Sungai Ciujung Kabupaten Serang Menghitam, Aktivis Lingkungan: 830 Hektare Tambak Terdampak

29 Agustus 2023, 09:45 WIB
Ketua Kaukus Lingkungan Hidup Serang Raya Anton Susilo saat memperlihatkan kondisi Sungai Ciujung di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang yang menghitam akibat tercemar limbah, Senin 28 Agustus 2023. /Dindin Hasanudin/Kabar Banten


KABAR BANTEN - Kondisi Sungai Ciujung di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang memprihatinkan.

 

Kondisi Sungai Ciujung yang legendaris di Kabupaten Serang tersebut kini menghitam akibat terdampak kemarau panjang dan diduga tercemar limbah industri.

Padahal air Sungai Ciujung di Kabupaten Serang tersebut kerap digunakan masyarakat untuk kegiatan pertanian hingga perikanan.

Baca Juga: Sungai Ciujung di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang Menghitam, Warga: Kena Tangan Juga Gatal

Ada sekitar 40 hektare sawah dan 830 hektare tambak yang mengambil manfaat sungai tersebut.

 

Ketua Kaukus Lingkungan Hidup Serang Raya Anton Susilo mengatakan kondisi menghitam sudah sepuluh hari terakhir.

Namun untuk di wilayah Tengkurak, Tirtayasa belum menimbulkan bau menyengat.

"Kalau di Ragas Carenang sudah bau," ujarnya kepada Kabar Banten saat ditemui di Jongjing, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Senin 28 Agustus 2023.

Menurut dia menghitamnya Ciujung karena curah hujan kurang, kemudian juga adanya limbah yang masuk.

 

Padahal selama empat tahun terakhir baru kali ini kembali menghitam aliran Sungai Ciujung.

"Karena limbah dugaannya dari berbagai korporasi," ucapnya.

Menurut dia karena kondisi tersebut aktivitas masyarakat di sekitar Sungai Ciujung sangat terganggu.

Sebab biasanya Sungai Ciujung digunakan untuk pertanian, perikanan.

 

Baca Juga: 4 Upaya Menkes Tangani Polusi Udara di Sektor Kesehatan, Budi Gunadi: Ada Alat Monitoring di Puskesmas

"Kalau pertanian sudah pasca panen, perikanan sudah mulai teracuni masuk ke tambak. Ikannya belum mati, tapi sudah ada efek pendapatan masyarakat berkurang. Di Tengkurak ada 830 hektare tambak," katanya.

Pria yang juga merupakan warga Desa Tengkurak tersebut mengatakan, air dari Ciujung bersentuhan langsung dengan tambak petani.

Sebab air tersebut mengalir melalui empat kanal atau sungai kecil.

 

Dia pun berharap kepada pemerintah agar ada ketegasan dalam melakukan pengawasan terhadap korporasi.

Sebab banyak sekali korporasi di Serang Utara.

"Pengawasannya seperti apa, IPAL nya seperti apa. Ketegasan untuk IPAL harus sesuai bakumutu karena daya tampung Ciujung sudah gak sanggup lagi," tuturnya.

Selain itu pihak BBWSC3 sebagai pemilik sungai diminta jangan diam saja.

 

Ketika DLH melakukan pengawasan diharapkan ada koordinasi dengan BBWSC3.

Jangan sampai sungai menjadi obyek proyek tapi tidak diurus ketika sakit.

"Harapan kami DLH dan BBWSC3 harus peka terhadap sungai Ciujung," ucapnya.

Anton mengatakan, di Tirtayasa, ada dua desa yang menggunakan air dari Ciujung yakni Desa Tengkurak dan Laban.

 

Untuk di Tengkurak yang terdampak adalah tambak, sementara di Laban adalah pertanian yang mencapai 40 hektare.

Jika kondisi ini dibiarkan petani tambak bisa gagal panen.

Ia ingin pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat ada kebijakan terhadap Sungai Ciujung dengan membuat kelas air.

"Misal kelas A manfaat nya pertanian, perikanan dan masyarakat. Kelas B khusus pertanian, kelas C tidak bisa untuk pertanian dan tambak masyarakat. Kalau ada kelas air bisa menggugat atau berikan sanksi bukan administrasi saja tapi sanksi produksi. Ini hanya sanksi administrasi karena gak ada perda mengatur kelas air. Gak ada hukum yang jelas, teguran, sanksi administrasi saja," tuturnya.***

 

Editor: Yomanti

Tags

Terkini

Terpopuler