Gelar Unjuk Rasa, Mahasiswa dan Masyarakat Serang Utara Tolak Pembangunan Sodetan Sungai Ciujung

29 Maret 2021, 16:02 WIB
Sejumlah mahasiswa, aktivis lingkungan dan masyarakat Serang Utara saat melakukan unjuk rasa di depan lokasi proyek pembangunan intake atau sodetan Sungai Ciujung di Tirtayasa, Senin 29 Maret 2021. /Dindin Hasanudin/Kabar Banten

KABAR BANTEN - Sejumlah mahasiswa, aktivis lingkungan hidup dan masyarakat Serang Utara melakukan aksi unjuk rasa di lokasi pembangunan intake atau sodetan Sungai Ciujung di Desa Puser Kecamatan Tirtayasa, Senin 29 Maret 2021. Hal tersebut dilakukan karena mereka keberatan dengan adanya pembangunan sodetan yang dinilai akan mencemari lingkungan Sungai Ciujung lama.

Pantauan Kabar Banten, aksi dilakukan sejak pukul 10.00 WIB. Para perwakilan masa aksi berulang kali melakukan orasi penolakan pembangunan intake tersebut. Sementara para pekerja pembangunan intake tampak berhenti selama aksi dilakukan.

Perwakilan masa aksi Rasyid Ridho mengatakan pembangunan intake tersebut menurutnya tidak sesuai, dengan etika dan prinsip lingkungan hidup seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengendalian lingkungan hidup.

Baca Juga: Korban Hanyut di Sungai Ciujung Kabupaten Serang Ditemukan, Lokasi Penemuan 21 Kilometer dari Tempat Kejadian

"Dan hari ini kami gabungan semua aktivis lingkungan hidup di Serang Utara dan masyarakat menolak dan memohon BBWSC3 untuk menghentikan pembangunan intake atau sodetan, karena akan mencemari ribuan masyarakat yang tinggal diujung lama," ujar Ridho kepada Kabar Banten saat ditemui di lokasi aksi.

Pria yang tergabung dalam Ciujung Institut itu juga mengatakan dalam masalah ini pihaknya tidak menolak normalisasi. Karena normalisasi sudah sejak lama diusulkan masyarakat, namun yang menjadi kejutan adalah ketika normalisasi itu dibarengi dengan pembuatan sodetan atau intake.

"Sodetan akan menimbulkan kerusakan cukup parah bagi 14 desa di Tirtayasa, Lebakwangi dan Pontang. Kalau soal normalisasi kami sepakat tapi yang kami tolak sodetan. Karena dari hasil riset dan data yang kami dapatkan dari lembaga lingkungan hidup seperti WALHI, dan lainnya bahwa pH Sungai Ciujung sudah tidak dititik ideal. Baik dalam kondisi penghujan dan kemarau tetap dalam kadar pencemaran mengerikan," ucapnya.

Ia mengatakan Balai besar berdalih pihaknya mengambil sampel Ciujung saat musim penghujan disaat konsentrasi pencemaran rendah dan saat kemarau ketika pencemaran tinggi. Hal tersebut lah yang kemudian dibantah oleh dirinya, bahwa Sungai Ciujung tetap tercemar bagaimana pun kondisinya.

"Itu yang kami bantah dari balai besar. Seperti audiens kemarin balai besar tidak mengetahui dan tidak melakukan kajian Amdal untuk bangun sodetan. Sementara kami menolak dengan hal itu," tuturnya.

Kemudian kata Ridho dengan dibangunnya sodetan maka masyarakat Serang Utara terutama yang tinggal di bantaran sungai akan mendapat hal negatif akibat pencemaran lingkungan. Karena dengan sodetan, yang tercemar bukan hanya sungai tapi aspek lain seperti pertanian hingga tambak.

Sementara disinggung soal sosialisasi, ia mengatakan hampir sebagian masyarakat di Desa Puser ada yang mengatakan sudah mendapatkan tapi belum paham pembangunan intake, namun ada juga yang sama sekali belum dapat.

"Dalihnya normalisasi tapi pembangunan intake ini yang jadi masalah di masyarakat. Bagi masyarakat awam pun ini akan paham apa yang akan terjadi kalau sodetan diteruskan ke Kalimati. Harapan kami jangan diteruskan pembangunan intake karena akan mengancam kelangsungan hajat orang banyak di 14 desa. Yang tercemar bukan hanya Puser tapi sampai cerocoh Domas Kecamatan Pontang. Karena kalau dihitung jarak panjang kali mati 14,5 kilo meter kami harapkan cukup Ciujung saja yang tercemar jangan sampai masuk ke Ciujung lama," tuturnya.

Baca Juga: Tim SAR Alami Kejadian Tak Diduga Saat Pencarian Korban Hanyut di Sungai Ciujung Kabupaten Serang

Jika proses pembangunan tetap dilakukan pihaknya akan melakukan proses penolakan dan meminta kaji ulang terhadap dokumen UKL UPL dan Amdal lalin. "Agar balai besar mendapatkan masukan jernih dari masyarakat. Jangan sampai produksi dokumen hanya diinisiasi dan dibuat oleh orang yang tidak paham sejarah Ciujung," ucapnya.

Masa aksi lainnya Muhit mengatakan sederhananya untuk menangani Ciujung, balai besar sebagai pemilik kewenangan harusnya bersama Pemda memberikan sanksi kepada perusahaan yang membuang limbah.

"Bukan mencari tempat lain untuk mengaliri airnya. Jadi sudah salah berpikir," ujarnya.

Sementara, Camat Tirtayasa Sadik mengatakan pada prinsipnya ia dan masyarakat khususnya Desa Puser mendukung pembangunan tersebut. Sedangkan untuk sosialisasi, sebenarnya sudah jauh hari disosialisasikan. Kemudian pemerintah juga sudah melakukan uji kelaikan dan kelayakan.

"Tidak mungkin air dalam posisi terkena limbah dialirkan ke sungai Ciujung lama. Itu masyarakat kami jadi gak mungkin, ini hanya mis komunikasi. Kami muspika sudah melakukan mediasi dan pihak pelaksana dan BBWSC3 akan audiens kembali hari apa di BBWSC3," ujarnya.***

Editor: Yandri Adiyanda

Tags

Terkini

Terpopuler