BPPW Banten Nilai Penanganan Kawasan Kumuh Perlu Kerja Sama Antar Lintas Sektor

- 8 September 2021, 16:02 WIB
Progres pekerjaan kontruksi gerai UMKM di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon, Rabu 8 September 2021. BPPW Banten mennilai penanganan kawasan kumuh perlu kerja sama antar lintas sektor
Progres pekerjaan kontruksi gerai UMKM di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon, Rabu 8 September 2021. BPPW Banten mennilai penanganan kawasan kumuh perlu kerja sama antar lintas sektor /Rizki Putri/Kabar Banten

 

KABAR BANTEN -Balai Prasarana Permukiman Wilayah atau BPPW Banten meminta berbagai pihak antar lintas sektor untuk menjalin sinergi dan kerjasama dalam menangani kawasan kumuh.

Seperti Pemerintah Daerah, lembaga, termasuk juga masyarakat di lingkungan itu sendiri, sehingga penanganan kawasan kumuh bisa tertangani secara menyeluruh.

Terkait penanganan kawasan kumuh, Perwakilan Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Banten Shesia Vinasha mengatakan, persoalan yang dihadapi oleh semua pihak cukup kompleks.

Baca Juga: 3 Besar Calon Direksi PT PCM Lolos Seleksi, Inilah Sosok yang akan Dipilih Wali Kota Cilegon

Sehingga tidak ada satu pihak pun yang dapat mengklaim memahami persoalan yang dihadapi oleh pihak lainnya, maka, dibutuhkan kerja sama yang solid dari semua pihak.

"Keterbatasan sumber daya di semua pihak, baik pemerintah sebagai penyelenggara pembangunan maupun di pihak pelaku pembangunan lainnya. Termasuk juga pihak swasta dan masyarakat. Maka perlu dilakukan sinergi dan kerja sama untuk mencapai rumah layak huni," katanya, Rabu 8 September 2021.

Untuk mewujudkan hasil yang optimal, kata dia, perlu dilakukan berbagai tahapan.

Baca Juga: Masuk Kantor Pemerintah, Pegawai dan Pengunjung Gunakan Aplikasi PeduliLindungi

Mulai penentuan tujuan, kesepakatan kolaborasi, indikator kinerja kolaborasi, inisiasi kolaborasi, penyiapan internal, pelaksanaan kegiatan, hingga monitoring dan evaluasi.

"Intinya, membangun kolaborasi atau kerja sama dapat dilakukan dengan berbagi pengetahuan, pengalaman dan menggunakan berbagai sumber daya untuk mencapai satu tujuan, satu data, satu perencanaan, satu peta, satu indikator dan satu metodologi," ujarnya.

Ketua Pokja Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Kota Cilegon Edhi Hendarto mengatakan, merujuk pada Undang-undamg UU nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa Permukiman Kumuh merupakan permukiman yang tidak layak huni.

Baca Juga: Budi Doremi Sentil Kemacetan di Kota Serang, Begini Katanya

"Karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh itu perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian," ucapnya.

Penanganan permasalahan kawasan permukiman kumuh, berdasarkan tujuh Indikator Kumuh, merupakan tugas dan tanggung jawab bersama yang harus ditempuh melalui upaya kerjasama dan kolaborasi.

"Maka upaya kolaborasi masih memerlukan penyamaan persepsi tentang konsep kolaborasi, prinsip kolaborasi dengan metode pembagian peran dan tupoksi yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kami," tuturnya.

Baca Juga: Sempat Tertunda Penayangannya, Berikut Spoiler Drama Korea Hopital Playlist Season 2 Episode 11

Asisten Koordinator Kota Cilegon Bidang Kelembagaan dan Kolaborasi Dadan Hamdani mengatakan, capaian penanganan kumuh di Kota Cilegon perlu adanya kerjasama dan kolaborasi.

Terutama pada sumber anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Cilegon, yang dalam hal ini.

Seperti kegiatan kolaborasi tuntas, peningkatan pelayanan lima indikator utama, serta kolaborasi pengurangan luasan kumuh.

Baca Juga: Lambang Stabilitas, Menurut Feng Shui, Terapkan Warna Coklat di Kantor! Siap-siap Dengan Hasilnya

"Kota Cilegon masuk ke dalam sepuluh besar atau peringkat delapan kabupaten/kota yang capaian kolaborasi dari sumber APBD II tertinggi di lokasi non kumuh," ucap dia.

Sedangkan untuk kolaborasi pada kegiatan livelihood, Pemkot Cilegon telah mengalokasikan dana sebesar Rp120.000.000 pada APBD Perubahan TA 2021 untuk sarana penunjang kebutuhan operasional atau pemanfaatan gerai UMKM di Kelurahan Mekarsari.

"Sementara untuk capaian progress konstruksi yang bersumber dari dana APBN, saat ini baru mencapai kisaran 55 persen, tentu hal ini patut dibanggakan," katanya. ***

Editor: Yomanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah