Kasus Parkinson Meningkat, Metode DBS Diklaim Pilihan Terbaik, Para Dokter Minta Perhatian Pemerintah

13 Juli 2023, 14:34 WIB
Nampak dua dokter saraf tengah menunjukkan metode penanaman elektroda tipis pada bagian tertentu dari otak pada pasien penyakit parkinson. /Dewi Agustini/Kabar Banten

 

KABAR BANTEN-Kasus penyakit Parkinson di tanah air ternyata cukup meningkat. Hal ini diakui Dokter Spesialis Saraf Siloam Hospitals Lippo Village, Karawaci, Tangerang, dr Rocksy Fransisca V Situmeang.

“Mengalami peningkatan karenanya harus butuh perhatian juga dari pemerintah khusus terhadap tindakan operasi,” ujar Rocksy saat kegiatan kesehatan di Binong, Kabupaten Tangerang, Rabu 12 Juli 2023.

Diketahui penyakit parkinson adalah gangguan neurologis yang umum terjadi pada populasi usia lanjut, dengan keluhan utama seperti gerakan melambat, gemetar (tremor), dan kekakuan pada sendi (rigiditas). Gejala-gejala ini dapat makin memberat seiring dengan pertambahan usia.

Baca Juga: Kasus Penyakit Tuberkolosis Melonjak, Sahabat Relawan Indonesia Periksa Kesehatan Warga Suku Baduy

Karena itu, untuk mengurangi penyakit parkinson, kata Rocksy, saat ini ada metode Operasi DBS atau Deep Brain Stimulation. DBS adalah salah satu prosedur yang dapat membantu memperbaiki gejala Parkinson dan meningkatkan kualitas hidup penyandang Parkinson.

Prosedur ini melibatkan pemasangan elektroda tipis pada bagian tertentu dari otak, yang kemudian memberikan impuls listrik untuk meningkatkan fungsi motorik atau menghambat aktivitas yang berlebihan pada saraf.

“Elektroda ini terhubung ke generator yang ditanam di bawah kulit di dada. Generator ini mengirimkan sinyal listrik ke otak yang membantu mengurangi gejala Parkinson. Metode DBS adalah salah satu dari beberapa pengobatan yang tersedia untuk Parkinson dan telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala,” ungkapnya kepada wartawan.

Ia menyebutkan elektroda DBS bekerja dengan memberikan stimulus ke daerah otak tertentu yang terlibat dalam mengatur gerakan tubuh.

Sinyal ini membantu mengurangi tremor, kekakuan, dan kesulitan bergerak yang terkait dengan Parkinson.

“DBS juga dapat membantu mengurangi efek samping dari obat Parkinson yang digunakan untuk mengontrol gejala,” ucapnya.

Perlu diingat, setiap pasien memiliki kondisi yang unik. Kondisi itu memengaruhi keputusan seorang pasien untuk melakukan operasi DBS.

Jadi, diperlukan evaluasi yang teliti oleh dokter spesialis saraf untuk memastikan pasien itu memenuhi syarat atau tidak.

Adapun, beberapa kriteria pasien yang cocok untuk dilakukan operasi DBS, di antaranya penegakan diagnosis penyakit Parkinson, telah maksimal dalam menggunakan obat, tidak adanya efek samping yang signifikan dari obat, kondisi medis lain yang stabil, usia pasien tak lebih dari 75 tahun, serta kualitas hidup pasien.

Ia menjelaskan mengenai pasien yang tidak dianjurkan untuk dilakukan pemasangan DBS. Menurutnya, pasien itu tidak akan menerima efek yang diharapkan mengingat beberapa hal, seperti demensia derajat sedang berat, depresi sedang berat, serta pasien Parkinson yang tidak merespon terhadap obat-obatan.

Baca Juga: Gotong Royong Kebersihan, Wakil Wali Kota Cilegon Sanuji Pentamarta Bawa Gerobak Sampah, Kapolres yang Dorong

 Sementara itu, dr Made Agus Mahendra Inggas,
salah satu dokter spesialis bedah saraf terbaik di Indonesia dan berpraktik di tiga RS besar di Tangerang dan Jakarta memberikan penjelasan terkait proses pemasangan elektroda DBS pada pasien.

Langkah pertama dalam pemasangan elektroda DBS adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI. Berikutnya memasang frame penyangga kepala dilanjut pemetaan otak.

Kemudian dokter memasukkan elektroda DBS ke otak melalui lubang kecil pada tengkorak, lalu mengaktifkan stimulator.

Setelah prosedur selesai, pasien akan dimasukkan ke ruang pemulihan untuk dipantau dokter dan tim medis.

Pasien akan menjalani beberapa sesi pemrograman dan disarankan untuk melakukan beberapa aktivitas fisik saat tangan dan kaki distimulasi oleh DBS.

“Tidak semua rumah sakit dapat melakukan tindakan operasi DBS. Namun Siloam Hospitals Lippo Village merupakan salah satu rumah sakit yang secara fasilitas dan kompetensi tenaga medisnya mampu untuk melakukan DBS,” jelasnya.

Namun sayangnya, tindakan operasi DBS belum dicover oleh pemerintah dalam hal ini BPJS. Padahal jumlah kasus terhadap penderita akibat syaraf seperti parkinson meningkat.

Sehingga tak sedikit warga Indonesia menjalankan operasi DBS ke Singapura. “Padahal kami sudah melakukan tindakan ini sejak 2014. Bahkan sudah 50 kasus yang telah kami tangani dengan menggunakan operasi DBS hingga saat ini,” tegasnya.

Artinya, tambah Made, keahlian para dokter di Indonesia tak kalah dengan dokter di Luar Negeri. Ia pun mengakui kerap keliling ke sejumlah daerah di Indonesia dengan mengumpulkan sejumlah dokter syaraf memberikan pelatihan atau pun sekedar informasi mengenai metode DBS.

“Karena itu kami butuh suport dari pemerintah agar tindakkan DBS ini bisa masuk BPJS. Karena kami akui operasi DBS ini tidaklah murah, terpenting para pasien dengan kondisi parkinson misalnya terbantu ,” pungkasnya. ***

Editor: Yomanti

Tags

Terkini

Terpopuler