Demokrasi Banten Dinilai Oligarki

- 23 Juli 2017, 06:00 WIB
demokrasi
demokrasi

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI), Pramono Ubaid Tanthowi menilai, demokrasi Banten masih diliputi oligarki, terlihat dari banyaknya pergantian kekuasaan yang hanya berputar pada lingkaran kelompok tertentu saja.  "Tantangan ke depan semakin sulit semisal praktik oligarki. Demokrasi itu kan sejatinya arena sirkulasi para elite, arena pergantian kekuasaan, tapi sekarang ini perputarannya ke situ-situ saja, sirkulasinya tak berjalan," katanya saat menjadi narasumber dalam dialog publik yang digelar pihak Suwaib Amiruddin Foundation di Sekretariat Kompleks Persada Banten, Kelurahan Kepuren, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Jumat (21/7/2017). Indikasi yang mengarah kepada oligarki tidak hanya terjadi pada satu titik saja, tetapi hampir di seluruh kabupaten/kota se-Banten. Rata-ratanya perputaran kekuasaan jatuh kepada orang yang mempunyai hubungan kekerabatan. "Mekanisme demokrasi tidak berjalan, lingkarannya terbatas," ujarnya. Menurut mantan Ketua Bawaslu Banten tersebut, salah satu penyebab terjadinya praktik oligarki, yaitu cara rekrutmen calon yang hampir kebanyakan masih bersifat pragmatis, cenderung mengusung sosok yang potensial dari segi elektabilitas. "Tak pandang kualitas yang penting isi tas. Seharusnya kan cenderung memilih sosok yang betul-betul paham permasalahan suatu daerah. Kalau tidak mau lari dari lingkaran itu ya susah," ucapnya. Alumni program Pascasarjana University of Hawaii tersebut menuturkan, jika oligarki diteruskan, bukan tindak setiap perhelatan pesta demokrasi akan melulu bicara tentang uang. "Jangan sampai kepala daerah nanti pakai rumus 212, 2 tahun pertama fokus mengembalikan modal, setahun fokus bekerja dan 2 tahun persiapan untuk pencalonan berikutnya," tuturnya. Melihat kondisi tersebut, pilkada serentak yang akan dilakukan di empat kabupaten/kota se-Banten ke depan dapat dijadikan contoh, di mana pilkada mendasarkan kepada kualitas calon, bukan hanya hal kekuatan modal. Daerah yang paling potensial dijadikan percontohan, yaitu Kota Serang, sebagai ibu kota provinsi, Kota Serang dianggap akan lebih cepat memberikan efek terhadap kabupaten/kota lainnya. "Di Jawa Timur misalnya, kalau menjadi kepala daerah bagus dan berkualitas, mereka tidak perlu repot-repot mencari dukungan pada pencalonan berikutnya. Partai politik malah yang antre. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa ada cara lain selain cara korup," katanya. Dalam kesempatan sama, anggota Komisi II DPR RI, Yandri Susanto meminta, masyarakat lebih hati-hati dalam memilih pemimpin. Kesalahan memilih pemimpin akan berimbas kepada nasib masyarakat itu sendiri. "Jangan asal pilih calon pemimpin. Jangan pilih calon yang curang, karena yakin Banten akan rusak, demikian juga calon yang hanya memikirkan kekuatan modal, itu juga membuat Banten rusak," ujarnya. Komisioner Bawaslu Provinsi Banten, Abdul Rosyid berharap, dalam pilkada serentak ke depan, seluruh masyarakat dapat terlibat aktif dalam upaya pengawasan. Peran masyarakat dianggap sangat penting untuk menciptakan demokrasi yang berkualitas. Sementara itu, Direktur Rumah Buku Suwaib Amiruddin Foundation (SAF), Agus Aan Hermawan menuturkan, diskusi yang dilaksanakan pihaknya bertujuan untuk membangun pemahaman demokrasi masyarakat. Kegiatan yang akan terus berjalan tersebut, diharapkan memberikan sumbangsih terhadap perbaikan demokrasi Banten. "Sebagai masyarakat kita harus melek demokrasi," tuturnya. (H-51)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x