Warga Keluhkan Pungli Prona

- 24 November 2017, 10:30 WIB
4---hl-1
4---hl-1

PANDEGLANG, (KB).- Warga Desa Bojong Manik, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Pandeglang, mengeluhkan aksi pungutan liar (pungli) pembuatan sertifikat gratis atau program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang dikenal Prona. Diduga besaran pungli oleh oknum aparatur desa sebesar Rp 700.000-Rp 3.000.000 per sertifikat. Menurut informasi warga, pungli tersebut sudah berjalan sejak tahun 2015. Hingga sekarang diperkirakan sudah ada 72 warga yang terkena pungli untuk menebus sertifikat prona. Salah seorang warga Kampung Numpi, Bojong Manik, Ahmad Patori menuturkan, besaran biaya pembuatan sertifikat prona bervariatif. Di antara warga ada yang diminta Rp 700.000 ada juga yang membayar Rp 3.000.000. Dugaan pungli tersebut mencuat di masyarakat, karena semula warga tidak mengetahui ada program prona yang menyatakan pembuatan sertifikat itu gratis. "Warga baru mengetahui program Prona itu saat Presiden Joko Widodo kunjungan kerja ke Pandeglang awal Oktober lalu. Waktu itu, Jokowi secara simbolis membagikan bantuan sertifikat tanah gratis kepada ribuan warga. Dari situlah, akhirnya warga baru mengetahui bahwa pembuatan prona tersebut gratis tidak ada pungutan," kata Patori kepada Kabar Banten, Kamis (23/11/2017). Meski begitu, warga sudah telanjur menyetorkan sejumlah uang ke oknum aparatur desa dengan cara dicicil sejak tahun 2015. Tetapi sampai sekarang sertifikat prona belum juga diterima. Padahal warga dijanjikan akan selesai dalam waktu 6 bulan. "Saat sertifikat itu dibagikan presiden ke masyarakat, tidak lama sertifikat itu dikembalikan lagi, dengan alasan belum ditandatangani dan diberi stempel BPN (Badan Pertanahan Nasional). Waktu itu, janjinya sertifikat itu akan selesai dalam waktu 1 minggu. Tetapi sampai sekarang sertifikat itu belum diterima warga," ucapnya. Menurut Patori, warga sudah pernah menanyakan terkait dugaan pungli ke oknum desa. Namun tidak pernah mendapatkan jawaban pasti dari oknum desa. "Warga sudah menyampaikan ke BPN, namun telah ditegaskan bahwa BPN tidak pernah memungut biaya," katanya. Hal hampir senada dikatakan warga Kampung Tarikolot, Nana Sujana. Ia menyebutkan, panitia PTSL melakukan pungli untuk mengurus sertifikat dalam dua tahap. Awalnya, warga diminta uang muka, dan lalu sisanya dibayarkan saat sertifikat telah diterima. "Saya sudah bayar Rp 400.000 dari nilai yang diminta oknum sebesar Rp 700.000. Sisanya nanti dilunasi kalau sudah ada sertifikatnya," tuturnya Dengan aksi pungli itu, pihaknya merasa dirugikan. Oleh karena itu, warga telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Pandeglang dengan harapan bisa diusut tuntas secara hukum.  Sebanyak 72 warga dari 9 kampung itu telah menyatakan kesiapannya untuk memberi keterangan apabila dibutuhkan lagi demi penyelidikan. "Kami merasa ditipu, jelas sekali ini merugikan kami. Untuk itu, kami akan membawa kasus ini ke jalur hukum agar kasusnya diusut sampai tuntas," tuturnya. Membantah Sementara itu, saat dikonfirmasi, mantan Kepala Desa Bojong Manik yang terpilih lagi dalam Pilkades lalu, Sukri membantah tudingan pungli yang disampaikan warga. Ia menegaskan, program PSTL tidak pernah dipungut biaya. Apalagi, pihaknya mengklaim sudah memberikan sosialisasi terkait tata cara pembuatan PSTL. "Ini pengaduannya lengkap tidak, kalau ada laporkan ke saya. Kalau yang dipungut biaya, bukan dari Bojongmanik, tetapi luar Bojongmanik," ucapnya. Meski begitu, Sukri memberlakukan biaya untuk sebatas pembelian materai dan biaya fotokopi. Ketika ditanya alasan pemungutan biaya itu, Sukri merasa tidak mengetahuinya, karena itu urusan panitia. Sukri pun menantang agar warga yang merasa dirugikan, silakan untuk melaporkan ke kantor desa. "Soal biaya itu, tanya saja ke panitia biar lebih jelas. Bawa saja orangnya ke sini yang pernah bilang biaya sertifikat itu sampai Rp 3.000.000. Saya tidak mau berandai-andai," tuturnya. (IF)***

Editor: Kabar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x