Selain itu, kata Trisna, moda transportasi udara juga yang paling taat dan konsisten dalam penerapan penggunaan aplikasi PeduliLindungi, sesuai tujuannya adalah untuk pengecekan status vaksin serta mentracing pergerakan orang.
Dirinya juga menjelaskan, pemberlakuan PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang tidak efektif dan tidak efisien.
"Karena, selain biaya yang harus dikeluarkan para pengguna jasa transportasi udara yang masih terlalu mahal dan waktu untuk mengetahui hasil tes PCR terlampau lama, khususnya di daerah luar Jawa Bali," ujarnya.
Bahkan, kata dia, informasi di luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan lainnya tidak menerapkan tes PCR sebagai syarat perjalanan.
Apabila hasil negatif PCR tetap menjadi syarat perjalanan untuk moda pesawat udara, Trisna khawatir akan terjadi perpindahan moda transportasi yang pengawasannya tidak seketat transportasi udara.
"Bukan tidak mungkin pengguna jasa akan berbondong-bondong menggunakan transportasi lain selain udara. Siapa yang akan mengawasi, siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah prokes di moda tranportasi lain seperti darat dan laut bisa lebih baik dari pada apa yang sudah kita lakukan di bandara dan pesawat," imbuhnya.
Oleh karenanya, Trisna berharap, baik dari sisi persyaratan, penerapan dan pengawasan untuk perjalanan dalam negeri di setiap moda transportasi diperlakukan secara adil sesuai dengan kondisi real setiap daerah.
Dilakukan observasi lapangan yang real terhadap 3 moda transportasi yang ada, sebelum penerapan aturan, untuk mencegah penularan Covid-19 sehingga tidak muncul klaster-klaster baru.