Di sepanjang jalan kuno dibangun kanal yang digunakan sebagai jalur lalu lintas air.
Sultan Ageng Tirtayasa adalah Sultan Banten yang menjadi raja ke-enam.
Dalam masalah politik kenegaraan, Ia dengan tegas menentang segala bentuk penjajahan bangsa asing atas negaranya.
Mengembalikan Jayakarta kedalam kekuasaan Banten adalah cita-cita utama, dan karenanya Ia tidak pernah berkeinginan untuk berkompromi dengan Belanda.
Pada tahun 1642, hubungan Banten dengan Belanda semakin panas, dan pada tahun 1656 pasukan Banten bergerilya di sekitar Batavia.
Dan tahun 1657 Belanda menawarkan perjanjian damai, namun perjanjian itu hanya menguntungkan Belanda sehingga ditolak.
Sultan menugaskan salah seorang Putra Sultan Ageng Tirtayasa, yang bernama Pangeran Gusti atau dikenal dengan Sultan Haji sebagai utusan Kerajaan Banten.
Namun Sultan Haji memiliki sifat yang mudah dipengaruhi oleh Belanda, dan bahkan tidak segan untuk memihak pada kompeni.
Bila terjadi satu masalah, sifat Sultan Haji inilah yang pada akhirnya menyulut konflik antara ayah dan anak.
Dan akhirnya pada tanggal 28 sampai 29 Desember 1682, daerah Tirtayasa dapat dikuasai oleh Belanda.