Hanya Untungkan Capres, Keserentakan Pemilu 2024 Disoal, Ini Dampaknya Jika tak Datur Ulang

11 Januari 2021, 16:55 WIB
ilustrasi-kekuasaan-politik /

KABAR BANTEN-Keserentakan Pemilu 2024 yang menggabungkan pilkada serentak nasional dengan Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu Presiden (Pilpres) sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dipersoalkan.

Selain penyelenggara, juga tidak menguntungkan bagi partai politik dan para kandidat. Bukan hanya itu, kesertatakan pemilu 2024 hanya untungkan capres dan merugikan merugikan caleg, dan cakada.

Atas dasar itu, keserentakan Pilkada dan Pileg serta Pilpres pada 2024 direkomendasikan diatur ulang. Sebab, jika ketiga jenis pemilu itu dilakukan bersamaan, masyarakat sebagai pemilih juga berpotensi kesulitan.

 Baca Juga: Setelah Timur dan Badrodin Haiti, Jejak Alumni Banten Jadi Kapolri, Berikutnya Boy atau Listyo?

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Doli Kurnia Tandjung, merinci dampak yang akan diakibatkan jika kesertakan Pemilu 2024 dilakukan.

“Kalau dilakukan bersamaan, penyelenggara harus bekerja luar biasa mengatur tiga jenis pemilu sekaligus,” kata Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dikutip dari rumahpemilu.org.

 Baca Juga: Dari Keluarga Pembesar dan Terjun di Politik di Usia Muda, Rizki Natakusumah Ikut Jejak Wagub Andika

Adapun pemilih, kata dia, konsentrasinya akan pecah karena banyaknya pilihan yang harus mereka pikirkan. Bagi kandidat, keserentakan ini juga merugikan, karena penyampaian visi-misi capres, caleg, dan cakada (calon kepala daerah) tidak optimal.

“Mungkin yang paling diuntungkan ialah capres, karena paling menarik di mata publik, sedangkan yang lainnya tidak akan maksimal,” kata Doli.

Baca Juga: Rizki Natakusumah Didorong Maju di Pilgub Banten, Kalangan Milenal Langsung Bereaksi

Di sisi lain, lanjut Doli, pelaksanaan pilkada dan pemilu bersamaan memberatkan kerja parpol. Parpol harus menyiapkan calon dan strategi untuk tiga pemilu sekaligus.

Sementara, setiap pemilu memiliki karakteristik dan strategi yang berbeda-beda.“Parpol tidak hanya kerja double, tapi juga triple. Padahal, untuk menyiapkan capres itu tidak hanya butuh sehari atau dua hari,” katanya.

Oleh karena itu, Komisi II DPR mengusulkan dua opsi dalam mengatur kembali keserentakan pilkada dan pemilu.

 Baca Juga: Didorong Ayahnya Maju di Pilgub Banten, Anak Irna Narulita Jadi Sorotan, Kiprahnya Bikin Penasaran

Jika tetap mengacu pada pilkada serentak nasional, Komisi II DPR RI mengusulkan pilkada digelar tahun 2027. Alasannya, pada tahun itu semua kepala daerah telah bisa memenuhi masa jabatannya.

“Masing-masing kepala daerah dari empat variasi waktu pilkada, yakni 2015, 2017, 2018, 2020, telah memenuhi termin 5 tahun jabatan, dan tidak ada termin pemerintahan yang terpotong oleh Pilkada 2027,” ucapnya.***

 

Editor: Maksuni Husen

Sumber: rumahpemilu.org

Tags

Terkini

Terpopuler