Ramai Soal Dana Hibah Ponpes, HMI Jabodetabeka-Banten Pertanyakan Keanehan Dugaan Pesantren Fiktif

- 21 April 2021, 13:58 WIB
Aliga Abdillah Wasekbid Eksternal Badko HMI Jabodetabeka-Banten mempertanyakan keanehan dugaan adanya pesantren fiktif yang menerima dana hibah ponpes dari Pemprov Banten.
Aliga Abdillah Wasekbid Eksternal Badko HMI Jabodetabeka-Banten mempertanyakan keanehan dugaan adanya pesantren fiktif yang menerima dana hibah ponpes dari Pemprov Banten. /Dok. Aliga

KABAR BANTEN - Ramai soal dugaan korupsi dana hibah ponpes hingga ditetapkannya ES jadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menjadi sorotan banyak kalangan.

Tidak hanya penetapan ES menjadi tersangka, dengan adanya dugaan pesantren fiktif dalam penerimaan dana hibah ponpes dari Pemprov Banten juga menjadi bahan pertanyaan.

Wasekbid Eksternal Badko Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI Jabodetabeka-Banten Aliga Abdillah menilai, ditetapkannya ES dalam kasus dana hibah ponpes yang digelontorkan Pemprov Banten senilai kurang lebih Rp 117 miliar, merupakan tersangka kecil.

Baca Juga: Dorong Kemajuan UMKM, bank bjb Jalin Kerjasama dengan ITC Group

Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah ponpes tahun 2020 tersebut, Aliga Abdillah melihat tidak hanya tersangka ES, melainkan ada pelaku yang lebih besar lagi.

Selain itu, atas dugaan adanya pesantren fiktif yang menerima dana hibah ponpes, Aliga Abdillah juga turut mepertanyakan keanehan tersebut.

"Kami melihat bahwa adanya dugaan salah kebijakan atau kewenangan dalam dana hibah pesantren tahun 2020 yang digelontorkan oleh Provinsi Banten," ujarnya.

Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 10 Tahun 2019 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi, pada pasal 16 ayat (1) mengakatan bahwa:

Setiap pemberian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang di tandatangani bersama Gubernur dan penerima hibah.

Baca Juga: Berantas Buta Huruf Hijaiyah, Rutan Serang Gelar Pesantren Ramadan untuk Warga Binaan Pemasyarakatan

Sedangkan dalam ayat (2) dikatakan bahwa:
Dalam penandatanganan NPHD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Gubernur dapat mendelegasikan kepada perangkat daerah atau unit kerja terkait.

"Melihat pasal 16 tersebut, menurut pandangan kami bahwa apabila ada pondok pesantren yang diduga fiktif maka secara tidak langsung yang menandatangani NPHD tersebut sama saja dengan menyetujui adanya dugaan pesantren fiktif tersebut,"katanya.

Oleh karenanya, Aliga meminta sebaiknya Kejati Banten dan Polda Banten segera mengarah kepada dugaan pesantren fiktif dan mencari siapa yang menandatangani NPHD yang diduga pesantren fiktif tersebut.

"Yang menurut saya aneh, kenapa kok sampai ada dugaan pesantren fiktif tersebut. Apakah verifikasi tidak dilakukan, atau memang kesengajaan," ungkapnya kepada Kabar Banten melalui saluran whatsapp pada Rabu, 21 April 2021.

Baca Juga: Jelang Final Piala Menpora 2021, Official Rilis Pemain Terbaik, Kiper Persija dan PSM Berebut Posisi

Berdasarkan pasal 8 ayat (2) bahwa evaluasi terhadap permohonan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan dengan:

a. Memverifikasi persyaratan administratif;
b. Kesesuaian permohonan Hibah dengan program dan kegiatan  dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan; c. Melakukan Survei Lokasi;
d. Mengkaji kelayakan besaran uang yang akan direkomendasikan untuk dihibahkan; dan
e. Mengkaji kelayakan jenis dan jumlah barang/jasa yang akan direkomendasikan untuk dihibahkan dan sebagai bahan penyusunan kegiatan/program.

Baca Juga: Wow! Ketua RW di Kota Cilegon Akan Terima Bantuan Operasional, Nilainya Segini, Awas Jangan Disalahgunakan!

"Melihat pasal 8 tersebut maka ini sangat aneh sekali apabila ada yang fiktif, artinya tim verifikasi yang dibentuk Pemprov Banten dapat diduga tidak melakukan survei ke lokasi," ujarnya.

"Hal inilah wajar ketika adanya dugaan fiktif dalam pemberian hibah pondok pesantren tahun 2020 sebesar kurang lebih Rp 117 Miliar tadi," ungkapnya.

Baca Juga: Hari Kartini, Sri Mulyani Sampaikan Pesan Khusus yang Menyentuh Hati

Aliga meminta untuk secepatnya Kejati Banten atau Polda Banten bertindak dalam dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penyaluran dana hibah tersebut.

Kasus ini sudah menjadi momok buruk terulang di Provinsi Banten.

"Jangan sampai kondisi saat ini ada maling teriak maling, yang teriak-teriak tersebut ternyata malingnya. Maka Kejati dan Polda Banten harus cepat bergerak," katanya. ***

Editor: Yomanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x