Kesaktian Ayam Jago Sultan Hasanuddin, Penakluk Raja Sunda Prabu Pucuk Umun, Dimulainya Kesultanan Banten

10 Agustus 2021, 15:52 WIB
Ilustrasi, ayam jago Sultan Hasanuddin yang mengalahkan ayam jago milik Pucuk Umun dalam pertarungan kekausaan di Banten. /pixabay

KABAR BANTEN - Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama di Banten yang sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di Banten adalah keponakan dari Arya Surajaya atau lebih dikenal sebagai Prabu Pucuk Umun, putra dari Prabu Surosowan .

Bergelar Pangeran Sabakingking atau Seda Kinkin dari kakeknya Prabu Surasowan, Sultan Hsanudin harus berhadapan dengan pamannya Prabu Pucuk Umun yakni raja Sunda terakhir di Banten.

Secara garis keturunan, Sultan Maulana Hasanuddin adalah putera kedua dari Syaikh Syarif Hidayatullah, putra pasangan Pangeran Cakrabuana atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Djati dan ibunya bernama Nyi Kawunganten yakni putri dari Prabu Surasowan, tidak lain ayah dari Prabu Pucuk Umun.

Baca Juga: Kerajaan Sunda dalam Sejarah Nusantara, Riwayat Panjang Pakuan Pajajaran, Berakhir Diserang Kesultanan Banten

Saat Prabu Surasowan jatuh sakit parah, tidak sedikit tabib yang didatangkan ke istana untuk mengobati penyakitnya. Pengobatan dan ramuan dari dedaunan didatangkan dari Gunung Karang, Pulosari, Asepan, dan Pinang. Namun, semuanya berakhir sia-sia.

”Sudahlah istriku, tidak usah kau cemaskan keadaanku saat ini. Aku pasti sembuh,” ujar Surasowan sambil menggenggam tangan istrinya, seprti dikutip kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari Cerita Pertarungan Sultan Hasanuddin dan Pucuk Umun tulisan Nur Seha dari kemdikbud.go.id.

Sang istri Prabu Surosowan pun meminta maaf. Meski sudah berupaya mendatangkan tabib-tabib ternama dari seluruh Banten untuk mengobatinya, namun tetap saja tak membuatnya terbangun dari tempat tidur.

Prabu Surosowan akhirnya mnghembuskan nafas terakhirnya, dengan meninggalkan pesan kepada istrinya, untuk menjaga anak-anaknya dan terus memegang teguh dan melestarikan Sunda Wiwitan sebagai pedoman hidup rakyat dan anak cucunya.

Ketika Prabu Surasowan wafat, pemerintahan Banten diwariskan kepada putranya, Arya Surajaya atau yang lebih dikenal dengan Prabu Pucuk Umun. Pusat pemerintahannya meliputi Banten Girang di bawah Kerajaan Pajajaran, masih menganut agama Sunda Wiwitan.

Pesan Prabu Surosowan akhirnya sampai kepada Arya Surajaya yang disampaikan langsung oleh ibunya. Sejak itu, Arya Surajaya berjanji akan terus memegang teguh ajaran Sunda Wiwitan hingga ke anak cucudan  para pengikutnya.

Arya Surajaya mengucapkan janji di depan ibunya dengan mantap dan pasti, yang didengarkan sang ibu sambil menahan tangis haru melihat kesungguhan dari mata anaknya itu.

“Oh ya, Anakku, karena kau sekarang sudah menjadi Pemimpin Pemerintahan Banten, sekarang kau berhak menggunakan nama Prabu Pucuk Umun,”ucap ibunya.

Sejak itulah Arya Surajaya mendeklarasikan diri dengan nama Prabu Pucuk Umun. Di saat itu, Syarif Hidayatullah, bapak dari Maulana Hasanuddin, harus ke Cirebon menggantikan Pangeran Cakrabuana yang wafat sebagai Bupati Cirebon.

Sementara, Pangeran Hasanuddin sendiri sudah menjadi guru agama Islam di Banten. Bahkan, Hasanuddin lebih dikenal sebagai guru agama yang memiliki banyak santri di wilayah Banten, sehingga mendapat gelar Syaikh Hasanuddin.

Meskipun Hasanuddin dan ayahnya hidup berjauhan, ia masih suka menjenguk sang ayah di Cirebon untuk mempererat tali silaturahim. Suatu hari, saat mengunjungi ayahnya untuk meminta petunjuk agar dapat menyebarkan agama Islam, Hasanuddin malahan mendapatkan tugas dari ayahnya.

Tugas tersebut adalah menyebarkan agama Islam kepada seluruh rakyat Banten. Setibanya di Banten, Hasanuddin pun menjalankan misinya untuk melanjutkan dakwah ayahnya. Bersama dengan para santrinya, ia berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya.

Ia memulai perjalanannya dari Gunung Pulosari, Gunung Karang atau Gunung Lor, hingga ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon. Upaya menyebarkan agama Islam, Hasanuddin kerap menemui hambatan.

Salah satu hambatan yang dihadapi oleh Hasanuddin adalah pamannya sendiri, Prabu Pucuk Umun. Hubungan di antara keduanya menjadi tidak terlalu baik karena Prabu Pucuk Umun tetap pada pendiriannya untuk mempertahankan ajaran Sunda Wiwitan sebagai agama resmi di Kerajaan Banten.

Prabu Pucuk Umun merasa sepak terjang keponakannya mengganggu ketertiban dan ketenteraman rakyat dan para pengikutnya. Prabu Pucuk Umun pun meminta pendapat kepada penasihat kerajaannya tentang kelakuan keponakannya itu.

Ia berharap hubungan mereka berubah menjadi lebih baik. Di lubuk hatinya, ia bahkan berharap bahwa keponakannya akan mengikuti ajaran yang dianutnya. Oleh karena itu, dikumpulkanlah para penasihat kerajaan di istananya untuk dimintai saran bagaimana menghadapi keponakannya itu.

Dari hasil pertemuan itu, diutuslah prajurit untuk menemui dan menyampaikan amanat PRabu Pucuk Umum keapda Maulana Hasanuddin. Namun, semua itu tak membuat Maulana Hasanuddin menghentikannya, dan tetap melanjutkan dakwahnya.

Meski Maulana Hasanudin mendengar kabar bahwa Pucuk Umun kurang menyukai tindakannya, namun ia bersama para santri berharap akan mudah menjalankan amanat dari ayahnya untuk menyebarkan agama Islam di tanah Banten.

Maulana Hasanuddin dan Pucuk Umun yang memegang teguh amanah orang tuanya masing-masing, akhirnya harus menentukan sikap.  Namun sebagai saudara, mereka tak mau jika sampai bertarung. Apalagi, sampai mengorbankan pengikutnya.

Baca Juga: Penerus Sultan Abdul Mufakir, Sultan Ageng Tirtayasa Pahlawan Nasional, Ini Silsilah Kesultanan Banten

Sampai akhiRnya Pucuk Umun memutuskan untuk beradu ayam. Jika berhasil mengalahkan ayam jagonya si Jalak Rarawe, Maulana Hasanuddin dipesilakan mengambil alih kekausaannya. Namun jika ayam jago Pucuk Umun yang menang, Maulana Hasanuddin harus menghentikan dakwahnya.

Prabu Pucuk Umun dan Hasanuddin lebih memilih untuk beradu ayam karena ia tidak ingin perseteruan di antara mereka berdua menimbulkan banyak korban jiwa. Prabu Pucuk Umun pun memilih tempat adu kesaktian ayam di lereng Gunung Karang, karena dianggap sebagai tempat yang netral.

Ayam milik Pucuk Umun bernama Jalak Rarawe, seekor ayam petarung berwarna hitam yang belum pernah kalah sekalipun di ajang adu ayam. Jalak Rarawe diciptakan dari besi baja, berpamor air raksa, berinti besi berani.

Sementara itu, ayam Hasanuddin bernama Saung Patok merupakan penjelmaan salah seorang pengawal sekaligus penasihatnya yang bernama Syekh Muhammad Saleh. Ia adalah murid Sunan Ampel dan tinggal di Gunung Santri di Bojonegoro, Serang.

Karena ketinggian ilmunya dan atas kehendak Allah, ia mengubah dirinya menjadi ayam jago berwarna putih. Meski Saung Patok atau ayam milik Maulana Hasanuddin tidak dipasangi senjata apa pun.

Tetapi karena merupakan penjelmaan dari orang yang memiliki ilmu yang tinggi, atas seizin Allah, tubuhnya kebal terhadap senjata tajam. Sebelum pertarungan dimulai, Maulana Hasanuddin berdoa untuk meminta petunjuk agar ia dapat memenangi pertarungan adu ayam dengan pamannya sendiri.

Tibalah waktu yang telah ditentukan. Kedua pihak pun beramai-ramai mendatangi lokasi. Bukan hanya ayam jago yang dibawa oleh Prabu Pucuk Umun dan Syaikh Maulana Hasanuddin, melainkan juga pasukan untuk meramaikan dan menyaksikan pertarungan tersebut.

Bahkan, kedua pasukan membawa senjata untuk menghadapi berbagai kemungkinan. Prabu Pucuk Umun terlihat membawa golok yang terselip di pinggangnya, dan tombak digenggamannya, sedangkan Syaikh Maulana Hasanuddin hanya membawa sebilah keris pusaka milik ayahnya, Sunan Gunung Djati yang diwariskan kepadanya.

Prabu Pucuk Umun mengambil tempat di tepi utara arena dengan berpakaian hitam-hitam, berambut gondrong sampai leher, dan berikat kepala. Sementara itu, Syaikh Maulana Hasanuddin berdiri di sisi selatan arena dengan berjubah dan bersorban putih di kepala. Dari pinggir arena, kedua belah pihak yang akan bertarung terlihat tegang.

Kedua ayam jago dikeluarkan dari kandangnya masing-masing. Suasana yang tadinya tegang berubah menjadi ramai. Suara riuh rendah penonton membahana memberi semangat kepada kedua ayam jago yang bertarung.

Di dalam arena, kedua ayam jago bergerak saling mendekati. Sesekali, keduanya berkokok silih berganti seperti saling menantang. Saat saling berhadapan dengan jarak kurang lebih dua meter keduanya tampak saling menggertak dengan posisi memiringkan badan sambil berputar-putar mengelilingi arena.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Jalak Rarawe berhenti berputar lalu mundur setengah meter untuk mengambil ancang-ancang. Dengan kekuatan penuh, ia bergerak maju menyerang Saung Patok sambil mengarahkan tajinya yang bersenjata keris ke arah dada lawannya yang juga terlihat siap menyambut serangan pertama itu.

“Gebraaaaak!” Tak terelakkan lagi, benturan fisik pun terjadi antara dua jago yang sedang bertarung mempertaruhkan harga diri tuannya. Saung Patok menyambut serangan Jalak Rarawe sehingga mengakibatkan keduanya terpental jauh ke belakang.

Mereka kembali berhadap-hadapan, siap menyerang dan diserang. Semua mata mengarah kepada kedua jago itu. Rupanya, ayam jago Pucuk Umun telah terpancing emosinya. Gerakannya makin liar dan matanya merah. Lalu, ia menyerang lagi dengan maksud merobek dada Saung Patok.

Kali ini, Saung Patok berkelit ke arah kiri menghindari keris berbisa jago Pucuk Umun. Tiba-tiba, “Buk!” kaki kanan ayam jago Hasanuddin telah bersarang di rusuk kanan Jalak Rarawe. Serangan Jalak Rarawe menjadi gagal total.

Suasana pun menjadi sedikit mencekam. Dengan gerakan yang terkesan liar, Jalak Rarawe tampak semakin kalap dan berniat melancarkan serangan mematikan ke arah lawannya. Ia kembali menyerang dan bermaksud merobek dada musuhnya.

Merasakan bahaya yang mengintainya, Saung Patok berusaha keras menghadapi serangan kedua dari Jalak Rarawe itu. Saung Patok bergerak menghindar ke kiri dan ke kanan berupaya keras agar keris berbisa yang disematkan di tubuh Jalak Rarawe tidak mengenai dirinya.

 

Baca Juga: Fenomena Sultan di Indonesia, Beda Makna Bukan Sultan Abdul Mufakir, Tapi Julukan Artis Kaya Raya

Jalak Rarawe mulai tampak kehilangan kesabaran. Ia makin kalap dan akhirnya menyerang secara membabi buta. Tanpa disangka-sangka, tiba-tiba ayam jago Maulana Hasanuddin, Saung Patok terbang tinggi ke angkasa.

Jalak Rarawe pun tak mau kalah dan menyusul Saung Patok, sehingga terjadilah pertarungan sengit di udara. Semua pandangan orang-orang yang menonton pertarungan itu pun akhirnya tertuju kepada kedua ayam jago yang tengah berada di udara.

tiba-tiba terdengar suara keras memekakkan telinga. Gebraaaak!, ayam jago Pucuk Umun jatuh terkulai di tanah berlumuran darah, menggelepar-gelepar lalu meregang nyawa. Para pendukung dari kedua belah pihak tiba-tiba terdiam.

Sesuai perjanjian, Sultan Hasanuddin akhirny mengambil kekuasaan Prabu Pucuk Umun dan bebas berdakwah agama Islam di tanah Bnaten. Dari sinilah kemudian KUsultanan Banten dimulai. ***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler