Mengenal Asal Usul Foto Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Karya Jurnalis yang Nyaris Dibunuh Tentara Jepang

- 24 Juli 2021, 16:29 WIB
Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta saat membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta saat membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. /Dokumen Khazanah arsip IPPHOS/ANRI.

KABAR BANTEN - Foto Ir Soekarno tengah membacakan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 termasuk foto sakral.

Foto sakral saat Ir Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ialah karya seorang Jurnalis bernama Frans Soemarto Mendur adalah putra daerah Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara.

"Foto mengenai Kemerdekaan Indonesia dikatakan sakral karena memang bukan hanya menjadi saksi sejarah, tapi juga menjadi bukti sejarah hidup manusia dan peristiwa-peristiwa yang melingkupinya," tulis Agung Ismawarno dilansir Kabar Banten, dari laman anri.go.id.

Dengan keberadaan foto, banyak orang bisa diingatkan dan disadarkan tentang suatu hal. Bukti sejarah secara autentik merupakan fakta yang tidak bisa terbantahkan mengenai sebuah peristiwa masa lalu.

"Siapa sosok dibalik foto yang monumental ini. Dialah Frans Soemarto Mendur," tulisnya.

Baca Juga: Sejarah Pendakian Clara Sumarwati, Taklukkan Puncak Everest, tak Diakui Indonesia, namun Terkenal di Dunia

Ia adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Frans Soemarto Mendur adalah putra daerah Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara yang lahir di tahun 1913.

"Nama Soemarto disematkan karena merupakan nama bapak angkatnya ketika dia pertama menginjakkan kaki di Jakarta," tulisnya.

Agung menjelaskan, bahwasannya Frans belajar fotografi pada Alex yang sudah lebih dahulu menjadi wartawan Java Bode, koran berbahasa Belanda di Jakarta. Frans lantas mengikuti jejak abangnya menjadi wartawan pada tahun 1935.

"Suatu pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans Sumarto Mendur mendapat kabar dari seorang sumber di harian Jepang Asia Raya bahwa akan ada kejadian penting di rumah kediaman Soekarno," tulisnya.

Baca Juga: Sejarah Idul Adha, dari Kisah Teladan Nabi Ibrahim, Milioner Bergelar Kekasih Allah

Mendapat kabar tersebut, Frans langsung bergerak menuju rumah bernomor 56 di Jalan Pegangsaan Timur itu sambil membawa kamera Leica-nya. Sementara Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala Bagian Fotografi Kantor Berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa.

"Kedua Mendur Bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno. Kendati Jepang telah mengaku kalah pada Sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut belum diketahui luas di Indonesia," tulisnya.

Pada waktu itu, Radio masih disegel Jepang dan bendera Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran dan bersenjata lengkap.

"Dengan mengendap-endap, Mendur Bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Cikini, Jakarta tatkala jam masih menunjukkan pukul 5 pagi," tulisnya.

Menjelang pukul 8 WIB, Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Soekarno juga masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1.

"Lalu dibangunkan dokternya untuk minum obat, Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 9 pagi. Dan benar, pagi itu, Jumat, 17 Agustus 1945, sebuah peristiwa penting berlangsung di sana," tulis Agung.

Baca Juga: Menilik Sejarah Peninggalan Kolonial Belanda, Bendung Lama Pamarayan

Peristiwa pembacaan teks proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia oleh Soekarno sekira pukul 10.00 WIB. Di hari Jumat pagi itu Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.

"Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol. Hanya Mendur bersaudara yang hadir sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah Indonesia," tulisnya.

Pada saat itu Frans hanya memiliki sisa tiga lembar plat film. Jadi dari peristiwa bersejarah itu, ia hanya bisa mengabadikan tiga adegan.

"Yang Pertama, adegan Soekarno membacakan teks proklamasi. Yang Kedua, adegan pengibaran bendera Merah Putih yang dilakukan oleh Latief Hendraningrat, salah seorang
anggota PETA," tulisnya.

Baca Juga: Sejarawan Indonesia Bicara Sejarah di Kabupaten Lebak, Ungkap Keluhan Masyarakat Serta Kisah Saijah dan Adinda

Selanjutnya foto yang Ketiga suasana ramainya para pemuda yang turut menyaksikan pengibaran bendera. Setelah menyelesaikan tugas jurnalisnya itu, Frans langsung bergegas meninggalkan rumah kediaman Soekarno karena menyadari bahwa tentara Jepang tengah memburunya.

"Alex Mendur tertangkap, tentara Jepang menyita foto-foto yang baru saja dibuat dan memusnahkannya. Adiknya, Frans Mendur berhasil meloloskan diri," tulisnya.

Selanjutnya, sewaktu tentara Jepang menemui Frans untuk meminta negatif foto Soekarno yang sedang membacakan teks proklamasi, Frans mengaku film negatif itu sudah diambil
oleh Barisan Pelopor.

"Padahal negatif foto peristiwa yang sangat penting itu ia sembunyikan dengan cara menguburnya di tanah, dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Kalau saja saat itu negatif film tersebut dirampas tentara Jepang, maka mungkin generasi sekarang dan generasi yang akan datang tidak akan tahu seperti apa
peristiwa sakral tersebut," tulis Agung.

Baca Juga: Mengenal Asal Usul Merak Cilegon, Diambil dari Nama Hewan, Terdapat Pelabuhan yang Kaya akan Nilai Sejarah

Meski negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itupun tidak mudah. Mendur Bersaudara harus secara diam-diam menyelinap di malam hari dengan memanjat pohon dan lompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara.

"Negatif foto lolos dan dicetak di sebuah lab foto. Resiko bagi Mendur Bersaudara jika tertangkap tentara Jepang adalah penjara, bahkan hukuman mati," tulisnya.

Tanpa foto karya Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan terdokumentasikan dalam bentuk foto. Foto pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu pertama
kali dimuat di harian Merdeka pada tanggal 20 Februari 1946.

"Lebih dari setengah tahun setelah pembuatannya. Film negatif catatan visual itu sekarang sudah tak dapat ditemukan lagi," tulis Agung.

Ada dugaan bahwa negatif film itu ikut hancur bersama semua dokumentasi milik kantor berita Antara yang dibakar pada peristiwa di tahun 1965.

"Waktu itu, sepasukan tentara mengambil seluruh koleksi negatif film dan hasil cetak foto yang dimiliki Antara lalu membakarnya. Pada 2 Oktober 1946, Alex dan Frans Mendur adalah dua bersaudara penyuka fotografi yang menggagas IPPHOS (Indonesia Press Photo Service)," tulis Agung.***

Editor: Kasiridho

Sumber: anri.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x