Mantan Pimpinan KPK Takut China Jadi Investor Terbesar di RI, Kepala BKPM: Ngeri-ngeri Sedap Juga

8 Desember 2020, 15:56 WIB
Mantan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif: Tanggapi masalah pengadaan mobil dinas bagi KPK, akhirnya mantan wakil ketua KPK beri tanggapan bahwa hal ini kurang pantas. //ANTARA

KABAR BANTEN – Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif takut jika China menjadi investor terbesar di Indonesia.

Laode mengungkap bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, China menjadi negara teratas dengan pembayaran yang tidak benar (improper payments) dalam survei masalah US-Foreign Corrupt Practices Act (FCPA).

"Kalau kita melihat US-Foreign Corrupt Practices Act, lokasi improper payment nomor satunya China, disusul Brazil, India, Meksiko, Rusia dan Indonesia," kata Laode dalam webinar bisnis di Jakarta, Selasa 8 Desember 2020.

Baca Juga: KPK Undang Mantan Pimpinan, Ruki hingga Agus Rahardjo Titip Pesan, Saut: Firli Jangan Takut Diancam

US-FCPA merupakan Undang-Undang Praktik Korupsi Asing yang melarang perusahaan dan individu AS untuk membayar suap kepada pejabat asing untuk kesepakatan bisnis lebih lanjut.

Dilansir Antara yang mengutip laman https://fcpa.stanford.edu/, survei tersebut dilakukan untuk melihat masalah dalam penerapan US-FCPA di mana bagan ranking negara dalam survei tersebut menggambarkan negara-negara tempat suap ditawarkan atau dibayarkan, berdasarkan dugaan dalam tindakan penegakan yang dimulai dalam sepuluh tahun terakhir.

Baca Juga: Narapidana WN China Kabur, Dua Pegawai Lapas Tangerang Jadi Tersangka

"Saya sangat takut sedikit, bukan sedikit, tapi takut banyak, when Chinese become the biggest investor in Indonesia (kalau China menjadi investor terbesar di Indonesia)," katanya.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan menanggapi pernyataan Laode.

Menurutnya, pemerintah memberi perlakuan yang sama bagi semua negara mitra investasi, tidak terkecuali China.

Baca Juga: Investasi Rp708 Triliun Mangkrak, Bahlil Ungkap Penyebabnya, Borok Kementerian dan Pemda Dibongkar

"China ini negara yang ngeri-ngeri sedap juga, aku jujur saja. Tapi arah kebijakan kita ke depan, tidak boleh ada satu negara yang mengontrol Indonesia dalam konteks investasi. Kita harus memberikan kesamaan pada negara lain juga," ujarnya.

Bahlil mengakui investor China memang termasuk yang paling berani dan nekat dalam hal investasi. Berbeda dengan negara lain seperti Jepang yang banyak pertimbangan dalam berinvestasi.

Baca Juga: Dewan Dorong Investor Masuk Kabupaten Pandeglang

"Contoh, nikel. hampir semua sekarang smelternya dari China. Tapi memang dari sisi mereka, ini yang paling berani. Kalau Jepang itu terlalu banyak penelitiannya. Negara lain juga begitu. Debatnya minta ampun. Memang yang agak nekat seperti kita orang timur ini, ya investor dari China. Mereka kerja dulu baru mikir," ujarnya.

Baca Juga: APBD Kota Cilegon 2021 Ditetapkan Rp1,8 Triliun

Dia juga mengungkap, tidak semua investor China baik dan taat aturan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar bisa mengikat investor China dengan perjanjian berusaha yang jelas agar tidak menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak.

"Sekarang tugas kita adalah bagaimana saat mereka investasi, kita harus ikat mereka dalam perjanjian yang clear and clean agar kemudian tidak menimbulkan hal-hal yang tidak berorientasi pada kerugian," katanya.

Baca Juga: Pemprov Banten Berikan Izin Usaha Pertambangan Emas ke PT Graha Makmur Coalindo, Ini Luas Garapannya

Khususnya di sektor pertambangan, memang dibutuhkan investor yang berani karena sektor tersebut berisiko tinggi.

"Nah secara kebetulan, yang beraninya lebih ini ya investor dari China. Tapi, jangan juga kita ikuti keberanian ini tanpa mensiasti dengan aturan yang baik. Ini sekarang tugas kita yang harus kita lakukan," katanya.***

Editor: Rifki Suharyadi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler