Optimalisasi Khutbah Jumat

4 September 2020, 10:01 WIB
Kholid Makmun /

Seiring dengan berkembangnya zaman dan bergantinya generasi maka secara otomatis terjadi pergeseran nilai dan budaya yang ada di masyarakat. Dan ini sudah menjadi sunatullah, bahwa perubahan demi perubahan akan selalu membersamai manusia dari masa ke masa, sehingga permasalahan yang dihadapinya pun semakin banyak dan komplek.

Namun demikian manusia tidak usah khawatir karena Allah telah memberikan pegangan bagi manusia yang diwariskan melalui Rasulullah Saw. Untuk umatnya agar tidak tersesat dan salah jalan, Yaitu Alqur’an dan Hadits.

Islam sebagai ajaran ilahiyah yang berisi tata nilai kehidupan hanya akan menjadi sebuah konsep yang melangit jika tidak teraplikasikan dalam kehidupan nyata. Masyarakat akan tenggelam dalam kesesatan dan tetap dalam kegelapan jika tidak disinari oleh terangnya cahaya Islam, manusia akan hidup dalam kebingungan dan kebimbangan jika hidup tanpa pegangan yang kokoh dengan ajaran Tuhan.

Maka, dakwah sebagai suatu bentuk ikhtiar untuk menyebarkan agama Islam di tengah masyarakat mutlak diperlukan, sehingga dengan demikian akan tercipta individu, keluarga, masyarakat yang menjadikan sebagai pola pikir/ way of thinking dan pola hidup/ way of life agar tercapai kehidupan bahagia dunia dan akhirat.

Pendekatan dakwah harus ditekankan pada cara pandang dakwah terhadap mitra dakwahnya, yaitu manusia seutuhnya. Pendekatan dakwah adalah cara-cara yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) untuk mencapai satu tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang.

Dengan demikian approach dan metode dakwah itu berdiri atas landasan yang sangat demokratis dan persuasive. Demokratis yang dimaksudkan, bahwa seorang da’i pada akhirnya menghargai keputusan final yang akan dipilih/dilakukan oleh sasaran dakwah. Da’i tidak memiliki kewenangan untuk memaksa kepada sasaran dakwah agar melakukan hal-hal tertentu yang dianjurkan da’i.

Dalam kedudukannya sebagai juru dakwah, maka seorang da’i itu benar-benar hanya menyampaikan, menghimbau, dan tidak berhak memaksa. Hal ini bisa kita lihat dalam surat Al-Ghasyiyah ayat 22 yang artinya: “Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”. Ayat ini menjelaskan bahwa peran da’i adalah menyampaikan kepada jama’ah, bukan menguasainya dengan paksa.

Penentuan pendekatan dakwah didasarkan atas kondisi obyektif dari sasaran dakwah dan suasana yang melingkupinya, para juru dakwah yang bijak harus memiliki informasi yang lengkap dari masyarakat tertentu, sebagai modal dasar dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Islam. Seringkali kurangnya atau tidak memadahinya informasi tentang penerima dakwah membuat kerja dakwah menjadi tidak memuaskan.

Isi Khutbah yang Menarik

Hari jum’at adalah merupakan salah satu hari yang sangat penting di dalam Islam. Rasulullah Saw. Sendiri di dalam hadisnya memberikan sebutan “sayyidul ayyam” atau penghulunya hari yang ada dalam satu minggu. Maka dari itu, setiap muslim sudah semestinya menjadikan hari Jum’at ini memperlakukannya secara khusus.

Mengapa demikian? Karena Allah pun telah mengistimewakan hari Jum’at dengan berbagai amalan ibadah seperti di sunnahkannya membaca surat Al-Kahfi, memperbanyak amal saleh dan shalawat kepada Nabi, dikabulkannya do’a bahkan sampai dengan mewajibkan shalat Jum’at bagi kaum laki-laki sebagai pengganti shalat zuhur.

Hari Jum’at mestinya dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan pemahaman kaum muslimin terhadap ajaran Islam dan ketakwaan terhadap Allah Swt. dan semua ini bisa diperoleh melalui pesan-pesan khotbah. Apa lagi, khotbah Jum’at merupakan satu-satunya forum tabligh yang jamaahnya berada dalam keadaan suci karena berwudhu, sehingga dengan kesucian itu, in sya Allah, seorang muslim dapat menancapkan pesan-pesan khotbah yang diberikan ke dalam hati yang paling dalam.

Akan tetapi, secara umum, khotbah yang ada selama ini belum berhasil dimanfaatkan secara maksimalm oleh para khatib untuk meningkatkan pemahaman kaum musilimin terhadap Islam dan ketakwaan mereka kepada Allah Swt. Faktor penyebabnya menurut penulis di antaranya adalah karena bahasa yang disampaikan oleh khatib kurang dimengerti oleh jama’ah.

Seperti khatib menyampaikan khutbah dengan teks bahasa Arab yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa daerah (khususnya pelaksanan khotbah yang terjadi di masjid-masjid kampung bahkan ada juga di beberapa masjid di pinggiran jalan utama kota baik di Banten ataupun di luar Banten), sementara sebagian besar jama’ah adalah orang awam yang kurang memahami bahasa Arab dengan baik.

Selain dari pada itu teks khotbah yang disampaikan khatib pun isinya terlalu ringkas dan selalu di ulang dari minggu ke minggu dari bulan ke bulan, ditambah lagi cara penyampaian khutbahnya kurang menarik sehingga menjadikan jama’ah kurang perhatian dan tidak mampu menyerap pesan-pesan penting yang disampaikan oleh khatib dalam kegiatan ibadah menjelang pelaksanaan shalat Jum’at tersebut.

Bagaimana seharusnya?

Alqur'an memberikan landasan teoritis agar dakwah dilakukan secara hikmah, sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125 yang artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.", kata hikmah dalam bahasa sehari-sehari sering diartikan sebagai tindakan yang bijaksana. Orang yang bijak tentunya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam, yang bukan saja dalam satu bidang tertentu tetapi juga pada bidang-bidang yang lain.

Dengan pengetahuan yang dimiliki itu ia akan bisa memilih metode dan materi apa yang tepat untuk diberikan kepada sasaran dakwah yang dihadapi, dengan demikian aktivitas dakwah yang dilakukan akan mendapat respon positif dari mad'u (orang yang diseru/ diajak) sehingga akhirnya sang da'i mendapatkan keberhasilan dalam tugas dakwahnya.

Dengan memahami seluk-beluk atau unsur-unsur yang berhimpun dalam kegiatan dakwah, baik mengenai pesan dakwah, manusia yang dihadapi, medan dakwah, ruang dan waktu, metode penyampaian dakwah, maka dengan demikian kegiatan dakwah akan menjadi lebih efektif.

Para khatib/da’i seharusnya selalu berusaha agar memiliki hikmah dalam mengajak manusia ke jalan Allah Swt. karena mereka yang memilikinya akan lebih mudah untuk mempengaruhi dan mengajak manusia ke jalan Allah. Firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 269 yang artinya: “Allah memberikan hikmah kepada yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh ia telah diberi kebajikan yang banyak” (QS 2: 269).

Sukses besar yang dicapai oleh Rasululullah Saw. Dalam mengemban risalah dakwah adalah karena beliau adalah manusia yang paling kaya dalam hikmah dan pandai mengatur strategi dakwah. Beliau tahu dan memahami kondisi psikologis dari mad’u yang dihadapinya.

Sebelum menyampaikan khotbah, khatib dituntut agar terlebih dahulu menguasai masalah yang akan disampaikan dalam khotbah, termasuk dalil-dalil yang akan diterangkan sebagai dalil argumentasi untuk memperkuat uraiannya, baik berupa kutipan ayat Alqur’an, Hadits ataupun sumber referensi lainnya.

Dakwah yang efektif membutuhkan pendekatan yang berubah-ubah sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat yang dihadapi. Memahami arus mendasar dalam masyarakat tertentu merupakan modal dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah.

Semoga para tokoh masyarakat, para kiai, ustad ataupun guru umat yang diberi amanat untuk menyampaikan khotbah mampu mengembannya dengan baik, sehingga materi yang disampaikan bisa mencerahkan, menambah ilmu dan wawasan baru bagi jama’ah dari Jum’at ke Jum’at berikutnya. Sehingga dengan demikian tujuan dan kemanfaatan khotbah bisa maksimal. Semoga. (Kholid Ma’mun, Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Provinsi Banten)***

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler