Nilai Kehidupan dalam Pitutur Jati Sunda dan Makna Pikukuh Adat Baduy

21 Maret 2024, 20:17 WIB
Suasana di salah satu kampung adat Urang Kanekes, Suku Baduy di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. /Dokumen Kemenparekraf

 

KABAR BANTEN - Pikukuh secara etimologis berasal dari kata Kukuh dengan awalan Pi yang menunjukkan kata benda.

Secara definitif diartikan sebagai pendidikan, sedangkan pitutur berasal dari kata tutur atau setara dengan sabda atau firman. Jadi pitutur memiliki bobot lebih tinggi dalam kehidupan pitutur diartikan sebagai aturan hukum.

Baca Juga: Budaya Urang Kanekes Sebagai Penerus Tradisi Suku Baduy di Banten Selatan

Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Berbagi Tahu, berikut Pitutur Jati Sunda dan Makna Pikukuh Adat Baduy.

Seluruh relung kehidupan orang Sunda terjaga dan berpedoman pada pikukuh dan pitutur yang telah dibuat dan diwariskan para karuhun mereka.

Pikukuh dan pitutur yang berpokok pada ajaran kepercayaan mereka berlaku juga sebagai hukum adat bagi seluruh warga Baduy.

Umur Pitutur dan Pikukuh sama dengan umur dan asal-usul keberadaan masyarakat Baduy yang sampai saat ini masih merupakan teka-teki yang belum bisa dipecahkan, baik secara ilmu maupun secara empiris.

Pikukuh dan pitutur di kalangan masyarakat Baduy telah ada sejak manusia pertama berada, orang Baduy yang tidak mengenal undak usuk bahasa membuat orang luar mengecap orang Baduy berbahasa Sunda kasar.

Padahal pada kenyataannya orang Baduy adalah orang-orang yang berkodrat alamiah serta bernaluri tinggi sekitar seni bahasa.

Hal itu dapat dibuktikan dengan pengucapan yang puitisasi dari berbagai liku kehidupan baik dalam bentuk prosa maupun puisi lisan Baduy.

Berdasarkan keyakinan mereka, yaitu Sunda Wiwitan tentang asal-usul terjadinya Buana Panca tengah atau alam semesta serta manusia pertama terujar dalam baris puisi lisan badui yang berbunyi “Jleg langit, jleg bumi, jleg adam tunggal”, serta pitutur yang berkata “Buyut teu meunang diubah”.

Kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy tidak terlepas dari sikap kepatuhan dan ketaatan pada amanat leluhurnya, di mana dan pada situasi apapun mereka selalu menampilkan ciri khasnya yang sederhana.

Bicara ringkas apaanya jujur serar dengan siapun sikap tersebut sudah ditanamkan secara kuat dan terus menerus pada setiap anak cucu keturunan mereka.

Sejak usia anak-anak sampai dewasa penamaan ajaran serta keyakinan sikap tersebut dilakukan oleh para tokoh adat melalui bait-bait pepatah yang ringkas jelas mudah dihafal namun memiliki makna filosofis yang sangat mendalam.

Kehidupan keseharian pada masa dahulu peribahasa dan pepatah dianggap sebagai jalan yang paling mudah untuk memberi nasihat teguran atau sindiran dalam peribahasa atau pepatah.

Terkadang nilai kehidupan yang merupakan cerminan dalam suatu masyarakat peribahasa dan pepatah juga menggambarkan sifat perilaku dan keadaan suatu masyarakat.

Selain itu peribahasa dan pepatah berfungsi sebagai alat kontrol untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial, dan keharmonisan hubungan sosial akan terjaga, karena di dalam peribahasa mengandung etika.

Suku Baduy menyebut kalimat pepatah atau peribahasa tersebut adalah pikukuh yang mereka yakini sebagai amanat leluhurnya yang harus dijalani, bentuk dedikasi kepada tanah hunian mereka sebagai Pancor Bumi atau Inti Jagad.

Segala gerak laku masyarakat Baduy harus berpedoman pada ketentuan adat yang telah ditentukan dalam pikukuh.

Dan pikukuh juga termasuk ke dalam sastra lisan Baduy dalam kamus Bahasa Sunda.

Pikuku berasal dari kata kukuh yang artinya teguh, memegang pendirian atau ungkapan yang tidak bisa diganggu gugat, karena pada dasarnya konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh kehidupan masyarakat Baduy adalah tanpa mengubah apapun.

Berikut ini beberapa petikan dari bait pikukuh Baduy yang sering diucapkan masarakat Suku Baduy “Buyut dititipkeun ka Puun, nagara telung pulu telu, bangsawan sawitdak lima, ancer salawenegara.

Gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak, larang teu meunang dirempak. Buyut teu meunang dirobah, lojor teu meunang dipotong. Pondok teu meunang disambung, mipit kudu amit, ngala kudu menta. Nu lain kudu dilainkeun, nu ulah kudu diulahkeun, nu enya kudu dienyakeun.

Ujaran-ujaran di atas mengandung arti bahwa, lingkungan alam tidak boleh dirusak. Tata guna lahan tidak dapat dialihfungsikan untuk kepentingan ekonomi.

Kawasan yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan seperti hutan titipan.

Hutan adalah titipan dari Adam tunggal melalui ajaran Sunda Wiwitan, seluruh bangsa dan negara berasal dari 33 negara yang memiliki 65 buah sungai dan masing-masing mempunyai aturan sendiri-sendiri.

Negara-negara lain boleh dibangun supaya maju akan tetapi daerah Baduy tidak boleh dihilangkan dan tidak boleh diubah, harus tetap seperti apa adanya.

Pikukuh juga terdapat tabu atau larangan yangh lakukan dalam kehidupan di Suku Baduy, larangan ini juga berlaku untuk masyarakat luar Baduy yang sedang berkunjung ke Baduy.

Ketentuan-ketentuan itu diantaranya sebagai berikut dilarang mengubah jalan air, misalnya membuat kolam ikan, mengatur drainase dan membuat irigasi.

Oleh karena itu, sistem pertanian padi bukan padi sawah melainkan padi ladang, karena dilarang mengubah bentuk tanah misalnya menggali tanah untuk membuat sumur, meratakan tanah untuk pemukiman dan mencangkul tanah untuk pertanian.

Rumah masyarakat Baduy relatif sama, lantainya dari bambu atapnya dari daun kirai, dindingnya dari anyaman bambu dan tiang-tiangnya dari kayu.

Dilarang masuk hutan titipan untuk menebang pohon membuat ladang, yakni kawasan perlindungan lingkungan atau hutan lembur dan hutan titipan dan kawasan hutan budidaya atau lahan pertanian dan pemukiman.

Kawasan perlindungan lingkungan mutlak tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan apapun, dilarang menggunakan teknologi kimia.

Misalnya menggunakan pupuk, obat pemberantas hama penyakit, menggunakan minyak tanah, mandi menggunakan sabun, menggocok gigi menggunakan pasta, dan meracun ikan, dilarang menanam tanaman budidaya perkebunan seperti kopi, kakau, cengkeh, kelapa sawit dan lain sebagainya.

Dilarang memelihara binatang ternak berkaki empat seperti kambing dan kerbau, dilarang berladang sembarangan, berladang harus sesuai ketentuan adat, dilarang menggunakan pakaian sembarangan yaitu keseragaman dalam perpakaian Baduy Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih.

Baduy Luar berpakaian hitam dengan ikat kepala hitam. Masyarakat Baduy juga berpegang teguh kepada pedoman yang dikenal dasasila.

Dasar inilah yang melekat pada diri orang Baduy, menyatu dalam jiwa menjelma dalam perbuatan, tidak pernah tergoyah dengan kemajuan zaman.

Hubungan dengan alam, hubungan antara masyarakat dengan masyarakat, hubungan antara laki-laki dengan perempuan diatur dengan jelas dan tegas dan dipahami oleh semua masyarakat Suku Baduy.

Secara keseluruhan makna bait-bait Pikukuh adalah pokok kehidupan untuk terciptanya kesejahteraan, keharmonisan, perdamaian dalam kehidupan manusia dan menghindari kerusakan alam yang sering dirusak oleh manusia.

Baca Juga: Asal Usul Suku Baduy yang Mengasingkan Diri dan Menjaga Alam Sampai Sekarang

Pikukuh bukan hanya nasihat dari leluhur saja melainkan menjadi pedoman hidup, sekaligus sebagai filosofi kehidupan masyarakat Baduy harus ditaati dan dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat Baduy tanpa keluhan dan banyak bertanya.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: Youtube Berbagi Tahu

Tags

Terkini

Terpopuler