Sidang Perdana Dwi Hesti, Jaspel Untuk Akreditasi RSU Banten

- 14 September 2017, 07:15 WIB
sidang perdana dwi direktur rsu banten
sidang perdana dwi direktur rsu banten

SERANG, (KB).- Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) Banten Dwi Hesti Hendarti didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Serang melakukan tindak pidana korupsi dengan menyelewengkan dana jasa pelayanan (jaspel) tahun 2016 senilai Rp 2,398 miliar. Dana Rp 2,398 miliar itu digunakan Dwi untuk kepentingan persiapan akreditasi RSU Banten dan keperluan lain diluar peruntukan dana jaspel. Penyelewengan dana jaspel Rp 2,398 miliar dilakukan Dwi dengan cara memindahkannya ke rekening para direksi RSU Banten. Hal tersebut terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (13/9/2017). Sidang beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh JPU Kejari Serang yang diketuai oleh AR. Kartono di hadapan ketua majelis hakim Sumantono dan terdakwa Dwi. Dalam sidang tersebut, Dwi didampingi empat kuasa hukumnya yang diketuai oleh Cristine Susanti. "Bahwa terdakwa Dwi Hesti Hendarti beralasan kepada Oman Abdurohman (koordinator tim perhitungan dana jaspel) penitipan dana jaspel ke direksi tersebut karena RSUD Banten sedang butuh banyak dana dan salah satu rencananya akan dipergunakan sebagai dana persiapan akreditasi RSUD Banten," ujar AR. Kartono. Padahal, kata Kartono, RSU Banten sendiri telah mengalokasikan pagu anggaran sebesar Rp 344.436.740 untuk kepentingan akreditasi rumah sakit. Pagu anggaran tersebut telah dianggarkan dalam dokumen pelaksanaan perubahan anggaran (DPPA) SKPD Nomor: 1.02.03.01.23.15.5.2 tanggal 21 Oktober 2016. "Karena tidak bisa membantah instruksi terdakwa, Oman Abdurohman dan tim melaksankan perhitungan dana jasa pelayanan kesehatan dengan pola untuk bulan April 2016 dihitungkan dengan pola 39 persen sebagai pola baku dan 5 persen ditempatkan dalam perhitungan direksi RSUD Banten," katanya. Dana untuk jaspel RSU Banten tahun 2016, dijelaskan AR. Kartono, telah dianggarkan Rp 17.872.705.241 dari Rp 41.182.933.475. Jumlah tersebut 44 persen dari pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan kesehatan di RSU Banten tersebut berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor: 33 Tahun 2016 tanggal 30 Mei 2016. Dengan payung hukum tersebut terdakwa lalu mengeluarkan surat keputusan (SK) Nomor: 821/0514/RSUD/VI/2016 tanggal 1 Juni 2016. Terdakwa mengeluarkan SK tersebut untuk memperjelas pembagian insentif untuk jasa pelayanan RSU Banten. Dari 44 persen dana jaspel yang dianggarkan 6,2 persen sampai 6,3 persen ditransfer kepada empat direksi yang satu di antaranya terdakwa. Sedangkan tiga direksi lain yang menerima uang tersebut yakni Wakil Direktur Penunjang Madsubli Kusmana, Wakil Direktur Pelayanan Kesehatan Lilianni Budiyanto dan Wadir Kesehatan Iman Santoso. Keempatnya menerima dana jaspel dari bulan Juni sampai dengan Desember 2016. Setelah ditransfer ke rekening tiga wakil direktur selanjutnya sebagaian besar dana jaspel tersebut diserahkan ke terdakwa. Penyerahan dilakukan dengan cara tunai dan transfer melalui rekening BJB milik terdakwa dengan nomor rekening 0123210124881. "Bahwa dana jasa pelayanan medis 6,2 persen sampai dengan 6,3 persen merupakan dana yang ditempatkan oleh tim penghitung jaspel sesuai dengan instruksi terdakwa di direksi dengan perincian 1,2 sampai dengan 1,3 persen sebagai dana un cost dan 5 persen sebagai dana yang digunakan untuk kepentingan terdakwa," tuturnya. Dana un cost disini digunakan terdakwa untuk keperluan tidak terduga. Akibat perbuatan terdakwa dituding JPU telah mengakibatkan kerugian negara dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain sebesar Rp 2.398.749.373,87. Jumlah tersebut berdasarkan laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian negara atas kasus dugaan korupsi dana jaspel tahun 2016 oleh Inspektorat Provinsi Banten. "Nilai kerugian nergara Rp 2.398.686.504,07 berasal dari penyisihan 5 persen sebesar Rp 1.907.218.329.10 dan penyisihan remunerasi hak wakil direktur sebesar Rp 491.530.981,77," katanya. Perbuatan terdakwa oleh JPU dijerat dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketiga Pasal 8 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keempat Pasal 12 hurf f jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menanggapi surat dakwaan JPU tersebut kuasa hukum Dwi, Cristine Susanti tidak langsung mengajukan eksepsi atau menerima dakwaan. Ia meminta kepada majelis hakim untuk memberikan waktu selama tujuh hari untuk mempelajari surat dakwaan sebelum menentukan sikap.  Sebelum sidang ditutup, Cristine juga memohon kepada majelis hakim agar kliennya tidak ditahan di Rutan Klas II B Serang. Ia memohon agar penahanan kliennya dialihkan menjadi penahanan kota atau penahanan rumah dengan jaminan keluarga. "Akan mempertimbangkan dulu pengalihan penahanan rumah atau kota silakan itu hak, nanti dipertimbangkan majelis dikabulkan atau tidak," tutur ketua majelis hakim Sumantono. Seusai pengajuan permohonan tersebut, sidang ditutup oleh ketua majelis hakim Sumantono. Rencananya sidang akan kembali digelar pada Rabu pekan depan dengan agenda mendengarkan sikap kuasa hukum terdakwa terkait surat dakwaan JPU. (H-47)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah