Mengenal Mantra Sakti Leluhur Orang Sunda Jangjawokan atau Jampe-jampe

- 3 November 2023, 11:14 WIB
Ilustrasi terkait mantra, jangjawokan atau jampe-jampe leluhur orang Sunda.
Ilustrasi terkait mantra, jangjawokan atau jampe-jampe leluhur orang Sunda. /Tangkapan layar /Instagram @teureuh_siliwangi

Ada satu palsafah adat keyakinan orang Sunda dalam menjalani hidup yang terangkum dalam sebuah simbol kalimat sakral "Gusti nantayungan, Karuhun marengan" yang berarti Tuhan melindungi dan para leluhur membersamai.

Setiap kata atau kalimat yang terdapat pada jangjawokan dipercaya memiliki energi magis yang melalui alam bawah sadar kita membentuk sebuah harapan dan keyakinan.

Pro kontra akan keberadaan jangjawokan yang dianggap sesat sudah terjadi sejak lama, namun apabila kita mau mengkaji dan serius mendalami maksud dan arti dari setiap kata pada jangjawokan tentu saja akan menambah wawasan kita akan luhurnya ajaran warisan dari para leluhur.

Pergeseran atau perubahan kalimat mantra jangjawokan terjadi ketika akhir masa kerajaan Pajajaran, pada saat itu pengaruh para wali yang bermarkas di Cirebon membuat adanya perubahan kultur budaya dan agama di tatar Sunda atau di bumi Pajajaran.

Syiar dakwah para wali di tatar Sunda yang dikomandoi oleh Sunan Gunung Jati memakai metode yang membaur langsung dengan kultur masyarakat setempat, dengan kearifan dan kebijaksanaan Sunan Gunung Jati budaya mantra jangjawokan tidak langsung dilarang dan diharamkan.

Dari sekian banyak mantra jangjawokan yang diwariskan dari Karuhun orang Sunda, Sunan Gunung Jati hanya memilah dan memilih mana baik dan mana yang menyimpang.

Sebagaimana kita ketahui sebelum masuknya dakwah Islam yang dipelopori oleh Sunan Gunung Jati Cirebon, meski sebelumnya Islam sudah ada di tatar Sunda, namun masyarakat Sunda pada waktu itu masih menganut ajaran Karuhun atau nenek moyang.

Sebab itu pada kalimat-kalimat yang menyandarkan diri kepada dewa atau Tuhan menurut keyakinan mereka oleh Sunan Gunung Jati kemudian diluruskan agar pengabdian dan pengharapan itu ditujukan kepada Allah SWT dengan sebutan lain Gusti pangeran.

Setelah Syiar dakwah Sunan Gunung Jati berhasil mengislamkan mayoritas masyarakat Sunda keberadaan jangjawokan lantas tidak dimusnahkan dan justru eksistensinya masih ada hingga saat ini dengan dua versi yang berbeda.

Baca Juga: Sifat-sifat Baik Manusia yang Dicintai oleh Khodam Leluhur Meski Tanpa Tirakat

Halaman:

Editor: Yandri Adiyanda

Sumber: YouTube Bujang Gotri


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah