Ijtima Ulama Keluarkan Hukum Panduan Pemilu dan Pilkada, Termasuk Masa Jabatan Dua Periode

14 November 2021, 19:11 WIB
Ilustrasi -Ijtima Ulama mengeluarkan hukum panduan Pemilu dan Pilkada /Pixabay/Jenny On The Moon

KABAR BANTEN – Sejumlah fatwa dihasilkan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 November 2021.

Selain mengeluarakan fatwa yang menyikapi berbagai permasalahan umat, Ijtima Ulama juga mengeluarkan hukum panduan Pemilu dan Pilkada yang lebih maslahat bagi bangsa Indonesia.

Berikut hasil Ijtima Ulama yang berkenaan dengan hukum panduan Pemilu dan Pilkada dikutip Kabar Banten dari laman mui.or.id.

Baca Juga: Ingatkan Kader Partai Golkar, Andika Hazrumy: Pemilu 2024, Airlangga Hartarto Presiden RI

Pertama,  dalam masalah mu’amalah, termasuk di dalamnya masalah politik, Islam memberikan keleluasaan berdasarkan kesepakatan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan atau bahaya (jalb al-mashalih wa dar’u al-mafasid), sepanjang kesepakatan tersebut tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

Kedua, Pemilu dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

Ketiga, memilih pemimpin (nashbu al-imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, keterlibatan umat Islam dalam Pemilu hukumnya wajib.

Baca Juga: Jelang Pemilu Serentak 2024, Partai Baru Bermunculan di Kota Cilegon

Keempat, Pemilu dilaksanakan dengan ketentuan: a). Dilaksanakan dengan langsung, bebas, jujur, adil, dan rahasia; b). Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT, kejujuran, Amanah, kompetensi, dan integritas; c). Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politic), kecurangan (khida’), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.

Kelima, pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentun Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku wajib untuk diikuti guna mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah.

Baca Juga: KPU Daerah Hadapi Kekosongan Serentak, Bisa Jadi Kendala Pemilu 2024, Ini 4 Konsekuensi Bakal Dihadapi

Keenam, proses pemilihan dan pengangkatan kepala daerah dapat dilakukan dengan beberapa alternatif metode yang disepakati bersama sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah yang berlaku saat ini dinilai lebih besar mafsadatnya daripada maslahatnya, antara lain: menajamnya konflik horizontal di tengah masyarakat, menyebabkan disharmoni, mengancam integrasi nasional, dan merusak moral akibat maraknya praktek  politik uang.

Terpisah, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar mengatakan bahwa Bawaslu siap mengawas pemilu serentak 2024 pada tanggal berapa pun yang disepakati oleh KPU, DPR, dan Pemerintah.

Baca Juga: OTT Pungli Sertifikat Tanah, Polda Banten Amankan Uang Rp36 Juta, Ruang Kepala BPN Lebak Turut Disegel

“Apa pun tanggalnya, kapan pun itu, Bawaslu siap. Kami dalam posisi apa pun tanggal yang dipilih oleh pemerintah, KPU (Komisi Penyelenggara Pemilihan Umum), dan Komisi II DPR terkait dengan tanggal Pemilu, kami siap melakukan fungsi pengawasan,” kata Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data, dan Informasi Bawaslu RI itu dalam diskusi publik bertema “Membaca Potensi Masalah Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024” di Mambruk Hotel, Anyer, Banten, Kamis  11 Nove,ber 2021, seperti dikutip dari Antara.

Ia mengatakan bahwa Bawaslu sudah pernah melalui pemilihan dengan tahapan yang saling beririsan, yakni pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 dengan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Saat itu, tutur Fritz, tahapan Pilkada mendahului tahapan Pemilu, dan pada tahun 2024 nanti, yang berbeda hanyalah tahapan Pemilu yang mendahului tahapan Pilkada.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: mui.or.id ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler