Sepak Terjang Multatuli Terkenal Karena Novel, Nyimas Gamparan Angkat Senjata Melawan Kolonial

- 16 Februari 2021, 18:49 WIB
Museum Multatuli di Rangkasbitung Lebak
Museum Multatuli di Rangkasbitung Lebak /Kabar Banten/Purnama Irawan

"Ia bekerja zaman kolonial tetapi ia sendiri menulis novel tentang anti kolonialisme. Jadi di satu sisi bekerja di bawah kolonialisme di sisi lain ia tidak terima dengan penindasan terhadap warga pribumi, yang saat itu dilakukan oleh bupati setempat," katanya.

Novel Max Havelaar karya Multatuli dirilis tahun 1860 (bahasa hindia belanda) dan pada tahun 1972 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

"Selain sepak terjang Multatuli, di Museum Multatuli ini menceritakan benah merah pemberontakan kepada pihak kolonial. Pemberontakan dilakukan oleh Haji Wakia, Pemberontakan Nyimas Gamparan tahun 1830 dan Pemberontakan Petani Banten tahun 1888 yang dikenal geger Cilegon," katanya.

Baca Juga: Menilik Surga di Ujung Banten, Pulau Cantik Ini Wajib Kamu Kunjungi

Siti mengungkapakan, pemberontakan Nyimas Gamparan terhadap kolonial terjadi pada tahun 1830. Dilatarbelakngi sistem tanam paksa yang terjadi di Lebak. 

Pada saat itu mereka para wanita yang dipimpin oleh Nyimas Gamparan ini melakukan pemberontakan kepada Kolonial menolak sistem tanam paksa. 

Kemudian pihak Kolonial merasa ini bukan pemberontakan biasa ni.

"Nyimas Gamparan ini bukan wanita yang bisa diremehkan, dan akhirmya pihak Kolonial meminta bantuan  kepada seorang Demang, pada sat itu bertugas di Jasinga, Bogor, namanya Raden Tumenggung Adipati Kartanegara dan akhirnya Nyimas Gamparan berhasil ditangkap," katanya.

Baca Juga: Lebak Unique, Inilah 10 Tempat Wisata di Kabupaten Lebak yang Wajib Dikunjungi

Selanjutnya, aksi pemberontakan terjadi pada tahun 1888 oleh petani Banten. Dilatarbelakangi pasca meletusnya Gunung Krakatau, kolonial menaikan pajak.

Halaman:

Editor: Maksuni Husen


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x