8 ASN Pemkab Serang Jalani Sidang Kode Etik, Satu Di Antaranya Terancam Diberhentikan

- 10 November 2020, 05:30 WIB
ASN logo ilustrasi
ASN logo ilustrasi /

KABAR BANTEN - Sebanyak delapan (8) aparatur sipil negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang yang diduga indisipliner disidang oleh majelis kode etik di Sekteratiat Daerah (Setda) Kabupaten Serang, Senin, 9 November 2020.

Satu di antaranya berpotensi mendapatkan sanksi diberhentikan secara hormat tidak atas kemauan sendiri.

Berdasarkan data yang dihimpun Kabar Banten dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Serang, delapan orang yang disidang itu, terdiri atas dua orang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud). 

Kemudian, tiga orang dari Dinas Kesehatan (Dinkes), satu orang dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayann Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), satu orang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), dan satu orang dari Setda.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang Tubagus Entus Mahmud Sahiri mengatakan, hari ini (kemarin) pihaknya melakukan sidang kode etik dan perilaku ASN yang diduga melakukan pelanggaran kode etik.

"Hari ini Senin, 9 November 2020, kami ada delapan ASN yang dianggap melakukan pelanggaran kode etik," ujarnya kepada Kabar Banten saat ditemui di ruang kerja seusai sidang.

Baca Juga : Sudah Ditutup Operasi Lagi, Warga Demo Galian C di Petir

Ia menuturkan, sidang itu dilakukan, karena mulai sekarang dan ke depan sanksi ASN yang melanggar kode etik diputuskan oleh majelis kode etik dan tidak hanya oleh BKPSDM.

Di majelis tersebut, dinilai seberapa berat atau ringan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN. Di dalam majelis itu, terdiri atas Sekda, Inspektur, BKPSDM, dan Bagian Hukum. Kemudian, juga melibatkan atasan ASN langsung yang melakukan pelanggaran tersebut.

Dari sidang itu, untuk rekomendasi sanksi yang akan disampaikan ke bupati untuk ditentukan, ujar dia, itu sudah diputuskan, sanksinya di antaranya ada berupa penurunan pangkat satu derajat di bawah selama satu tahun dan tiga tahun.

Kemudian, ada juga yang diberhentikan tidak atas permohonan sendiri dan ada yang dibebaskan dari jabatan. Sanksi pelanggaran kode etik yang paling berat, yakni diberhentikan dengan tidak hormat, sehingga otomatis dia tidak dapat pensiun.

"Hari ini tidak ada yang masuk kategori (diberhentikan tidak hormat). Ada juga yang diberhentikan dengan hormat tidak atas kemauan sendiri, tapi dia dapat pensiun. Hanya satu orang yang berpotensi," ucapnya, Senin, 9 November 2020.

Baca Juga : 78 Hektare Lahan di Lontar Ditanami Mangrove

Untuk pelanggaran yang dilakukan, menurut dia, bermacam-macam, di antaranya masalah keluarga, sebab untuk ASN masalah keluarga ada kode etiknya tidak seenaknya seperti yang bukan ASN.

"Adapun keputusannya nanti, karena sekarang masih proses kami belum bisa tetapkan si A sanksi ini, SK (surat keputusan) nanti di tandatangani bupati definitif," tuturnya.

Ia mengatakan, akan terus melakukan pembinaan kepada ASN melalui BKPSDM dan Inspektorat. Namun, dia meminta, agar satu kasus dugaan pelecehan yang diduga dilakuan ASN dari Dindikbud, agar menjadi perhatian.

"Kasus dugaan pelecehan harus jadi perhatian kadis dan jajaran untuk melaksanakan pembinaan secara intensif di samping saya juga sebagai sekda akan turun ke Dindik," katanya.

Baca Juga : Angka Pengangguran Kabupaten Serang Tak Lagi Tertinggi, Ini Upaya Pemkab Serang untuk Mengurangi

Sementara, Kepala BKPSDM Kabupaten Serang Mohamad Ishak Abdul Rouf menuturkan, sidang majelis ini merupakan pemenuhan terhadap Perbup Kode Etik Nomor 34 Tahun 2019 tentang Kode Etik.

Dulu untuk pemberian sanksi ketika ada pelanggaran sifatnya dari BKD ke Inspektorat dan bupati (yang menentukan), namun kini untuk yang pertama di Indonesia Kabupaten Serang membuat majelis kode etik.

"Hasil majelis disampaikan ke bupati nanti bupati yang menentukan sanksinya," ujarnya.

Ia menjelaskan, sidang ini bukan untuk menghukum ASN, namun proses untuk ke arah pemberian sanksi. Dalam majelis ini dilihat kesalahan ASN, hasil pemanggilan dan yang meringankan, sehingga tidak ada unsur subjektif, namun berdasarkan kesalahan termasuk jika ada pembelaan.

"Kasusnya disiplin saja, yang disandang golongan III semua. Intinya kedisiplinan yang melanggar kode etik ASN tidak masuk kerja lebih 30 hari, utang piutang, nipu orang. Kalau perselingkuhan enggak masuk hanya perceraian. Teknis perceraiannnya," ujarnya.

"Kalau dugaan pelecehan belum, itu diserahkan ke polisi kalau sudah diambil polisi, kami tidak berhak, ketika hasil kepolisian ada yang pelecehan, kemudian sidang dihukum sekian tahun baru konfirmasikan dengan aturan yang ada apakah diberhentikan atau dipecat," sambungnya.***

Editor: Kasiridho


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah