"Kan biasanya yang dateng dari orang pas maen PlayStation di sebrang atau pelajar di Pesantren Al-Mubarok itu. Beberapa juga dari karyawan supermarket, konter-konter atau beberapa mahasiswa juga ada," ujar Bunda kepada Kabar Banten.
Belum lagi, Bunda mengaku kerugiannya dialami karena makanan sajiannya dominan tidak bisa bertahan lama.
Sehingga membuat ia beserta keluarga dan sejumlah pekerjanya harus pandai-pandai mengolah makanan agar tidak mudah basi dan dapat disantap hari itu juga.
Kalau tidak, maka makanan hasil olahan tersebut hanya berakhir di pembuangan sampah alias tidak layak dikonsumsi.
"Karena kuliner kan bisa bertahannya cuma sehari doang, kalau udah besoknya sudah gabisa dipake lagi otomatis lauk yang ada itu besoknya mubazir gitu," katanya.
Baca Juga: PPKM Level 4 Ada Pembatasan Waktu, Rapat RPJMD Kota Cilegon Diwarnai Adu Mulut
Namun, dengan adanya kebijakan ini dirinya tetap merasa bersyukur, karena pelanggan yang semula hanya bisa bungkus makanan kini sudah bisa makan di tempat.
Akan tetapi terkait pembatasan waktu, dia mengaku tidak terlalu membebankan hal tersebut kepada pelanggannya.
"Saya enggak pernah kasih waktu sih, jadi terserah mereka aja mau sampai kapan, lagian sepi juga, jadi enggak numpuk pelanggannya gitu," kata Bunda.***