Katanya, gas akibat efek rumah kaca di atmosfir membuat sinar matahari tidak bisa dipantulkan kembali ke angkasa.
“Bahkan, sinar matahari terpantul lagi ke bumi karena terhalang gas efek rumah kaca,” ujarnya.
Baca Juga: Peringatan Dini BMKG Pelabuhan Merak dan Sekitarnya: Waspada Gelombang Tinggi di 5 Pelabuhan Banten
Kondisi efek rumah kaca ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, akumulasi dari kondisi tersebut membuat bencana alam yang kompleks seperti saat ini.
Dwikorita Karnawati mengatakan, Indonesia tidak terlalu merasakan dampak dari gelombang panas, lantaran wilayah Indonesia mayoritas adalah perairan.
“Karena perairan, bukan gelombang panas yang ada melainkan cuaca ekstrem. Para pakar klimatologi menemukan jika permukaan laut Indonesia menghangat. Ini mengindikaskan jika permukaan laut menghasilkan uap air lebih banyak, mengakibatkan curah hujan tinggi,” tuturnya.
Dwikorita Karnawati menyerukan tindakan mitigasi atas kondisi ini, yakni segera mengurangi kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan atmosfer bumi semakin rusak.
Katanya, jika upaya mitigasi tidak dilakukan, maka gelombang panas serta cuaca ekstrem akan semakin meningkat.
“Saat ini gelombang panas di Eropa telah memecahkan rekor tertinggi. Jika mitigasi tidak segera dilakukan, maka di tahun-tahun berikutnya akan semakin tinggi lagi,” ucapnya.