Menguak kisah KH Abdul Haq, Sang Pelopor Gerakan Muhammadiyah 1929 di Menes Pandeglang Banten

27 Maret 2024, 13:58 WIB
Illustrasi terkait tulisan gerakan Muhammadiyah di Banten /YouTube /Mang Dhepi Channel


KABAR BANTEN - Organisasi masyarakat Islam Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 12 November 1912 di Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan, juga menguak keberadaan hubungan geneologi intelektual beberapa ulama Banten dengan Kiayi Ageng Hasan Besari Tegalsari Ponorogo Jawa Timur.


Sementara itu, reperkusi ( gaung) gerakan purifikasi dan revival Islam yang disuarakan oleh KH Ahmad Dahlan sejak perempat pertama abad ke-19 sudah mulai menggema di Banten.

Baca Juga: Sejarah Rawa Dano Cagar Alam Cantik Dari Letusan Gunung Api Dano Purba


Seperti dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi Channel, berikut sejarah hidup KH Abdul Haq, pelopor Gerakan Muhammadiyah di Banten.

Meskipun gerakan Muhammadiyah yang dilakukan oleh para aktivis Syarekat Indonesia generasi awal seperti Agus Salim yang pernah tinggal beberapa bulan di Rangkas Bitung, berhasil menarik minat santri-santri terbaik Banten untuk belajar di lembaga pendidikannya.

KH Abdul Haq bin H Umar Jay Kubang Kondang Menes adalah salah seorang alumni Muhammadiyah Quest School Jakarta, yang kemudian mendirikan madrasah Muhammadiyah Di Kubang Kondang pada tahun 1929.

Tempat pengkaderan para aktivis muda Muhammadiyah generasi awal di Banten, organisasi ini berdiri secara terpisah dari satu tempat dengan tempat yang lain.

Muhammadiyah Kubang Kondang Menes Pandeglang misalnya ditenggarai sebagai salah satu pionir munculnya gerakan Muhammadiyah.

Dengan tokoh-tokohnya yang tidak kenal lelah berjuang mendakwahkan ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadits.

Salah satu tokoh yang cukup penting dalam gerakan Muhammadiyah awal di Banten adalah KH Abdul Haq, belum ditemukan tanggal pasti kelahiran tokoh ini.

Namun menurut penuturan menantunya Haji Saman Asra (86 tahun), Abdul Haq dilahirkan di Menes pada tahun 1912 dan meninggal dunia pada tahun 1978.

Ayahnya bernama KH Umar Jaya yang memiliki latar belakang pandangan keagamaan tradisionalis yang masih percaya kepada khufarat dan tahayul.

KH Umar Jaya memiliki modal sosial dan ekonomi yang boleh dikatakan cukup besar, karena selain banyak kerabat yang bertugas sebagai pegawai pemerintah kolonial di Menes, juga memiliki tanah yang luas yang ditanami dengan pohon karet dari getah karet.

Dari hasil kebun inilah KH. Umar Jaya membiayai hidup keluarganya, namun ada keresahan Umar Jaya karena ia belum dikarunia anak laki-laki.

Sementara itu tiga anak pertamanya adalah perempuan.

Hal inilah yang membuat gundah hati KH Umar Jaya kehadiran anak laki-laki.

Dan harapannya agar anak laki-laki tersebut dapat melanjutkan cita-cita hidupnya.


Oleh karena itu, ia bernazar kepada Allah bahwa jika memiliki anak laki-laki ia akan menyekolahkan anaknya ke madrasah.

Sedangkan ketiga anak perempuan pertama tidak ada yang belajar di sekolah Belanda, sehingga nazar yang diucapkan KH Umar Jaya.

Pada tahun 1912 itulah lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama oleh sang ayah bernama Abdul Haq.

Anak laki-laki KH Umar Jaya itu tumbuh dalam suasana religius, karena ayahnya merupakan orang terpandang yang memahami agama.

Dengan dorongan KH Umar Jaya, Abdul Haq keinginan untuk menimba ilmu agama di madrasah yang bernama Madrasah Islamiah yang terletak di Batu Bantar Pandeglang.

Di Madrasah inilah Abdul Haq mempelajari dasar-dasar bahasa Arab sehingga ia dapat menguasai Nahwu, Shorof dan sebagainya.

Di pesantren ini juga Abdul Haq bertemu dengan seorang Ustadz yang berasal dari Jakarta.

Ketika sang ustadz diundang ke rumah KH Umar Jaya, ustadz ini menyarankan kepada KH Umar Jaya agar anaknya disekolahkan di Batavia, karena Abdul Haq dianggap memiliki kecerdasan dan bakat yang mengesankan.

Merespon saran dari sang ustadz sambil berkelakar KH Umar Jaya menjawab bahwa di Batavia terdapat banyak wanita jalang, mungkin jobong ini dianggap akan mengganggu konsentrasi belajar anaknya.

Oleh karena ingin Abdul Haq lebih berpengalaman KH Umar Jaya akhirnya mengizinkan Abdul Haq untuk belajar di Batavia, tempat belajar yang dituju ketika itu adalah Muhammadiyah school atau Sekolah Pendidikan Guru Muhammadiyah di Menteng Raya Jakarta.

Sebelum belajar Abdul Haq dites pelajaran bahasa Arab, dan semua pertanyaan yang dilontarkan gurunya terjawab olehnya.

Di sekolah Muhammadiyah inilah Abdul Haq betul-betul digembleng tentang keislaman dan kemuhammadiyahan, untuk membentuk mental murid-murid sekolah itu dalam berdakwah dan mendakwahkan Islam.

Murid-murid diajari pencak silat oleh seorang guru yang bertangan dingin bernama Mualim Hidayat, dengan gemblengan ini maka wajar jika Abdul Haq memiliki ghirah keislaman dan kemuhammadiahan yang tinggi.

Tanpa kena lelah dan takut, Abdul Haq mendakwahkan Islam dan ajaran Muhammadiyah sekembalinya kekampung halaman di daerah Kubang Kondang, Pandeglang.

Setelah menamatkan sekolahnya di Jakarta, Abdul Haq pulang ke kampung halamannya di Menes dan ditugaskan sebagai Pelopor Pelangsung Penyempurna Muhammadiyah atau P3M Muhammadiyah di kampung halamannya di Kubang Kondang.

Sejak itu, Abdul Haq mendirikan ranting Muhammadiyah di Kubang Kondang pada tanggal 23 April 1929.

Dan pendirian ranting Muhammadiyah tersebut diformalkan dengan Surat Keputusan Pengurus pusat Muhammadiyah yang ditandatangani oleh KH Ibrahim dan Sekretaris adalah Yunus Anis yang merupakan periode kedua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Muhammadiah mulai diperkenalkan ke masyarakat Banten pada tahun 1920 dan setelah 9 tahun pada tahun 1929 resmi berdiri Pimpinan Cabang Muhammadiyah atau PCM Desa Kubang Kondang, Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Cabang ini yang pertama di Banten dengan menginduk kepimpinan daerah Muhammadiyah atau PDM Kebayoran Lama DKI Jakarta.

Berawal dari sinilah kiprah Muhammadiyah mengepakan sayapnya di wilayah bumi jawara sehingga sampai sekarang sudah memiliki PDM kota kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Kota Serang dan Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Tangerang Raya meliputi kota kabupaten termasuk Tangerang Selatan.

Setelah munculnya SK Penetapan Pengurus Ranting Muhammadiyah, Abdul Haq berinisiatif untuk mendirikan madrasah sebagai langkah untuk mencerdaskan umat.

Sebidang tanah yang diperoleh dari ibunya yang terletak di Kubang Kondang menjadi saksi kegigihan Abdul Haq untuk mendidik anak-anak generasi penerus bangsa dari beberapa wilayah di sekitar Pandeglang.

Ada cerita menarik ketika madrasah ini akan diresmikan, saat itu sebelum madrasah rampung dibangun KH Umar Jaya dan Abdul Haq mengundang tokoh-tokoh masyarakat, seperti Ki Yasin dari Nahdatul Ulama, Kiai Abdurahman dari Matlahul Anwar dan kiriman dari Persatuan Islam atau Persis untuk mengunjungi madrasah yang sedang dalam tahapan pembangunan.

Ketika itu seluruh tokoh masyarakat yang diundang menghadiri undangan tersebut, dalam sambutannya Abdul Haq mengungkapkan kepada undangan bahwa pembangunan yang disaksikan oleh sekalian undangan.

Dimaksudkan untuk mendirikan madrasah namun saat itu belum ada namanya.

Ketika itu para tamu undangan menyatakan kesepakatannya untuk pendirian madrasah itu.

Ketika madrasah selesai dibangun kembali mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk membuka secara resmi Madrasah Kubang Kondang, namun pada undangan kedua ini tokoh-tokoh masyarakat tersebut tidak hadir ternyata penyebab ketidakhadiran tokoh-tokoh tersebut dikarenakan mereka telah mencium adanya ajaran Wahabi yang diajarkan di madrasah itu.

Bahkan setelah peresmian madrasah itu, Abdul Haq, para ustadz madrasah dan murid-muridnya dijuluki Wahabi bahkan kafir.

Ketika Saman Asra yang merupakan murid angkatan pertama Madrasah Kubang Kondang dan juga merupakan menantu dari Abdul Haq hendak berangkat ke ranting Labuan di perjalanan masyarakat memanggilnya Wahabi.

Namun hal itu tidak menyurutkan langkah-langkah dakwah Abdul Haq dan murid-muridnya berdakwah Muhammadiyah jalan terus, hasilnya ada sekitar 30 kader-kader muda Muhammadiyah alumni Angkatan pertama Madrasah Kubang Kondang.

Dikemudian hari 30 kader tersebut kemudian berkiprah menyebarluaskan gerakan Muhammadiyah dengan mendirikan ranting Muhammadiyah di Pandeglang, seperti ranting Munjul, Bojongmanik, Buraluk dan Rancacaak.

Kembali kepada sosok Abdul Haq, Saman Asra menceritakan bahwa sosoknya merupakan seorang guru ulama sekaligus pedagang yang tangguh.

Dengan kemampuan bahasa Arab yang dimilikinya Abdul Haq banyak mengarang buku-buku yang digunakan untuk lingkungan Madrasah Kubang Kondang.

Namun sayangnya buku-buku karya Abdul Haq ini tidak ada yang dapat diselamatkan dengan kemampuannya dalam menuliskan dan berbicara bahasa Arab membuat seorang penjual buku keturunan Arab terkesan dan menyarankan Abdul Haq untuk menjadi guru di Mekkah.

Madrasah Kubang Kondang ini kemudian mengalami pasang surut pada saat Agresi Militer Belanda ke-2.

Abdul Haq mendapat fitnahan dari orang-orang yang membencinya ia dituduh oleh Belanda sebagai bagian dari gerakan Darul Islam yang aktif di daerah Pandeglang.

Padahal tuduhan itu hanya merupakan dugaan yang tidak berdasar, Abdul Haq kemudian ditahan di rumah tahanan di Serang selama 5 tahun.

Hikmah dari ditahannya Abdul Haq di Serang ini adalah Ia memiliki banyak teman di Serang, setelah keluar dari tahanan Abdul Haq kemudian mengabdikan dirinya pada Kantor Kementerian Agama di Kabupaten Lebak.

Ketika itu Ia mendapatkan tugas sebagai penilik agama di Rangkas Bitung, ia tinggal di sana selama akhir hayatnya.

Dan ia wafat pada tahun 1978 dan dikebumikan di Kaduranca Menes, seiring waktu dan zaman yang berganti maka berganti pula tantangan yang dihadapi.

Setiap zaman membawa perubahan nilai dan setiap perubahan nilai akan meminta strategi dan metode baru pula untuk menjawabnya.

Hal ini tidak  terkena hukumannya atau alam takambang kata orang Minang, yang mengajarkan manusia untuk mencermatinya dengan berbagai isyarat yang tampak di permukaan, bisa diprediksi dengan sains dan teknologi.

Baca Juga: Sejarah KH Sochari Ulama Kharismatik dan Pejuang Kemerdekaan yang Menjadi Nama Jalan di Kota Serang


Itulah sejarah hidup KH Abdul Haq, Sang Pelopor Gerakan Muhammadiyah 1929 di Menes Pandeglang Banten.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi

Tags

Terkini

Terpopuler