Selama Pandemi, Kasus Gizi Buruk di Kota Serang Bertambah 83 Anak

2 Juli 2020, 07:00 WIB
ilustrasi Gizi Buruk /

SERANG, (KB).- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang mencatat, kasus gizi buruk selama pandemi Covid-19 sebanyak 83 anak. Namun, angka tersebut merupakan data sementara yang masih bisa meningkat atau pun menurun. Sebab, pada Januari-Februari 2020 kasus gizi buruk mencapai 211 anak.

Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Serang Lenny Suryani mengatakan, data kasus gizi buruk belum bisa dipastikan jumlahnya saat ini, karena kegiatan penimbangan bayi dihentikan.

"Data sementara hasil penimbangan pada Maret 2020 untuk gizi buruk ada 83 anak. Kemudian, akhir 2019 sebanyak 102 anak. Pada Januari dan Februari 2020 naik menjadi 211 anak," katanya, Rabu (1/7/2020).

Selama pandemi Covid-19, kata dia, Pos pelayanan terpadu (Posyandu) menghentikan sementara penimbangan pada bayi dan balita.

"Sehingga data kasus gizi buruk dan stunting belum masuk semua kepada kami, karena penimbangan dihentikan selama pandemi dan baru akan dibuka lagi," ujarnya.

Penghentian kegiatan penimbangan bayi tersebut, menurutnya penting untuk memantau kesehatan bayi, namun terhenti karena adanya pandemi.

"Jadi selama pandemi ini bisa saja kasus gizi buruk di Kota Serang meningkat. Karena melihat dari banyaknya warga yang terkena PHK dan dirumahkan, tentu berkaitan dengan perekonomian," ucapnya.

Apabila perekonomian menurun, kata dia, daya beli masyarakat pun akan menurun dan pemenuhan gizi pada keluarga, khususnya anak.

"Kalau perekonomian menurun maka daya beli juga menurun dan dikhawatirkan mempengaruhi kemampuan untuk membeli makanan bergizi. Jadi, masa pandemi ini bisa meningkatkan jumlah gizi buruk karena mempengaruhi perekonomian," tuturnya.

Kekhawatiran meningkatnya gizi buruk di Kota Serang juga disertai kemungkinan anak-anak dengan gizi buruk ini terkena wabah Covid-19. Sebab, mereka dengan gizi buruk memiliki daya tahan tubuh yang kurang baik.

"Jadi, untuk terpapar Covid-19 dengan daya tahan tubuh yang menurun tentu saja bisa terkena. Tapi karena mayoritas masyarakat kebanyakan tidak pergi atau bekerja di daerah risikonya pun lebih rendah," ujarnya.

Lenny mengatakan, untuk mengentaskan masalah gizi buruk hanya bisa dilakukan melalui komitmen bersama dalam berbagai sektor.

"Kalau kita mau menyelesaikan masalah gizi buruk ini sebenarnya harus lintas sektor, semuanya pun harus bergerak bersama, jadi tidak hanya Dinkes saja yang menangani ini," ucapnya.

Wali Kota Serang Syafrudin pun mengatakan hal yang sama, kekhawatiran akan naiknya angka anak dengan gizi buruk di wilayahnya. Hal itu disebabkan menurunnya kemampuan ekonomi masyarakat. Kemudian, kemiskinan yang bertambah disebutnya menjadi alasan kasus gizi buruk berpotensi terus melonjak.

"Tentu, kami pun khawatir, karena perekonomian ini sangat terdampak akibat adanya Covid-19 yang menyebabkan kemiskinan. Dan kemiskinan di masyarakat ini bisa berdampak ke gizi buruk dan masalah kesehatan lainnya, sehingga dikhawatirkan juga dapat mempengaruhi masalah lainnya," tuturnya. (Rizki Putri/MH)*

Editor: Kabar Banten

Tags

Terkini

Terpopuler