Pilkada Kota Cilegon 2020: Potensi Politik Uang Dinilai Tinggi, Sejumlah Kalangan Sampaikan Ini

- 22 Oktober 2020, 09:00 WIB
Pilkada Ilustrasi
Pilkada Ilustrasi /

KABAR BANTEN - Potensi praktik politik uang atau money politic pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Cilegon 2020 dinilai tinggi. Salah satu ciri yang mendukung potensi tersebut, minimnya informasi tentang pasangan calon (paslon) kepala daerah yang ikut kontestasi pilkada, di mata masyarakat.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah masyarakat kurang begitu mengenal para paslon yang manggung pada Pilkada Kota Cilegon 2020. Tidak hanya pribadi para pasangan, warga juga tidak tahu visi dan misi yang diusung para calon.

Hal itu akibat kampanye tatap muka yang dilakukan para calon, tidak menyeluruh dilakukan terhadap masyarakat Kota Cilegon. Akibatnya, banyak dari mereka masih kebingungan untuk memilih siapa calon yang akan mereka dukung.

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta, Suwaib Amiruddin mengatakan, minimnya informasi tentang paslon akibat dari aturan pembatasan jumlah massa yang diperbolehkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), di setiap agenda kampanye tatap muka. Selain itu, para tim sukses tidak memaksimalkan cara-cara lain dalam berkampanye.

“Ini memang konsekuensi dari pembatasan jumlah massa di setiap kampanye tatap muka. Timses pun kurang mengekspolre cara-cara lain dalam berkampanye, misalkan melalui media massa, yang sebetulnya media paling dipercaya oleh masyarakat,” katanya saat dihubungi, Rabu 21 Oktober 2020.

Baca Juga : Pilkada Kota Cilegon 2020, Banyak Warga Tak Tahu Calon

Menurut dia, kondisi ini perlu segera disikapi oleh seluruh pihak. Sebab, minim informasi akan calon berpotensi pada gencarnya praktik money politic.

“Ketika masyarakat tidak tahu siapa yang harus dipilih, akhirnya celah akan money politic menjadi tinggi. Saya kira itu perlu disikapi secara bersama, baik oleh KPU, Bawaslu, juga para paslon,” ujarnya.

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menerima politik uang. Sebab, pimpinan daerah yang lahir dari produk money politic, akan berimbas buruk kepada masyarakat sendiri.

“Money politic kan sama saja membeli suara, sehingga ketika suara telah dibeli, ya sudah, tidak ada urusan lagi. Beda kalau si kepala daerah terpilih merupakan hasil pilihan rakyat. Tentu kepala daerahnya akan sayang dengan rakyat, sehingga rakyat akan diperhatikan,” ujar Suwaib.

Baca Juga : Pilkada Kota Cilegon 2020: Dengan Jumlah Terbatas, KPU Siapkan Masker di TPS

Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cilegon Rikil Amri menuturkan, meminimalisir potensi politik uang merupakan tanggung jawab bersama. Baik itu KPU, Bawaslu, paslon, juga masyarakat.

“Paslon harus gencar bersosialisasi, KPU pun harus membantu. Masyarakat juga harus berani menolak kalau ditawarkan uang. Ini memang tanggung jawab bersama,” ucapnya.

Ia memaklumi jika pandemi Covid-19 membuat agenda kampanye tatap muka menjadi sangat terbatas. Namun, kata dia, hal itu tidak boleh jadi alasan paslon untuk terjebak dengan situasi tersebut.

“Paslon dan timsesnya harus kreatif. Kan banyak cara untuk berkampanye, bukan hanya melalui tatap muka. Optimalkan media massa, media sosial, jejaring sosial, juga branding imaje dengan turun langsung ke masyarakat,” ujar Rikil Amri.

Senada dikatakan Ketua Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) Rizki Putra Sandika. Ia sepakat jika minim informasi tentang paslon akan berpotensi pada munculnya money politic. Ia menilai, jika gerakan timses dan paslon dalam menyosialisasikan visi dan misi mereka kurang gencar.

“Lihat di medsos, yang ada saling sindir. Minim sekali postingan-postingan tentang visi dan misi mereka. Jadinya antipati dengan paslon, bukannya simpati,” ucapnya.***

Editor: Kasiridho


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x