Aktivitas Nelayan di Bulan Ramadan, Menantang Dahaga di Lautan

- 23 Mei 2018, 23:30 WIB
nelayan
nelayan

Ramadan memang bulan yang didalamnya penuh berkah. Berbagai cara dilakukan masyarakat, khususnya umat muslim dari berbagai kalangan untuk menyambutnya. Tak terkecuali, para nelayan di Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, yang tetap melaut dan harus menantang dahaga di lautan lepas. Bekerja menangkap ikan atau biota lainnya di laut saat Ramadan, bukanlah hal yang mudah. Sebab, mereka harus menahan dahaga di bawah lautan lepas dengan terik matahari. Bukan hanya itu, mereka juga harus menarik jaring yang bebannya mencapai 100 kilogram. Memasuki kampung nelayan di Lontar, mata kita terfokus pada puluhan kapal yang terparkir di sana. Kapal-kapal kecil milik nelayan bersandar, karena selama Ramadan mereka berhenti melaut. Bukan karena malas atau tak ada ikan karena cuaca yang tak bersahabat, namun berhenti melaut harus mereka lakukan sebagai tradisi tahunan untuk menyambut Ramadan. Seorang nelayan, Saiban mengatakan, menyambut Ramadan para nelayan termasuk dirinya biasa istirahat tidak melaut. Setelah dua hari puasa, baru lah para nelayan melakukan aktivitasnya seperti biasa. "Tradisinya emang begitu, dan itu semua nelayan," ujarnya kepada Kabar Banten saat ditemui di lokasi, Jumat (18/5/2018). Tradisi libur melaut itu, biasa digunakannya untuk memperbaiki peralatannya mulai dari jaring hingga kapal. "Malu juga soalnya kalau enggak libur, udah biasa gitu soalnya. Nanti Sabtu pada berangkat lagi," ucapnya. Saat bulan puasa, para nelayan pun tetap menjalankan ibadah tersebut. Tantangan terbesar melaut selama Ramadan adalah terik matahari yang kadang tidak bersahabat. Selain itu, beban menarik jaring yang mencapai 1 kuintal. "Itu doang beratnya, tapi tetap puasa. Enggak puasa juga rugi orang di laut mah enggak ada makanan," katanya. Biasanya, aktivitas melaut dilakukan sehabis makan sahur. Makan sahur tak pernah dilewatkan, karena momen berharga untuk berkumpul dengan keluarga. Sekitar pukul 04.00, mereka pun terjun ke laut lepas. "Kalau jauh mah berangkatnya pukul 03.00. Terus pulang pukul 10.00-11.00 siang," tuturnya. Saiban mengatakan, biasa berangkat melaut bersama tiga orang temannya. Aktivitas melaut itu tetap harus dilakukan, terlebih bulan puasa dimana kebutuhan akan semakin besar. "Banyak butuhnya untuk beli baju baru anak dan istri, daging kan namanya mau lebaran. Kalau puasa kemarin mah banyak tangkapan, enggak tahu sekarang mah. Kan nelayan yang melaut bukan cuma cari ikan, rajungan juga rumput laut," ucapnya. Tetap berpuasa Sebenarnya, kata dia, jam melaut selama puasa dengan hari biasa tidak ada bedanya. Sebab kebiasaan melaut nelayan Lontar memang berbeda dengan nelayan di daerah lain. "Kalau di kita mah enggak nginep di laut, beda sama di daerah lain yang berhari-hari di laut," katanya. Hambatan terbesar menjadi nelayan kata dia hanya cuaca dan ombak. Jika ombak dan angin besar, maka aktivitas melaut pun akan berhenti. Padahal saat melaut pun penghasilannya tidak besar, hanya Rp 300.000-400.000 per hari dan itu pun dibagi dengan teman melautnya. "Pusing saya kalau sudah enggak melaut," ujar pria yang telah puluhan tahun menjadi nelayan itu. Nelayan lainnya Hasan mengaku tetap berpuasa selama Ramadan. Sebab puasa adalah kewajiban dan tidak boleh ditinggalkan. "Puasa alhamdulillah," ujarnya. Menurut dia, tradisi nelayan saat Ramadan sebenarnya sama saja dengan kebanyakan warga lainnya. Siang berpuasa dan malam salat tarawih. Soal melaut, dirinya pun biasa berhenti melaut saat awal Ramadan. Namun untuk selanjutnya, semua bergantung cuaca dan kondisi laut. "Tahun ini mah enggak tahu melaut enggak, soalnya enggak ada ikan. Padahal kebutuhan banyak mau lebaran," katanya. (Dindin Hasanudin)*

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah