PT Krakatau Posco Menjerit Gara-gara Kebijakan Sanksi Anti Dumping tak Berlaku di Pulau Ini

- 28 Februari 2021, 09:22 WIB
Suasana penangkutan barang ekspor produk PT KS di PT KBS, Senin 1 Februari 2021
Suasana penangkutan barang ekspor produk PT KS di PT KBS, Senin 1 Februari 2021 /Dok. PT Krakatau Steel/

KABAR BANTEN - PT Krakatau Posco mempersoalkan kebijakan pemerintah terkait Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zine/FTZ) dan Pelabuhan Bebas.

PT Krakatau Posco yang merupakan perusahaan patungan PT Krakatau Steel (KS) dan Pohang Iron and Steel Company (Posco) ini menilai konsep kebebasan usaha di Pulau Batam sangat kebablasan, khususnya di dunia industri baja.

Persoalannya, menurut PT Krakatau Posco, tidak diterapkannya Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), Bea Masuk Imbalan (BMI), serta Bea Masuk Tindakan Perdagangan (BMTP), membuat negara-negara importir baja yang telah terkena sanksi dumping, masih bisa melakukan impor baja ke Pulau Batam.

Jelas, ini membuat produk baja lokal tidak bisa bersaing secara sehat di Pulau Batam yang dikenal dengan lokasi galangan kapal.

Baca Juga: Ini Dua Aset Bernilai Rp1,05 Triliun yang Disepakati Pemkot Cilegon dan PT KS

"Ini bentuk ketidakadilan yang kami keluhkan," kata Direktur Pengembangan Teknologi Dan Bisnis PT Krakatau Posco Gersang Tarigan, melalui diskusi virtual, Jumat 26 Februari 2021.

Menurut Gersang, pihaknya telah meminta pemerintah Indonesia untuk segera memberlakukan BMAD di Pulau Batam. Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan lantaran adanya PP Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

"Permintaan kami terbentur PP Nomor 41 Tahun 2022," ujarnya.

Baca Juga: Untuk Pemkot Cilegon, Krakatau Posco Bantu 900 Alat Rapid Tes

Berdasarkan gambaran Gersang, pelat baja impor dari Ukraina, Singapura, serta Tiongkok menguasai Batam. Padahal, tiga negara tersebut telah mendapatkan sanksi anti dumping di negara-negara lain karena menjual baja di bawah harga normal.

Baca Juga: PT Krakatau Posco Waspada Virus Corona, Karyawan Dilarang Jabat Tangan

"Permintaan pelat baja di Batam mencapai 400 ribu ton per tahun. Dimana 304 ton atau 76 persennya berasal dari impor. Nah, dari 304 ton baja impor itu, 68 persennya dari Ukraina, Singapura, serta Tiongkok. Apakah ini masih relevan, terkait Batam sebagai FTZ," tuturnya.
Lantaran itulah, Gersang meminta kebijakan tersebut dikaji ulang.

"Industri baja akan merugi, termasuk perusahaan kami," ucapnya.***

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x