Diduga Korban TPPO, TKW Ciruas Dikabarkan Disiksa Agensi

13 Juli 2019, 14:00 WIB
PSX_20190713_155602

SERANG, (KB).- Muhidoh Saroh (23), tenaga kerja wanita (TKW) asal Kampung Kejambulan, Desa Gosara, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang dikabarkan mengalami kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh pihak agensi di Abudabi. Hingga saat ini, ibu satu anak yang juga diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut, masih belum berhasil dipulangkan dari Timur Tengah.

Paman korban Sutiadi mengatakan, korban berangkat ke Timur Tengah sekitar 2 bulan lalu atau pada Mei 2019. Korban berangkat melalui sponsor di Kaserangan, Kecamatan Pontang. Korban mengatakan, memiliki keponakan yang bekerja di Abu Dhabi.

“Kalau menurut pengakuan sponsornya dia enggak ada mekanisme pendidikan (sebelum berangkat), dia sepertinya nonprosedural. Jadi, setelah ada visa dia langsung berangkat,” katanya kepada Kabar Banten saat ditemui di rumahnya, Jumat (12/7/2019).

Menurut dia, keberangkatan keponakannya ke Timur Tengah juga tanpa mendapatkan restu dari suaminya. Sebab, dia berangkat melalui jalur tidak resmi. Namun, sang istri memaksa untuk berangkat. “Suaminya bukan enggak tahu, tapi dia enggak merestui. Tapi, dia (Saroh) memaksakan diri. Entah dia terjerat iming-iming atau bagaimana,” ujarnya.

Ia menuturkan, setelah sampai di Abu Dhabi, dia sempat bekerja, namun Saroh tidak betah. Kemudian, dia dikembalikan ke agensi. Akan tetapi, di agensi tersebut, dia justru mendapatkan perlakuan kasar atau kekerasan fisik. “Saya dapat kabar ini (kekerasan) setelah satu minggu berangkat. Ia telepon pakai nomor temennya orang Uganda,” ucapnya.

Bahkan, tutur dia, sejak saat itu Saroh sudah tujuh kali berganti majikan. Ia ingin pulang ke tanah air dan tidak betah di sana. Selama dua bulan bekerja terxsebut, dia tidak mendapatkan gaji sama sekali. “Enggak tahu kenapa pindah pindah dan disiksa, ini kan dia baru pertama kali berangkat ke luar negeri. Ini enggak sesuai penempatan, ini eksploitasi,” katanya.


Paman korban mengatakan, terakhir kali Saroh memberikan kabar dua hari lalu melalui sambungan telepon. Ia sudah berada di Ras Alkhaimah salah satu daerah di Abu Dhabi. “Ia telepon juga pakai nomor temannya. Bahkan, temannya juga kirim foto (melalui WhatsApp) kondisi Saroh yang luka,” ujarnya.

Mendengar kabar tersebut, dia kemudian menemui suami Saroh, yakni Anwaruddin untuk menceritakan kisah tersebut. Mereka kemudian melaporkan kasus tersebut, ke Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Serang. Selain itu, pihaknya juga sudah membuat laporan ke Kemenlu dan BNP2TKI. “Kalau ke Polda hanya konsultasi saja, Senin (8/7) kemarin. Pada Rabu (17/7/2019) tindak lanjutnya, saya akan ajak lagi suaminya ke BNP2TKI,” ucapnya.

Ia sudah sempat menemui pihak sponsor, namun berdasarkan keterangannya sponsor tidak bersalah. Bahkan, dia sudah mendapatkan izin berupa tanda tangan untuk memberangkatkan Saroh ke luar negeri.

“Tapi, kata Anwar (suami Saroh) enggak merasa (tanda tangan), jadi entah siapa. Terlepas ditandatangani oleh siapa, dia tetap akan berurusan dengan hukum, karena itu sudah TPPO (tindak pidana perdagangan orang). Izin saja ilegal, itu salah, karena tidak prosedural,” tuturnya.

Menurut dia, suami korban juga sudah meminta, agar istrinya dipulangkan ke sponsor, tetapi justru diminta Rp 15 juta terlebih dahulu. Sekarang Anwar sudah didampingi pengacara dari solidaritas perempuan. “Saya sudah membuat tuntutan pengaduan pertama pemulangan, kedua minta dipenuhi hak-hak dia,” katanya.

Sementara, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Provinsi Banten Maftuh Hafi Salim menyikapi kasus tersebut, SBMI akan tetap memantau dan mendampingi serta menyelamatkan korban. “Tapi, tidak luput juga kami tetap laporkan ke Polda Banten tentang TPPO. Karena ada unsur itu, mulai dari tata cara, proses sampai eksploitasi dan kekerasan,” ucapnya.

Ia menuturkan, pemerintah harus benar-benar tahu tentang TPPO tersebut. Menurut dia, kasus seperti ini jangan sampai dibiarkan dan mandek. Oleh karena itu, ketika pihak keluarga meminta untuk didorong ke ranah hukum, maka SBMI akan semaksimal mungkin mendorong, agar menjadi satu pelajaran pertama bagi salah satu sindikat dan ada yang dipenjarakan.

“Walau sponsosr mengaku tidak bersalah, tapi dia sudah memberangkatkan ke Timur Tengah itu sudah salah. Kalau di permenaker sudah melanggar nomor 260 tentang pemberangkatan TKI unprosedural. Kalau untuk eksploitasi dan lainnya ini jelas dari hasil audit kami sudah melanggar UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO,” katanya. (DN)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler