Swab PCR Bisnis Besar, Keuntungannya Ditaksir Rp 50 Triliun, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Ungkap Ini

- 21 Agustus 2021, 15:55 WIB
Said Didu ungkap bisnis swab PCR hingga untung Rp 50 triliun.
Said Didu ungkap bisnis swab PCR hingga untung Rp 50 triliun. /Tangkapan layar Youtube Karni Ilyas Club

Namun Said Didu bersykur pemerintah sudah mengatakan tetap gratis, hanya perusahaan yang membayar, sehingga lebih mudah dikontrol.”Kalau dulu tidak dikontrol, dibiarkan bebas, siapa yang paling kuat dia yang paling cepet dapat,” katanya.

Kemudian swab, pernah mengalami betapa mahalnya. Terakhir PCR, pernah Rp3,5 juta di daerah-daerah hingga turun menjadi Rp1,5 juta. Kemudian keluar surat edaran Menkes, akhirnya menjadi Rp 900 ribu.

Dia mengungkapkan, PCR ini adalah bisnis dadakan dan pelakunya belum ada. Sementara, pengadaannya dilakukan pemerintah.

“Biasanya yang dapat ini, orang dekat dengan kekuasaan. Karena dadakan. Karena tidak mungkin orang yang jauh dari kekausan bisa tahu jenis apa, berapa yang dipesan, sehingga pintu-pintu lain terutup,” ucapnya.

Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan terjadi monopoli, seperti PCR. Selama tidak menggunakan regulasi untuk memaksa rakyat menggunakan PCR, menurutnya tidak ada masalah karena terjadi persaingan bebas.

Namun yang menjadi masalah, adalah munculnya aturan diwajibkannya rakyat untuk melakukan PCR dan pada sat itu akan terjadi monopoli yang dekat dengan kekuasan. “Karena mewajibakan, bukan persaingan bebas,” ucapnya.

Dia mencontohkan persaingan bebas itu mewajibakan pakai helm, karena helm bisa diproduksi banyak orang. Namun diwajibkan pakai PCR, berbeda dengan diwajibkan pakai helm.

“Sehingga menghadapi seperti ini harus dijaga, jangan sampai peraturan ini yang mewajibkan rakyat, untuk mengikuti sesuatu ndipakai pebisnis untuk mengunci mendapatkan keuntungan,” katanya.

Said Didu mengatakan, surat edaran Menkes  bahwa harga itu sudah ditetapkan pre audit BPK dan BPKP. Namun masalahanya lagi, BPK dan BPKP biasanya menggunakan usulan asiosiasi.

“Nah kita tahu ini belum ada asosiasinya. Berarti, adalah pemilik-pemilik hak impor yang mengajukan harga ke pemerintah,” kata Said Didu buka-bukaan.

Halaman:

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: YouTube Karni Ilyas Club


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah