KABAR BANTEN - Suku Baduy merupakan Suku yang sangat memegang teguh nilai-nilai para leluhur atau nenek moyangnya.
Sebagai masyarakat yang tinggal berdampingan dengan alam, Suku Baduy ini begitu menghormati alam semesta.
Tak heran, jika Suku Baduy ini lebih memilih hidup di pegunungan dibanding hidup di perkotaan dengan banyak hiruk pikuk globalisasi.
Baca Juga: Fakta Menarik Penguburan Warga Suku Baduy, Tidak Tampak Tempat Pemakamannya, Ternyata Ini Alasannya
Berbagai aktivitas kehidupan Suku Baduy ini, dilakukan di Pegunungan Kendeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa Suku Baduy ini sangat memegang teguh nilai-nilai leluhur termasuk begitu menghormati alam semesta.
Nilai leluhur yang sangat dipegang teguh Suku Baduy yang berkaitan dengan alam semesta yang begitu sarat makna yakni:
Panjang jangan dipotong, pendek jangan disambung yang benar dilakukan yang tidak benar jangan dilakukan.
Hal tersebut dapat diartikan jangan pernah merusak apapun, baik itu dengan menguranginya ataupun menambahnya.
Untuk itu, semua yang ada atau diberikan sangat pencipta dalam alam semesta ini, Suku Baduy benar-benar menjaga, tidak dirusak dan menerima apa adanya.
Baca Juga: Mengenal Liliuran, Tradisi Masyarakat Suku Baduy, Ajang Ringankan Beban Pekerjaan dengan Cara Ini
Oleh karena itulah, dengan memegang teguh nilai para leluhurnya, Suku Baduy sangat menghormati alam semesta.
Bahkan, sebagaimana diberitakan kabarbanten.pikiran-rakyat.com sebelumnya, saat menggali kuburan sebagai tempat bersemayamnya jenazah, kuburan tersebut tidak diberikan tanda.
Sehingga, tanah kuburan pun untuk mengembalikannya kebentuk awal, maka akan diratakan, kembali, dan tidak disertai dengan batu nisan atau barang lainnya yang biasa dijadikan sebagai tanda yang menunjukan siapa yang dimakamkan di kuburan tersebut.
Baca Juga: Sering Gagal, Begini Kecocokan Jodoh Weton Senin Wage dengan Senin Pahing Menurut Primbon Jawa
Lebih lanjut, dilansir kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari Chanel YouTube Ayi Astaman, berdasarkan wawancaranya dengan kokolot Suku Baduy, ia menjelaskan dalam tradisi Suku Baduy, makam kuburan tersebut dapat digunakan kembali.
"Kuburan di diemah sigana lamun ges beres, sakira 40 poe beh kagaku deui, (Kuburan disini sekiranya sudah beres yakni sudah sekiranya melewati 40 hari, maka di gali kembali," ujar Kokolot Suku Baduy.
Kuburan yang digali kembali karena sudah melewati 40 hari, nantinya akan digunakan kembali untuk memanfaatkan alam semesta seperti menanam beragam jenis tumbuhan termasuk menanam padi.
Menariknya, berdasarkan penuturan kokolot Suku Baduy, saat makam tersebut digali, Suku Baduy ini tidak menemukan jenazah yang sudah dikuburkan tersebut.
Termasuk, saat digali tempat penguburan tersebut untuk diolah kembali tanahnya, Suku Baduy tidak merasakan kejadian aneh apapun terutama perihal mistis.
Lalu, jika makam tersebut digali kembali untuk dijadikan kebun menanam berbagai macam tumbuhan, bagaimana caranya Suku Baduy berziarah ke makam para leluhurnya?
Baca Juga: Jaga Sikap Tampang, Kapolres Pandeglang Cukur Rambut Anggota
Kemudian bagaiamana Suku Baduy dapat mengingat dan mendoakan sanak keluarga atau kerabatnya yang sudah meninggal, apakah terlupakan begitu saja?
Dalam penjelasan Kokolot Suku Baduy, tradisi berziarah Suku Baduy ini tidak ke makam.
Artinya, meskipun tidak ada makam, mereka tetap mengingat sanak keluarga atau kerabatnya yang sudah meninggal.
Prosesi berdoa untuk keluarga ataupun kerabatnya, Suku Baduy setiap hari panjatkan doa di rumah
Demikian penjelasan mengenai tradisi ziarah Suku Baduy yang tidak mengunjungi makam tempat penguburan, melainkan untuk mendoakan jenazah yang sudah meninggal, dilakukan di masing-masing rumah.***