Mempertahankan Tradisi Mikran

- 29 Mei 2018, 15:15 WIB
tradisi mikran
tradisi mikran

Bulan Ramadan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim, karena banyak sekali hikmah dan keberkahan yang selalu didapat. Di bulan Ramadan, juga terdapat berbagai tradisi dan budaya yang menyertai. Salah satunya mikran, membaca atau mendengarkan kajian Alquran. Tradisi tersebut sampai saat ini masih dipertahakan warga di Lingkungan Kadipaten, Kelurahan Kedaleman, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon. Setiap sore menjelang Magrib, anak-anak, remaja hingga pemuda dan orang tua, berkumpul didalam masjid menunggu Magrib. Sambil bersalawat, juga dilakukan pembacaan kitab dalail khoirot yang dipimpin pemuka agama setempat yang juga termasuk Ketua DKM Masjid Nurul Ahyan Kadipaten. Pembina Yayasan Kampung Madani Juju Jumaroh mengatakan, ada sejumlah tradisi di bulan Ramadan. Di antaranya adalah mirengaken kajian Alquran (mendengarkan kajian Alquran). "Setiap sore selama bulan Ramadan kami selalu ada kegiatan dalail, dimana anak-anak membawa makanan dari rumah untuk disantap berbuka bersama di sini dan membaca Alquran," katanya kepada Kabar Banten, Ahad (27/5/2018). Juju menjelaskan, mikran bisa disebut kegiatan ngabuburit yang rutin diikuti hampir seluruh warga Kadipaten, khususnya para laki-laki.Tujuan kegiatan tersebut, kata dia, menanamkan jiwa agamis sekaligus pendidikan bagi usia dini. "Banyak pengertian mikranan yang intinya membaca Alquran. Kami ingin menanamkan jiwa agamis kepada anak usia dini dan mendidik mereka supaya kedepannya mampu mengisi kegiatan yang postif setiap waktunya dan juga mengharapkan keberkahan serta syafaat dari Allah SWT, karena sebelum berbuka kita bersama-sama bersalawat," ujarnya. Sementara itu, Ketua DKM Nurul Ahyan, Ustaz Junaedi mengatakan, mikran terdiri dari 2 suku kata yakni mik dan ran. Pengertian mik, menurut dia, artinya mikrofon atau alat ucap yang menyambungkan kepada pengeras suara. Sedangkan ran, artinya Alquran. "Jadi definisi versi warga Kadipaten Cibeber secara umum, mikran yang berarti mengaji atau membaca Alquran dengan pengeras suara," tuturnya. Tradisi tersebut dilakukan setelah Salat Tarawih hingga menjelang sahur. Dalam pelaksanaannya, biasanya diisi oleh anak-anak, remaja hingga pemuda setempat. Baik dengan lantunan merdu atau sekadar membaca tanpa dilagu yang penting makhrojnya sesuai. "Kalau boleh dianalogikan, ngaji atau mikran ini sebagai wujud uji mental, setelah 11 bulan belajar mengaji Alquran bersama ustaznya masing-masing. Maka di bulan puasa ini mereka mengaji sendiri yang diperdengarkan langsung oleh masyarakat tanpa terkecuali," ucapnya. Bahkan, kata dia, sistem yang selalu dipergunakan seperti sudah baku. Akan tetapi, tidak tetap atau masing-masing santri mengaji selama 1 jam dan bergantian hingga jam sahur atau pukul 03.00 dini hari. "Jadi tidak hanya di sore hari, bahkan malam haripun ada aktivitas yang rutin dilakukan warga setempat setiap selesai tarawih hingga menjelang sahur,yakni mikran," tuturnya. (Himawan Sutanto)*

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah