Sejarah Desa Trunyan Bali yang Memiliki Tradisi Pemakaman Unik

- 17 Oktober 2023, 15:30 WIB
Pemakaman unik di Desa Trunyan Bali yang merupakan salah satu desa adat di Indonesia.
Pemakaman unik di Desa Trunyan Bali yang merupakan salah satu desa adat di Indonesia. /Tangkap layar/indonesia.go.id

KABAR BANTEN - Desa Trunyan adalah sebuah desa adat di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Bali yang memiliki tradisi pemakaman unik. Orang-orang yang meninggal di Desa Trunyan tidak dikubur atau dikremasi, melainkan hanya ditaruh di bawah pohon Taru Menyan.

 

Penduduk setempat percaya bahwa Pohon Taru Menyan mampu menghilangkan bau jenazah yang berada di sana. Secara bahasa, Taru memiliki arti pohon dan Menyan berarti harum.

Menurut kepercayaan penduduk setempat, asal mula Desa Trunyan berkaitan dengan Raja Surakarta. Raja Surakarta ini mempunyai empat orang anak yang terdiri dari tiga lelaki dan satu perempuan.

Suatu hari, keempat anaknya mengendus bau harum dan si anak bungsu perempuan mengatakan bau harum tersebut berasal dari timur. Setelah mendapat izin dari Raja Surakarta, keempatnya berangkat menuju arah timur.

Setelah berhari-hari melakukan perjalanan, mereka tiba di Bali. Kemudian perjalanan dilanjutkan hingga ke Gunung Batur. Ternyata si anak bungsu memutuskan untuk menetap di situ dan mendapat gelar Ratu Ayu Mas Maketeg.

 

Singkat cerita, ketiga kakak Ratu Ayu Mas Maketeg itu melanjutkan perjalanan. Namun, dalam perjalanan terjadi pertikaian antara anak pertama dan anak ketiga. Anak pertama menendang anak ketiga karena kesal melihat tingkah lakunya yang terlampaui girang ketika mendengar suara burung yang merdu.

Peristiwa itu mengakibatkan anak ketiga jatuh dengan posisi duduk bersila. Pose duduk bersila tersebut dipercaya bisa dilihat di Pura Dalem Pingit, Desa Kedisan. Anak ketiga tersebut diberi gelar Ratu Sakti Sang Hyang Jero.

Setelah peristiwa itu, anak pertama dan kedua melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, mereka melihat dua perempuan cantik. Anak kedua ingin menyapanya namun dicegah oleh anak pertama.

Akhirnya mereka berdua berselisih yang menyebabkan anak pertama menendang anak kedua hingga jatuh tertelungkup. Kelak, di tempat tersebut dinamakan Desa Abang Dukuh.

 

Anak pertama tetap melanjutkan perjalanan menuju tempat asal bau harum hingga akhirnya mencapai Pohon Taru Menyan. Di sana ada seorang perempuan yang cantik dan menawan. Anak pertama terpesona hingga memiliki hasrat untuk memilikinya.

Pada akhirnya, anak pertama dan si perempuan menikah. Anak pertama menjadi seorang pemimpin di situ yang diberi gelar Ratu Sakti Pancering Jagat.

Ratu Sakti Pancering Jagat dianggap sebagai dewa tertinggi di Desa Trunyan. Sedangkan istrinya yang mendapatkan gelar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar menjadi pelindung Danau Batur.

Ratu Sakti Pancering Jagat ingin melindungi daerahnya dari ancaman pihak luar. Oleh karena itu, ketika ada yang meninggal, jenazahnya tidak dikubur melainkan ditaruh di dekat Pohon Taru Menyan.***

 

Editor: Kasiridho

Sumber: berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x