,
Pertama Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif dan kroni-kroninya akan diusir dari Banten. Karena berdasarkan analisa Mossel merekalah biang kerok munculnya perlawanan dari Kyai Tapa dan Tubagus Buang.

Kedua Pangeran Gusti akan dipulangkan ke Srilanka.

Ketiga untuk sementara, Banten akan dipimpin oleh Pangeran Adi Santika sebagai pejabat Sultan Banten.

Keempat blokade Banten dari laut dihentikan, dengan segera perjanjian tersebut direalisasikan dengan penangkapan Ratu Syarifah Fatimah dan Pangeran Syarif dan kroni-kroninyaKapten Fleck membuang mereka ke Pulau Adam di Teluk Batavia.

Baca Juga: Rekomendasi 6 Cafe Asyik di Serang, dengan Pemandangan Menarik Cocok untuk Ngopi Cantik

Itulah wisata religi Banten yang membahas tentang perjuangan Tubagus Buang dan Kyai Tapa Seperti dalam perjuangannya dalam menghadapi penjajah.

Semoga informasi terkait makam keramat Syekh Tubagus Buang ini bermanfaat.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Thurobi Channel

Tags

Terkini

Terpopuler