Secara keseluruhan makna dari ketiga kalimat bahasa Arab tersebut, membawa pesan tentang kebaikan yang bersandar pada ajaran agama Islam.
Sedemikan hebatnya Meriam Ki Amuk milik Kesultanan Banten yang menjadi senjata andalan untuk menjaga perbatasan keraton dan batas wilayah kekuasaan Kesultanan Banten, sehingga para prajurit dan masyarakat Banten pada saat itu banyak yang beranggapan bahwa kekuatannya bukan hanya berasa dari bentuk fisik meriamnya saja.
Namun hal itu ditambah juga dengan kekuatan gaib yang berasal dari para Wali dan Karuhun Banten, khususnya pengaruh besar dari kekuatan Sultan Maulana Hasanuddin.
Dengan hanya mendengar dentuman saja, Meriam Ki Amuk mampu membuat musuh ketakutan, ditambah lagi ketika meledak, maka kekuatan dahsyatnya mampu menghancurkan target sasaran yang membuat pertahanan musuh porak poranda.
Suara dentuman yang menggelegar serta kekuatan dahsyat milik Meriam Ki Amuk ini telah dibuktikan ketika pasukan Kesultanan Banten melawan musuhnya.
Baik saat melawan armada laut Portugis maupun pasukan Belanda yang akan mendarat di pantai Banten pada abad ke 15 dan abad ke 18.
Mengenai sejarah dan asal-usul dari Meriam Ki Amuk ini terdapat beberapa versi yang diantaranya dipengaruhi oleh cerita legenda masyarakat.
Menurut Mentes Minto seorang penulis asal Portugis, ia mengungkapkan saat terjadi perang antara Demak melawan Panarukan, dimana pada perang tersebut, Demak sudah memiliki sejumlah meriam yang dibuat dengan di cor termasuk salah satunya yang berukuran besar sebesar Meriam Ki Amuk.
Kemungkinan besar Meriam tersebut adalah Meriam Ki Amuk, meriam tersebut dibuat oleh pandai besi yang berasal dari negara Turki dan beberapa dari Aceh.