KABAR BANTEN - Kenaikan harga kedelai terancam tak terkendali atau kacau, menyusul stok yang tidak dapat segera ditambah akibat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas.
Kementerian Perdagangan atau Kemendag beralasan, lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia sebagai faktor utama penyebabnya.
Dampak terburuknya, secara psikologis diperkirakan akan memengaruhi harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang. Pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95/bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92/bushels.
Baca Juga : Perajin Tahu Tempe Menjerit Hingga Mogok Produksi, Anggota DPR: Kemana Kemendag?
Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 USD/ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 435 USD/ton.
“Kami melakukan koordinasi dengan Gakoptindo dan memperoleh informasi bahwa harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp9.000/kg pada November 2020 menjadi Rp9.300-9.500/kg pada Desember 2020 atau sekitar 3,33-5,56 persen,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto, dalam siaran pers yang dikutip Kabar-Banten.com dari www.kemendag.go.id.
Menurut Suhanto, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020, permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Baca Juga : Kredit Macet Capai Rp1,6 T, Bareskrim Polri Ikut Menagih, WH Ungkap Langkah Tangani Bank Banten