Sejarah Menara Air Pandeglang dan Lebak, Cagar Budaya Peninggalan Kolonial Belanda

- 19 April 2024, 14:49 WIB
Potret bangunan Water Toren, Tempat Wisata Sejarah di Rangkasbitung/Tangkapan Layar/YouTube Hilda Rara
Potret bangunan Water Toren, Tempat Wisata Sejarah di Rangkasbitung/Tangkapan Layar/YouTube Hilda Rara /

KABAR BANTEN - Wilayah Kabupaten Pandeglang di Provinsi Banten memiliki sejumlah peninggalan sejarah dan prasejarah yang menjadi cagar budaya. Salah satunya adalah menara air Pandeglang.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Banten di Museum Situs Kepurbakalaan di Kawasan Kesultanan Banten

 Dikutip Kabar Banten dari kanal Youtube Mang Dhepi Channel, berdasarkan database Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang yang diterbitkan Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019 mennuliskan telah berdiri bangunan bersejarah yang dinamai Menara Air Pandeglang.

Secara administrasi berada di Jalan Masjid Agung Kebon Cau, Kelurahan Pandeglang, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Menara Air Pandeglang ini diperkirakan dibangun pada tahun 1848 di masa kolonial Belanda dan di masa lalu berfungsi sebagai sebagai penyedia air bersih di Kabupaten Pandeglang dan sekitarnya.

Menara air ini masih tetap berdiri kokoh di tengah hiruk pikuknya pusat Kabupaten Pandeglang. Selama ratusan tahun itu pula bangunan ini menjadi saksi bisu perjalanan Kabupaten Pandeglang.

Sampai di era modern hari ini bangunan ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan air di Kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Pandeglang pada masanya, dengan sumber mata air dari Ciwiat.

Kemudian ditampung dan dialiri ke bangunan-bangunan pemerintahan terdapat pintu masuk berwarna hijau di sisi barat yang hanya dibuka ketika akan melakukan perawatan.

Tinggi bangunan menara air sekitar 12 m dengan diameter sekitar 4 meter. Dilihat dari arsitekturnya, bangunan Menara Air Pandeglang kental dipengaruhi gaya eropa. Menara air bagian atas bangunan yang berbentuk silindrik terbuat dari bahan semen dan plester, terbuat dari bahan campuran pasir, kapur tanpa semen.

Sedangkan bangunan bagian bawah terbuat dari batu kali yang disusun sedemikian rupa dan berdinding tebal, dibangun dengan menggunakan bahan dari batu andesit atau batu kali.

Sementara pada puncak bangunan terdapat ornamen persegi yang terbuat dari kaca. Pada sisi barat daya bangunan terdapat sebuah pintu masuk yang terdiri dari dua buah daun pintu berpanil kayu, dan pada bagian atasnya terdapat Puvenli berupa panil-panil kaca dengan bentuk lengkungan yang sempurna, bagian atasnya berbentuk lengkung sempurna atau setengah lingkaran.

Pintu ini merupakan akses untuk memasuki ruang mesin, sedangkan bagian atas digunakan untuk menampung air. Selain untuk mengairi kawasan Pemerintahan Pandeglang, torn air ini juga digunakan Belanda untuk mengairi pabrik minyak kopra milik Belanda di Rangkas Bitung.

Menurut Yana Heriana selaku Kabid kebudayaan pada Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang, bangunan Menara Air PAndeglang ini sendiri sudah dilindungi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010, Tentang Cagar Budaya.

Meski sudah beberapa kali dilakukan pemugaran, namun bentuk bangunan Menara Air Pandeglang ini masih otentik seperti ketika awal pembangunannya. 

Bahkan banyak orang-orang yang sengaja datang untuk sekedar melihat dan menikmati bangunan bersejarah ini, sambil bersuap foto di depannya. Apalagi menara air tersebut sudah menjadi salah satu ikon dari Kabupaten Pandeglang. 

Dan selanjutnya air dari menara ini didistribusikan untuk warga wilayah Pandeglang dan warga Rangkas Bitung Kabupaten Lebak. Menara air fungsinya sebagai bak penampungan air untuk kemudian didistribusikan hingga ke wilayah Kabupaten Lebak.

Digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa di pabrikan mixed oil milik PT Semarang 01 yang diduga kuat milik Belanda kala itu, ungkap sejarawan Banten Dadan Sujana.

Dadan menerangkan bahwa berdasarkan dokumen dari Arsip Nasional yaitu Buku Perencanaan Pembangunan Industri Minyak Kelapa atau Kopra milik Belanda, Menara Air Pandeglang ini sangat penting bagi Pemerintah Hindia Belanda saat itu.

 Dadan bahkan mengatakan berdasarkan arsip serta dokumen yang dipelajarinya, menara air itu merupakan salah satu bangunan yang mempunyai peranan penting pada rentang waktu antara 1926 – 1931. 

 Dadan menambahkan setidaknya ada empat menara air yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda untuk memenuhi kebutuhan air ke pabrik pengolahan Kopra yang berada di Jalan RT Hardiwinangun Muara Ciujung Timur, Kecamatan Rangkasbitung.

Sayangnya bangunan itu sudah dipugar dan berganti menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Kabupaten Lebak, yakni Rangkas Bitung Indah Plaza atau Rabinsa.

Keempat bangunan menara air itu dua di antaranya ada di Pandeglang, yaitu di Kampung Kebon Cau Kelurahan Pandeglang dan di Kampung Tenjolaya. Namun sayang bangunan yang berlokasi di Kampung Tenjolaya sudah tidak ada.

Dua menara air lainnya yang dibangun di Kabupaten Lebak yaitu berlokasi di Desa Baros, Kecamatan Warunggunung dan di Kampung Pasir Tariti, Kelurahan Rangkas Bitung yaitu masih ada dan masih terawat.

Dipilihnya mata air di Kampung Kebon Cau Pandeglang, karena kualitas serta ketersediaan airnya cukup baik dan bahkan melimpah.

Sedangkan untuk mendorong air dari Pandeglang ke Rangkas Bitung perusahaan dari Belanda sengaja memboyong mesin pompa dari Jerman yang mampu menyeburkan air dengan kapasitas 5 liter air per detik. 

Secara kontur, Pandeglang berada diketinggian lebih dibandingkan dengan Lebak, maka Belanda mengambil air di Ciujung karena kemungkinan airnya dari dulu sudah keruh atau kualitasnya tidak begitu bagus.

Water Toren atau menara air di Rangkas Bitung merupakan peninggalan Belanda, selain Museum Multatuli salah satu wisata sejarah yang bisa dikunjungi di Kabupaten Lebak Banten adalah Water Toren atau menara air yang dibangun pada masa Hindia Belanda.

Di Lebak sendiri ada dua bangunan water toren, satu di Kecamatan Rangkas Bitung dan satu lagi di Kecamatan Warunggunung, keduanya diduga dibangun pada tahun 1931.

Bentuk bangunannya yaitu silinder dan pada bagian atas berbentuk segidelapan dengan tipe dinding Masonry berdasarkan angka tahun yang terdapat di atas pintu menara air tertulis angka 1931.

Pada tahun tersebutlah menara air atau water toren diduga dibuat dan diresmikan, menurut Kepala Bidang Kebudayaan Dindikbun Banten Dendi Hamdani.

Water toren yang ada di warung gunung berfungsi sebagai bak pengontrol air, sedangkan yang ada di Rangkas Bitung berfungsi menyalurkan air bersih ke seluruh wilayah Rangkas Bitung.

Water toren dibangun pada tempat yang lebih tinggi, sumber airnya berasal dari gunung Pulosari di Pandeglang. Dan menara Air ini pada masanya digunakan sebagai bak penampung air yang berasal dari mata air Ciwasiat, Gunung Pulosari di Pandeglang.

Pada masa Hindia Belanda water toren dikelola oleh Perusahaan Air Minum bernama Waterleidak Bedrif kemudian diambil alih oleh Jepang dan berganti nama menjadi Rangkas Bitung Suidosuyo, dan saat ini water toren sudah tidak difungsikan lagi. Namun bangunannya masih dirawat dan dipelihara.

 Pemerintah Kabupaten Lebak berencana membuka bangunan ini sebagai wisata sejarah. Berakhirnya masa penjajahan Jepang, maka Pemerintah Indonesia berhasil mengambil alih menara air ini dan mengganti namanya menjadi Kantor Air Minum Rangkas Bitung.

Mulai dari tahun 1970-an Menara Air ini sudah tidak digunakan lagi tapi masih tetap dirawat dan dipelihara. Water toren dalam Bahasa Belanda atau menara air berada di Pasir Tariti Kelurahan Rangkas Bitung Barat, Kecamatan Rangkas Bitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Dahulu kala bangunan ini berfungsi sebagai penampungan dan pengaturan air untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat Rangkas Bitung. Dan bangunan yang oleh masyarakat dikenal dengan istilah menara air ini difungsikan hingga tahun 1970-an yang mengambil air dari gunung Pulosari.

Menara Air ini berbentuk silinder namun bagian atasnya berbentuk segi delapan, terdapat satu pintu di dinding menara air. Dan di atas pintu terdapat angka tahun 1931 yang diduga merupakan angka tahun pembuatan water toren.

Cagar budaya water toren atau Menara Air Pandeglang yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda hingga saat ini masih berdiri kokoh di tengah pusat Kabupaten Pandeglang dan memiliki nilai bersejarah. 

Di Rangkas Bitung sendiri water toren dibangun pada tahun 1931 dan merupakan salah satu bangunan paling penting di Rangkas Bitung terutama pemerintahan dan pendatang Belanda yang mengandalkan bangunan ini untuk mencukupi kebutuhan air bersih selain dari sungai Ciujung langsung.

Tidak ada teknologi canggih untuk menyalurkan air ke rumah-rumah warga hanya mengandalkan tekanan air karena letak bangunannya tinggi jadi sangat mudah menekan air dari ketinggian bangunan 9 meter.

Selain di Rangkas Bitung water toren juga dibangun di Desa Baros Warunggunung fungsinya sebagai pengontrol jika terjadi sesuatu di Water Toren Rangkas Bitung.

Pada saat ini water toren tidak lagi berfungsi dan sudah menjadi bangunan sejarah Rangkas Bitung Lebak. Water Torent atau menara penampungan air yang berada di Kabupaten Lebak dahulu digunakan untuk menyalurkan air bersih namun saat ini water toren tersebut sudah tidak digunakan lagi.

Di Kabupaten Lebak ada dua water toran yang dibangun pada tahun 1931 pertama berada di Pasir Tariti, Kecamatan Rangkas Bitung dan yang kedua ada di Kecamatan Warunggunung.

Sedangkan water toren yang berada di Kabupaten Pandeglang dibangun sekitar tahun 1848, bangunannya sendiri di Kabupaten Pandeglang berada tepat di area pemerintahan daerah Pandeglang.

Water toren yang berada di Rangkas Bitung dibangun sekitar tahun 1931, keberadaan water toren tersebut zaman dahulu n untuk menyalurkan air bersih bagi warga Rangkas Bitung.

Sedangkan untuk water toren yang berada di Kecamatan Warunggunung sebagai pengontrol air yang disalurkan dari water yang berada di Kabupaten Pandeglang.

Ketika Multatuli ada di sini tahun 1856 Rangkas Bitung sudah menjadi ibukota Kabupaten Lebak. Oleh karena itu Rangkas Bitung membutuhkan pasukan air untuk masyarakat yang ada di Kota Rangkas Bitung.

Water toren ini adalah bak penyalur air bersih yang dibangun untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat dengan sumber air dari Pandeglang kemudian disalurkan ke wilayah Warunggunung dan dialirkan lagi ke Rangkas Bitung.

Pada bak penampung tidak ditemukan mesin penyalur air hanya ada pipa itu masih ada di beberapa wilayah di sekitar pemerintah daerah Lebak, hanya saja letaknya sudah tidak terlihat karena tertimbun.

Baca Juga: Sejarah Pangkalan Udara Gorda Peninggalan Jepang di Cikande Serang Banten, Banyak Cucuran Darah dan Air Mata

Itulah sejarah Menara Air Pandeglang dan Water Toren Lebak yang merupakan peninggalan Hindia Belanda yang harus dipelihara kelestariannya.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah