Diduga Jadi Penyebab Banjir di Bojonegara, Pemkab Serang Segera Panggil Penambang

9 Januari 2020, 11:00 WIB

SERANG, (KB).- Pemerintah Kabupaten Serang segera memanggil perusahaan penambangan dan reklamasi di wilayah Kecamatan Bojonegara, Senin (13/1/2020). Hal itu dilakukan sebagai bentuk rencana aksi penyelesaian banjir menahun yang sering terjadi di Kecamatan Bojonegara.

Wakil Bupati Serang Pandji Tirtayasa mengatakan, ketika dirinya datang ke Bojonegara, Selasa (7/1/2020), masyarakat sedang meluapkan kemarahannya dengan memblokade jalan nasional. Ruas jalan baru dibuka ketika dirinya datang ke lokasi dan menyanggupi permintaan masyarakat untuk mencari solusi banjir tersebut.

"Kemarin saya sanggupi cari opsi, harus ada rencana aksi dalam seminggu. Kalau enggak ada, mereka akan class action. Artinya gugatan perdata bahwa pemerintah tidak peduli pada masyarakat. Kita siap saja," ujarnya kepada Kabar Banten saat ditemui di ruangannya, Rabu (8/1/2020).

Baca Juga : Diduga Akibat Gunung Gundul, Bojonegara Terendam Banjir

Pandji mengatakan, salah satu solusi untuk mengatasi masalah banjir ini adalah mengundang perusahaan. Pemanggilan akan dilakukan Senin (13/1/2020). Selain pengusaha, pihaknya juga akan mengundang masyarakat, forkopimda, juga balai besar jalan raya nasional untuk menyelesaikan masalah banjir Bojonegara tersebut.

Melalui pemanggilan itu, pihaknya akan merekomendasikan kepada perusahaan agar peduli pada lingkungan dan membuat serta melebarkan saluran air. Sebab jika tidak, dirinya khawatir masyarakat akan mengamuk kembali. Akibatnya bisa fatal, lalu lintas ekonomi di Bojonegoro bisa terhambat jika masyarakat kembali memblokade jalan.

"Kemarin saja ditutup dari jam 1-4 saja kendaraan ngantre sampai Serdang. Yang rugikan pengusaha juga," ujarnya.

Pandji mengatakan, penyebab banjir di Bojonegoro bisa dikatakan karena adanya eksploitasi alam berupa reklamasi dan penambangan batu. Akibatnya, terjadi penyempitan saluran air yang sangat krusial. Karena pertama, saluran air dari hulu sudah dirusak oleh penambang batu, sehingga otomatis air tak terbendung.

Kedua, saluran air yang harusnya menjadi akses air ke laut semakin sempit. Padahal pada satu pihak volume air meningkat, sementara saluran menyempit karena reklamasi. Selain itu, jembatan di jalan nasional Bojonegara-Pulo Ampel juga terlalu kecil untuk saluran air. Akibatnya, sampah mampet di bawah jembatan.

"Persoalan ini sudah berulang setiap musim hujan selalu berulang. Permasalahannya itu jalan nasional, jembatan nasional. Kami juga bisa memahami masyarakat bahwa kami (masyarakat) enggak mau tahu jalan siapa, pokoknya wilayah kami nyaman. Saya bilang ke DPUPR, kita jangan bilang kewenangan, karena secara eksisting masyarakat terbebani oleh saluran air yang tersumbat ke laut," ucapnya.

Wajib buat saluran

Padahal, kata Pandji, ada peraturan daerah di Kabupaten Serang yang mewajibkan perusahaan membuat saluran air menuju ke laut di area reklamasi baik ada atau tak ada sungai.

"Perda kabupaten itu, karena ini kemarin sudah akumulasi kekecewaan masyarakat yang saban tahun tidak ada solusi. Makanya kita coba undang untuk mematuhi peraturan daerah," katanya.

Dirinya mengaku gelap dengan masalah reklamasi di wilayah tersebut. Sebab, kewenangan reklamasi adanya di provinsi, sehingga tidak tahu perusahaan tersebut sudah mengantongi izin atau belum. Namun secara eksisting di lapangan, aktivitas reklamasi dilakukan secara masif di wilayahnya.

Disinggung soal komunikasi dengan provinsi selaku pemilik kewenangan reklamasi dan penambangan, Pandji mengatakan belum tahu. Sebab pada saat kejadian, seharusnya provinsi turun tetapi tidak ada.

"Tadi malam sudah ada pengerukan. Saya telepon perusahaan, saya minta turunkan alat berat. Sungai dilebarkan dan didalami," tuturnya.

Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang Sri Budi Prihasto mengatakan, adanya banjir tersebut disinyalir terkait aktivitas pertambangan. Namun demikian, untuk perizinan pertambangan ada di provinsi.

"Kita dari aspek lingkungan hidup. Dalam hal pengajuan izin lokasi ada dokumen lingkungan, tapi ada kegiatan rehabilitasi lahan yang digunakan pertambangan. Sebelumnya, kami ada aktivitas tanam pohon di lokasi dekat pertambangan di sekitar perumahan rakyat," ujarnya.

Budi mengatakan, ke depan pihaknya akan meminta pertanggungjawaban dokumen perusahaan terkait. Selama ini ia sudah melakukan pengawasan namun belum optimal karena jumlah pengawas yang terbatas.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 243 unit rumah, SMA, PAUD hingga SD di dua desa yakni Bojonegara dan Margagiri Kecamatan Bojonegara terendam banjir. Akibatnya aktivitas di wilayah tersebut pun sempat lumpuh. (DN)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler