Awas! Penyakit Leptospirosis Mengancam di Musim Hujan, Kenali Gejalanya

- 21 Januari 2024, 08:38 WIB
Ilustrasi terkait penyakit Leptospirosis yang disebabkan oleh kencing tikus dan lingkungan tidak bersih harus diwaspadai saat musim hujan.
Ilustrasi terkait penyakit Leptospirosis yang disebabkan oleh kencing tikus dan lingkungan tidak bersih harus diwaspadai saat musim hujan. /Pixabay/sipa

KABAR BANTEN - Salah satu penyakit yang mengancam pada musim hujan yaitu Leptospirosis.

Apa itu Leptospirosis? Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk spiral dari genus leptospira yang patogen. 

Tikus menjadi sumber utama penular Leptospirosis. Tak jarang penyakit Leptospirosis disebut juga "demam urine tikus".

Baca Juga: Inilah Resep Pelentur dan Pengencer Darah, Cocok Untuk Penyakit Stroke dan Jantung

Dilansir Kabar Banten dari laman ayosehat.kemkes.go.id, Leptospirosis merupakan zoonosis yang diduga paling luas penyebarannya di dunia, di beberapa negara di dunia dikenal dengan istilah “demam urine tikus”.

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan kejadian tahunan sebesar 1,03 juta kasus dan 58.900 kematian. 

Insiden yang tinggi ditemukan di negara dengan iklim tropis dan sub-tropis, khususnya di negara-negara kepulauan dengan curah hujan dan potensi banjir yang tinggi.

Oleh sebab sulitnya diagnosis klinis dan ketiadaan alat diagnostik banyak kasus leptospirosis yang tidak terlaporkan. 

Faktor lemahnya surveilans, keberadaan reservoir dengan tingginya populasi tikus dan kondisi sanitasi lingkungan yang jelek dan kumuh akibat banjir merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya kasus leptospirosis. 

Pembawa penyakit ini biasanya tikus jenis suncus murinus, mus muscullus, rattus novergicus, bandadicota indica.

Namun, ada juga binatang lainnya yakni anjing, babi, sapi, kambing. 

Leptospirosis ditularkan melalui urine binatang yang mengandung bakteri leptospira, yaitu melalui invasi mukosa atau kulit yang tidak utuh. Belum terlaporkan infeksi dari manusia ke manusia.

Infeksi dapat terjadi dengan kontak langsung atau melalui kontak dengan air seperti sungai, danau, selokan, lumpur atau tanah yang tercemar/terkontaminasi bakteri Leptospira. 

Leptospirosis rentan bagi mereka yang bertempat tinggal atau beraktivitas di wilayah banjir, wilayah pemukiman banyak ditemukan tikus, melakukan aktivitas di sungai, olah raga di air.

Lalu, seperti apa gejala penderita Leptospirosis?

Umumnya penderita mengalami demam lebih dari 38 derajat celcius, sakit kepala, badan lemah, nyeri betis hingga kesulitan berjalan.

Kemudian conjungtival suffusion atau kemerahan pada selaput putih mata, kekuningan (ikterik) pada mata dan kulit, pembesaran hati dan limpa, dan ada tanda-tanda kerusakan pada ginjal. 

Masa inkubasi antara 2-30 hari, rata-rata berlangsung 7-10 hari. Beberapa wilayah di Indonesia merupakan daerah endemis leptospirosis.

Antara lain Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau dan Bali.

Leptospirosis masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat dengan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa wilayah di Indonesia berkaitan dengan keberadaan faktor risiko yaitu tingginya populasi tikus (rodent) sebagai reservoar leptospirosis, buruknya sanitasi lingkungan serta semakin meluasnya daerah banjir di Indonesia. 

Meski demikian, pengobatan leptospirosis relatif mudah dilakukan pada stadium awal setelah diagnosis klinis karena hingga saat ini masih sensitif dengan anbiotika yang tersedia di Puskesmas/pelayanan kesehatan dasar dan Rumah Sakit, namun sering terjadi kasus diakhiri dengan kematian. 

Baca Juga: Satu Warga Kecamatan Cikande Kabupaten Serang Meninggal Akibat Leptospirosis

Hal tersebut disebabkan karena keterlambatan dalam deteksi dini secara klinis, sehingga pasien datang ke rumah sakit sudah terlambat dan pada keadaan stadium lanjut.

Nah, itulah penjelasan tentang penyakit Leptospirosis dan gejalanya. Selalu waspada dan terapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ya.***

Editor: Rifki Suharyadi

Sumber: ayosehat.kemkes.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x