Sejarah Gedung Joeang 45 Serang Banten, Ada Kisah Nyata Perjuangan Rakyat Melawan Kolonial

13 Oktober 2023, 15:38 WIB
Sejarah Gedung Joeang 45 Serang Banten, Ada Kisah Nyata Perjuangan Rakyat Melawan Kolonial /Kabar Banten /

KABAR BANTEN – Kota Serang, salah satu kota yang memiliki beragam perkembangan historis sejak masa prasejarah sampai masa reformasi. Bukti yang menunjukkan bahwa Kota Serang pernah mengalami fase sejarah, terutama fase kolonial adalah adanya bangunan bersejarah Gedung Joeang 45.

 

Gedung Joeang 45 adalah salah satu bangunan tinggalan Kolonial Belanda yang menjadi saksi pergerakan rakyat Banten melawan Kolonial Belanda.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Warteg di Kota Serang Lengkap dengan Alamatnya


Bangunan Gedung Juang 45 terletak di Jalan Ki Mas Jong No. 15 Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Provinsi Banten. Bangunan bersejarah ini telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) pada tanggal 8 Januari 2010.


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtuber Rin Ndakece, berikut sejarah Gedung Joeang 45 Serang Banten.


Bangunan Gedung Joeang 45 pada masa awalnya difungsikan sebagai barak militer Belanda atas usulan dari Letnan Jendral Anthing kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang tertuang dalam suratnya tanggal 29 agustus 1818.


Pada masa pendudukan Jepang, bangunan ini diambil oleh tentara Jepang dan dialihfungsikan sebagai markas Polisi Militer Jepang atau yang dikenal sebagai Kempetai.

Kempetai atau Satuan Polisi Militer adalah satuan polisi militer Jepang yang terkenal dengan kekejamannya yang ditempatkan di seluruh wilayah Jepang termasuk daerah jajahannya.


Pendudukan Jepang di Kota Serang tidak berlangsung lama, karena masyarakat yang pada masa itu dibantu oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Serang, Banten melakukan penyerbuan dan melucuti senjatanya. Dan pada akhirnya berhasil diduduki oleh masyarakat Banten.

Penyerangan yang membuahkan hasil tersebut dipimpin oleh K.H Syam’un pada tanggal 10 Oktober 1945.

Pada setiap wilayah di seluruh dunia memiliki peradaban yang dapat dikenali lewat berbagai tinggalan budaya baik material maupun non material, kedua tinggalan budaya tersebut dapat dijadikan sebagai bukti historis adanya peradaban sebuah suku komunitas atau bangsa yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Maju atau tidaknya sebuah peradaban seringkali dilihat dari tinggalan-tinggalan arkeologisnya yang berasal dari runtutan fase sejarah yang berbeda-beda dari masa prasejarah sampai masa sejarah.

Kedua masa ini meninggalkan jejak-jejak peninggalan kebudayaan yang beragam yang bisa dijadikan sebagai bukti adanya suatu peradaban.

Kebudayaan dalam wujud non material dapat kita temukan dalam berbagai tradisi lisan dan tulisan seperti peribahasa, teka-teki, mito, tabu, lagu daerah, dan lain sebagainya.

Sedangkan kebudayaan dalam wujud material dapat kita temukan dalam berbagai bentuk dan karakteristik seperti bangunan pemerintah, bangunan rumah, tempat ibadah, artefak, stasiun, pelabuhan, nisan dan benda-benda cagar budaya lainnya.

 


Sebagaimana lazimnya masyarakat di daerah lain di Nusantara masyarakat Banten pernah mengalami berbagai fase perkembangan sejarah dengan beragam corak dan karakteristik budaya yang berbeda-beda atau fase satu fase dengan fase berikutnya.

Sebagai sebuah wilayah yang pernah mengalami beragam fase sejarah tersebut, tentu masyarakat Banten memiliki beragam wujud kebudayaan tinggalan masa lampau baik dalam wujud material maupun non material.

Keberadaan peninggalan sejarah dalam wujud material lazimnya berasal dari masa sejarah atau masa setelah mengenal tulisan. Pada setiap periodisasi sejarah memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda.

Salah satu periode sejarah yang cukup menarik dan banyak meninggalkan jejak arkeologis adalah periode kolonial. Setiap kota di wilayah Banten pernah berinteraksi dan bersentuhan langsung dengan periode ini, sehingga tidak heran jika di seluruh Provinsi Banten banyak tersebar bangunan-bangunan tinggalan kolonial yang sampai saat ini masih berdiri kokoh.

Salah satu kota yang memiliki beragam perkembangan historis sejak masa prasejarah sampai masa reformasi adalah Kota Serang.

Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Kota Serang pernah mengalami fase sejarah, terutama fase kolonial adalah adanya bangunan bersejarah Gedung Joeang 45.

Gedung Joeang 45 di Kota Serang lokasinya bersebelahan dengan alun-alun Barat Kota Serang. Gedung yang menyimpan banyak sejarah memiliki ruangan-ruangan yang banyak. Jadi gedung ini pernah direbut Kolonial Jepang, dan direbut kembali oleh masyarakat Banten.

Di belakang gedung ada ada ruangan pendopo untuk istirahat, dan di sini masih berdiri tiang-tiangnya kokoh dan masih masih asli pada zaman dulu tidak diubah sedikit pun.

Berdasarkan Undang-undang Pemerintah Hindia Belanda baru tahun 1854 Kota Serang saat itu ditetapkan sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial Belanda, karena letaknya yang sangat strategis sebagai jalur perdagangan rempah-rempah serta wilayahnya yang berdekatan dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia.


Itulah yang menjadi alasan kuat dibangunnya beberapa gedung infrastruktur sebagai penunjang pelaksanaan pemerintahan. Pembangunan gedung-gedung pada masa pemerintahan kolonial Belanda, yang dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan adanya tempat atau ruang yang sesuai dengan keinginan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, maupun perlindungan.

Namun perbedaan iklim dan kondisi alam antara Eropa subtropis dan Asia Tenggara tropis membawa dampak ketidaknyamanan bangsa Eropa khususnya bangsa Belanda di Indonesia yang bersifat sementara atau temporary, maka para arsitek Eropa menerapkan struktur bangunan dengan model dinding tebal dan tinggi, agar pola sirkulasi udara yang cepat masuk ke dalam ruangan melalui ventilasi maupun pintu yang lebar dan berteras.

Selain itu untuk melengkapi komponen arsitektur pada bangunan dibuat memiliki corak tersendiri, seperti digunakan jendela atau pintu dalam jumlah yang banyak atau mencirikan satu sisi tampilan dari bangunan kolonial itu sendiri. Agar tercipta suatu kondisi yang lebih serasi dengan nyaman maka vegetasi di lingkungan sekitar pun ditata sedemikian rupa.

Bangunan Gedung Juang 45 pada masa awalnya difungsikan sebagai barak militer Belanda atas usulan dari Letnan Jenderal Anting pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang tertuang dalam suratnya tanggal 29 Agustus tahun 1818, bangunan ini didirikan untuk memenuhi fasilitas keamanan pada kota keresidenan dari pemberontakan dan gangguan keamanan lainnya.

Selain itu alasan lain didirikan gedung tersebut karena kondisi tangsi militer yang dulu sudah rusak dan akibat masih banyaknya kekacauan serta pemberontakan dari ketidakpuasan orang-orang Banten.

Setelah dihancurkannya Keraton Surosowan Banten pada masa pendudukan Jepang bangunan ini diambil oleh tentara Jepang, dan dialihfungsikan sebagai markas polisi militer Jepang atau yang dikenal sebagai Kompetei atau Satuan Polisi Militer.

Satuan polisi militer Jepang yang terkenal dengan kekejamannya yang ditempatkan di seluruh wilayah Jepang termasuk daerah jajahannya, pendudukan Jepang di kota Serang tidak berlangsung lama, karena masyarakat yang pada masa itu dibantu oleh tentara keamanan rakyat atau TKR di Serang Banten melakukan penyerbuan dan melucuti senjatanya.

Pada akhirnya berhasil diduduki oleh masyarakat Banten dan membuahkan hasil. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Kyai Haji Sam'un pada tanggal 10 Oktober 1945.

Bentuk arsitektur bangunan Gedung Joeang 45 berdenah persegi panjang, luas bangunan kurang lebih 863,19 persegi panjang, luas lahannya 4000 meter persegi, dan tinggi bangunannya mencapai 11 meter.

Bangunan ini memiliki tiga buah anak tangga pada bagian depan dan tiga teras di setiap sisinya.

Bangunan Gedung Joeang 45 ini pada awalnya hanya berupa tiga buah gedung yang bentuknya sama, namun sekarang Gedung Joeang yang masih menunjukkan bentuk keasliannya dijadikan sebagai kantor Dewan Harian Daerah Pejuang 45.

Kedua bangunan yang lainnya kini digunakan sebagai kantor Dodukes Polda Banten dan Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Serang. Bangunan Gedung Joeang 45 ini terdiri atas bangunan utama rumah perwira, barak militer untuk prajurit, dapur kandang kuda, dan poliklinik.

 

Bangunan ini dibuat dari bahan-bahan yang tahan lama, seperti kayu jati, genteng dari tanah liat, rotan, konstruksi bangunan dari bahan bata merah, namun seiring perkembangan waktu, banyak bagian-bagian elemen pada bangunannya yang mengalami kerusakan dan pelapukan.

Dan kini bangunan dari Gedung Joeang 45 sudah tertata rapi karena sudah dibangun ulang oleh Pemerintah Kota Serang.

Ciri khas utama dari bangunan kolonial adalah adanya tiang di bagian depan teras tiang pada bangunan ini berjenis tuskan yang mengelilingi teras dan berukuran besar tiang tuskan merupakan salah satu arsitektur Romawi klasik yang memiliki hiasan melingkar pada kepala tiangnya.

Ciri khas seperti ini dapat dijumpai pada bangunan Gedung Joeang 45 dan beberapa bangunan kolonial lainnya di Serang seperti Gedung eks Kresidenan dan Kantor Bupati Serang.

Jika Anda berkunjung ke Kota Serang jangan lupa untuk mampir ke Gedung Joeang 45 karena menyimpan banyak sejarah yang harus kita ingat dan harus kita lestarikan.

Baca Juga: 5 Bahan Alami yang Bisa Jadi Minuman Tonik untuk Kesehatan

Itulah sejarah tentang Gedung Joeang 45 yang ada di Kota Serang, semoga informasi ini menambah wawasan dan menjadi bermanfaat.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: Youtube rin ndakece

Tags

Terkini

Terpopuler