Mengenal Kesenian Patingtung, Pengiring Adu Ayam Sultan Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umum

12 September 2021, 20:58 WIB
Kesenian Patingtung, salah satu Kesenian daerah Banten, bersifat Magis religius, awal mulai diciptakan untuk mengiringi sabung ayam Sultan Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umum. /kebudayaan.kemdikbud.go.id

KABAR BANTEN - Patingtung merupakan salah satu kesenian khas Banten.

Kesenian Patingtung berkembang luas di daerah Kabupaten Serang, dan Kabupaten Pandeglang khususnya di Kecamatan Mandalawangi, Banten.

Patingtung sendiri, merupakan jenis Kesenian yang bermuatan magis religius.

Pertunjukan Kesenian Patingtung, dalam perkembangannya menampilkan banyak atraksi silat, termasuk debus, dan juga tarian.

Selain itu, Kesenian Patingtung ini dinilai Kesenian yang bersifat religius, karena saat dalam atraksi pertunjukannya, dimulai dengan melafalkan doa dan sholawat.

Baca Juga: Maulana Hasanuddin, Raja Pertama Banten, Dinobatkan tahun 1525, Disebut Pangeran Saba Kingkin

Dilansir kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari berbagai sumber, Kesenian Patingtung Banten ini, istilahnya berasal dari 3 suku kata.

Kata pertama yakni 'Pa' yang berasal dari kata pak yang memiliki arti suara gendang kulanter yakni kendang kecil yang berdiri.

Kata kedua yakni 'Ting' yang berarti suara gendang talipung yakni kendang kecil yang dibaringkan.

Kata ketiga adalah 'Tung' yakni suara gendang atau bedug besar.

Baca Juga: Ki Muhaimin, Pemimpin Ritual Mulud Golok Ciomas Banten, Disebut Keturunan Ki Cengkuk, Begini Kesaktiannya

Berdasarkan penjelasan diatas, untuk itulah setiap pertunjukan Kesenian Patingtung ini, tentu diiringi dengan suara musik gendang.

Lalu, dari mana sebenarnya asal usul Kesenian Patingtung ini?

Berdasarkan catatan sejarah, ternyata Kesenian Patingtung ini awalnya merupakan kesenian yang berkembang pada masa Kesultanan Banten.

Pada masa lampau, ada peristiwa yang terjadi antara Sultan Banten dan juga Raja Padjajaran.

Pada saat itu, Sultan Banten yakni Sultan Maulana Hasanuddin bertarung dengan Raja Padjajaran yakni Prabu Pucuk Umum.

Baca Juga: Mengenal Debus, Kesenian Tradisional Khas Banten, Jadi Daya Tarik Wisatawan

Namun, yang bertarung bukan mereka berdua, melainkan kedua ayam mereka yang bertarung atau pertarungan tersebut dikatakan sebagai sabung ayam.

Ayam Sultan Maulana Hasanuddin Banten sendiri, diberi nama Jalak putih, yang mana nama tersebut diciptakan oleh salah seorang santrinya.

Sementara, ayam Prabu Pucuk Umum diberi nama Jalak Rawe.

Pada masa itu, saat peristiwa sabu ayam, selalu diiringi dengan irama gendang yang saling bertautan.

Baca Juga: Bukan Sembarang Pusaka! Begini Rumitnya Pembuatan Golok Ciomas Kabupaten Serang, Harus Ikuti Banyak Ritual

Layaknya masa sekarang, dalam setiap pertarungan tentu akan ada suporternya.

Begitupun pada masa dahulu, juga ada suporter yang mengiringi atau meramaikan pertarungan tersebut, dengan turut menari-nari.

Nah, begitulah awal mulai Kesenian Patingtung berasal.

Awal mulanya memang Kesenian Patingtung ini diciptakan untuk mengiringi permainan sabung ayam.

Namun, dalam proses perkembangannya, setelah agama Islam menjadi agama yang dominan dianut warga Banten, Kesenian Patingtung ini berkembang menjadi seni pertunjukan.

Baca Juga: Kesaktian Ayam Jago Sultan Hasanuddin, Penakluk Raja Sunda Prabu Pucuk Umun, Dimulainya Kesultanan Banten

Tentu, seni pertunjukan ini ditampilkan untuk menjadi media dalam menghibur masyarakat.

Sebagaimana disebutkan, pertunjukan yang ditampilkan dalam Kesenian Patingtung ini adalah perpaduan dari seni tarian, silat, dan juga atraksi-atraksi dengan gerakan yang menunjukkan ketangkasan.

Sebagai salah satu kesenian di Banten, seni Patingtung ini biasanya dipertunjukkan dalam berbagai acara-acara seperti selamatan warga setempat, khitanan, hingga pernikahan.

Demikian penjelasan kesenian Patingtung yang awal diciptakan untuk mengiringi peristiwa sabung ayam.***

Editor: Kasiridho

Tags

Terkini

Terpopuler