Meriam Ki Amuk Peninggalan Kesultanan Banten, Terdapat Ornamen Berbahasa Arab

2 Januari 2023, 16:05 WIB
Potret Meriam Ki Amuk/Tangkapan Layar/kebudayaan.kemdikbud /

KABAR BANTEN - Berkunjung ke Kawasan Banten Lama jangan lupa untuk mampir ke Museum Kepurbakalaan Banten Lama, banyak koleksi peninggalan zaman Kesultanan Banten ada disana.

Terdapat salah satu peninggalan yang mencuri perhatian yakni, Meriam Ki Amuk, alat perang berupa meriam peninggalan zaman Kesultanan Banten.

Meriam Ki Amuk ditemukan di Karangantu, bekas pelabuhan Kesultanan Banten.

Dibuat di Jawa Tengah abad 16 sekitar 1527 M sebagai hadiah untuk Kasultanan Banten dari Sultan Trenggana yang awalnya bernama Ki Jimat.

Baca Juga: Saung Biru Pandeglang, Tempat Wisata Alam Hits Favorit Anak Muda, Banyak Spot Selfie Kekinian 

Melansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Meriam Ki Amuk berukuran raksasa dengan panjang 341 cm, diameter bagian belakang 66 cm, diameter mulut atau moncong bagian luar 60 cm dan bagian dalam 32 cm dan lebar bagian yang menonjol mencapai 1.15 m.

Saat ini, Meriam Ki Amuk tersimpan di Museum Kepurbakalaan Banten Lama, yang berlokasi di Jl. Raya Serang-Jakarta, Banten, Kecamatan Serang, Kota Serang, dekat Masjid Agung Banten dan Keraton Surosowan.

Ada beberapa versi tentang sejarah meriam dengan panjang lebih dari tiga meter itu.

Versi pertama dari seorang peneliti Eropa K.C. Crucq dalam literaturnya yang berjudul “De Geschiedenis van het Heilig Kanon te Banten”.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Selasa 3 Januari 2023: Keragu-raguan Dialami, Aries Taurus Gemini, Jangan Takut Ambil Keputusan 

Dalam keterangannya, tertulis jika Meriam Ki Amuk merupakan senjata yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten.

Hal tersebut telah tergambar dalam sebuah peta tentang perencanaan tata kota di Banten, yang dibuat menjelang abad ke-17.

Dalam literatur tersebut, tertulis “meriam besar t'Desperant” pada peta yang disimpan di perpustakaan Castello Firenze, Italia.

Baca Juga: Duh Yah, Sedang Hajat Pemilu Serentak 2024, Tapi Kantor KPU Banten Masih Numpang, Ini Penyebabnya  

Namun terdapat versi lain yang menyebutkan jika Meriam Ki Amuk  merupakan jelmaan dari prajurit Kesultanan Demak yang berubah secara misterius menjadi sebuah meriam.

Crucq berpendapat bahwa Meriam Ki Amuk di Banten itu kemungkinan dicor oleh Koja Zainal. Pengecoran dilakukan untuk kepentingan Sultan Demak karena memiliki kemiripan dengan meriam-meriam Portugis.

Keunikan dari Meriam Ki Amuk terletak pada motifnya, terdapat motif dalam berbahasa Arab yang terukir di badan meriam.

Baca Juga: Gara-gara Ini, Dindik Banten Gagal Bangun Tiga USB, Diungkap Kadis Dindikbud Banten, Begini Katanya 

Dalam motif itu, tersirat sebuah pesan kebaikan, berbeda dengan fungsi alatnya yang selalu disimbolkan sebagai senjata pemantik perang.

Jika dilihat secara detail terdapat 3 ornamen di tubuh meriam tersebut. Ornamen pertama di bagian mulut meriam, yang kedua di bagian tengah atas dan yang ketiga di bagian belakang, dekat sumbu.

Secara makna, ketiga kalimat dalam ornamen tersebut berbahasa Arab dan mengandung pesan kebaikan tertentu.

Baca Juga: 13 Kebiasaan Buruk yang tak Disukai Orang Lain dan Harus Dihindari  

Pemaknaan ornamen ini, berdasarkan penelitian beberapa ahli seperti, L.C. Damais, Claude Guillot, Ludvic Kalus dan tentunya K.C. Crucq, sebagai tokoh yang intens dengan pendalaman meriam tua ini.

Pada motif medalion pertama di bagian depan dekat mulut meriam, terdapat tulisan Arab sebanyak dua baris. Baris atas tertulis aqibah al-khairi sala, di bawahnya tertulis mah al-imani.

Jika kedua tulisan tersebut disambungkan akan terbaca kalimat aqibah al-khairi salamah al-iman yang artinya buah kebaikan adalah keselamatan iman. Kedua tulisan tersebut juga kembali muncul di medalion kedua, bagian tengah atas meriam.

Baca Juga: Sambut Tahun Baru dengan Adu Jotos, Inilah 5 Tradisi Tahun Baru Paling Unik dan Tak Lazim Dari Berbagai Negara 

Pada ornamen medalion ketiga di bagian belakang meriam, dekat sumbu, terdapat empat baris tulisan berhuruf Arab.

Pada baris pertama terbaca la fata illa Ali la saifa illa, baris kedua terbaca zu al-faqar isbir ala, baris ketiga terbaca ahwaliha la mauta, dan baris keempat terbaca (illa) bi ajalin.

Jika keempat baris tersebut disambung maka akan terbaca la fata illa Ali la saifa illa zu al-faqar isbir ala ahwaliha la mauta (illa) bi ajalin, yang artinya tidak ada pemuda kecuali Ali, tidak ada pedang kecuali Zulfaqar, sabarlah atas huru-hara (cobaan peperangan), tidak ada kematian kecuali karena ajal.***

Editor: Sigit Angki Nugraha

Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler