Mengenal Asal Usul Menara Air Rangkasbitung, Menyimpan Mata Air Gunung Pulosari Pandeglang

23 Juli 2021, 20:17 WIB
Bangunan Menara Air Rangkasbitung di Kabupaten Lebak masih berdiri kokoh semenjak diresmikan tahun 1931. /Kabar Banten/Purnama Irawan

KABAR BANTEN - Menara Air Rangkasbitung di jalan Raden Tumenggung Hardiwinangun, nomor 4 Kampung Pasirtariti RT1 RW1, Kelurahan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak masuk dalam daftar inventaris Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten.

Bangunan Menara Air Rangkasbitung yang berada di jalan Raden Tumenggung Hardiwinangun, Kabuten Lebak diresmikan tahun 1931 dengan nama Watertoren te Rangkasbetoeng, yang berarti Menara Air Rangkasbitung.

Bangunan Menara Air Rangkasbitung, Kabupaten Lebak memiliki arsitektur berbentuk silinder, bagian atas berbentuk oktagon (segi delapan), dengan permukaan dinding masonry.

"Letak Menara Air Rangkasbitung berada pada dataran agak tinggi," kata Kepala Museum Multatuli Ubaidillah Muchtar kepada Kabar Banten, Jumat 23 Juli 2021.

Baca Juga: Anggota DPRD Lebak Minta Jalan Tol Serang Panimbang Segera Diresmikan

Sehingga, menjadikan Menara Air Rangkasbitung ini mampu mengalirkan ke dataran lebih renda tanpa harus menggunakan mesin pompa air.

"Menara Air Rangkasbitung memanfaatkan tekanan air saja. Sehingga tidak perlu menggunakan mesin untuk mendistribusikan air bersih dalam memberikan pelayanan air minum di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak," ujarnya.

"Pada masa Pemerintah Hindia Belanda, membangun prasarana sistem penyediaan air bersih untuk wilayah Rangkasbitung dengan mendirikan menara air," lanjutnya.

Baca Juga: Obat Terapi Covid-19 di Lebak Alami Kelangkaan, Kejari dan Polres Telusuri Kemungkinan Ulah Spekulan

Menara Air Rangkasbitung ini dulunya digunakan sebagai bak penampung yang berfungsi sebagai penampung atau penyimpan air.

"Sumber air bakunya langsung berasal dari mata air Ciwasiat di lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang," katanya.

Menara air ini merupakan bagian dari pengelolaan distribusi air untuk masyarakat Rangkasbitung. Pada masa Hindia Belanda, Menara Air Rangkasbitung ini dikelola oleh perusahaan air minum yang bernama Waterleidengbedrijf. Kala itu, menara air ini memiliki kapasitas 4 liter per detik.

"Setelah Jepang menduduki Rangkasbitung, perusahaan air minum yang berbau Belanda diambil alih oleh Jepang, dan diganti namanya menjadi Suido Syo," katanya.

Baca Juga: Sejarawan Indonesia Bicara Sejarah di Kabupaten Lebak, Ungkap Keluhan Masyarakat Serta Kisah Saijah dan Adinda

Selanjutnya, setelah Indonesia merdeka, Pemerintah Republik Indonesia segera mengambil alih perusahaan air minum dari kekuasaan Jepang.

"Kemudian mengganti nama dari Rangkasbetoeng Suido Syo menjadi Kantor Air Minum Rangkasbitung," katanya.

Semenjak tahun 1970-an, menara air ini sudah tidak difungsikan lagi. Namun bangunannya masih dirawat dan dipelihara oleh Kantor Air Minum Rangkasbitung yang mulai tahun 1988 berganti nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

"Kemudian menjadi PDAM Tirta Multatuli Kabupaten Lebak," katanya.***

Editor: Kasiridho

Tags

Terkini

Terpopuler