Sejarah Hidup Maria Ulfah, Sang Pahlawan Wanita dari Banten yang Gigih Memperjuangkan Hak Perempuan Indonesia

5 Desember 2023, 14:32 WIB
Sejarah Hidup Maria Ulfah, Sang Pahlawan Wanita dari Banten yang Gigih Memperjuangkan Hak Perempuan Indonesia KABAR BANTEN - Maria /Banten Pariwisata /

KABAR BANTEN - Maria Ulfa Santoso, sosok pejuang tangguh dan juga independen ini adalah wanita tangguh yang menjadi menteri pertama Indonesia yang berasal dari Banten.

Baca Juga: Staycation Asyik, Menarik Dan Murah Di Puncak, Hotel Bintang Jadayat 1 Bogor Ada Kolam Renangnya


Maria Ulfah lahir di Serang, Banten pada 18 Agustus 1911 dan wafat 15 April 1988, putri dari pasangan Raden Adipati Arya Mochammad Achmad seorang Bupati Kuningan dan Raden Ayu Chadidjah Djajadiningrat.

Ibunya adalah saudara dari Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat dan Achmad Djajadiningrat.

Maria Ulfah memiliki adik perempuan yang bernama Iwanah dan yang laki-laki bernama Hatnan.

Untuk urusan pendidikan Maria Ulfah beruntung berada di lingkungan keluarga yang memperhatikan masalah pendidikan.

Ayahnya merupakan lulusan Hogere Burger School (HBS) dan ibunya pun mengenyam pendidikan.

Suatu hal yang langka pada masa itu. Maria Ulfah mulai bersekolah saat ayahnya dipindahkan ke Jakarta pada 1917.


Dia bersekolah di Sekolah Dasar di Jalan Cikini lalu pindah ke SD di Willemslaan (kini Jalan Perwira).

Setelah lulus, Maria Ulfah masuk ke Sekolah Menengah Koning Willem III School pada 1924. Selepas lulus, Maria Ulfah kembali ke tanah air pada Desember 1933.

Sejak Januari 1934, Maria Ulfah memulai kariernya bekerja di kantor Residen Cirebon sebagai tenaga honorer bagian perundang-undangan.

Selanjutnya Maria Ulfah pindah ke Jakarta dan mengajar di sekolah AMS Muhammadiyah di Jalan Kramat Raya 49 pada September 1934 supaya terlepas dari ikatan sebagai pegawai pemerintah.

Maria Ulfah lebih senang bergabung ke organisasi yang memiliki cita-cita kemerdekaan bangsa.


Di sekolah Muhammadiyah inilah Maria Ulfah bertemu dengan Santoso Wirodihardjo yang akhirnya menikah pada 28 Februari 1938.

Selain itu, Maria Ulfah juga mengajar di Sekolah Menengah Perguruan Rakyat yang didirikan oleh para aktivis pejuang kemerdekaan.

Aktivitas mengajar dilakukan hingga 1942. Di mata para tokoh, Maria Ulfah sosok yang patut dibanggakan karena kendati berasal dari keluarga ningrat namun terlibat dalam perjuangan kemerdekaan.

Oleh karena itulah, Maria Ulfah sering diajak di dalam kegiatan-kegiatan politik.

Kegiatan Maria Ulfah ini lambat laun terendus juga oleh pemerintah yang berimbas kepada karir ayahnya yang dipensiunkan pada 1940.

Pada saat Sutan Syahrir membentuk kabinet kedua pada 12 Maret 1946, Maria Ulfah diangkat menjadi Menteri Sosial yang bertugas melaksanakan proyek repatriasi tawanan perang Jepang yang masih tinggal di daerah Republik Indonesia.

Setelah ibukota dipindahkan ke Yogyakarta maka seluruh anggota kabinet pun turut serta.

Ketegangan antara Indonesia dan Belanda yang semakin hebat mendorong Inggris untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

Duta istimewa Inggris di Asia Tenggara, Lord Killearn, pada 26 Agustus 1946 menyodorkan diri menjadi perantara dalam perundingan Indonesia-Belanda.

Peran Maria Ulfah adalah menjadikan Linggajati sebagai tempat perundingan dengan mengusulkannya kepada Sjahrir.

Disamping itu, Maria Ulfah bisa memberikan jaminan dari sisi keamanan.

Hal ini bisa dimengerti karena Residen Cirebon, Hamdani maupun Bupati Cirebon Makmun Sumadipraja, kebetulan berasal dari Partai Sosialis.Artinya mereka adalah dibawah wewenang Sjahrir.

Kemudian dilaksanakanlah Perundingan Linggajati yang draftnya ditandatangani pada 15 November 1946 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Tanpa disangka-sangka Belanda menyerang pusat Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, dengan menggempur lapangan terbang Maguo dan mendaratkan pasukan terjun payung.

Kejadian yang sungguh mengagetkan pihak Republik Indonesia, karena sebetulnya Belanda di hadapan komisi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menandatangani persetujuan untuk tidak melakukan Agresi ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jatuhnya Ibukota Yogyakarta ke tangan Belanda juga ditambah dengan kesediaan lain yang menimpa Maria Ulfah yaitu tewasnya sang suami, Santoso Wirodiharjo yang diberondong tembakan dari serdadu Belanda saat akan kembali pulang ke tempat kerjanya di Solo.

Saat itu Santoso menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Suatu rasa kehilangan besar bagi Maria Ulfah, di mana negerinya mengalami kejatuhan sekaligus pada waktu yang sama kehilangan sang suami.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Maria Ulfah tetap menjabat sebagai sekretaris kabinet.

Menurut Maria Ulfa pekerjaan sebagai sekretaris kabinet dianggap lebih berat daripada tugas sebagai menteri.

Sekalipun saat menjadi menteri Maria Ulfah cukup menghadiri rapat-rapat kabinet dan mengambil keputusan-keputusan. Namun sebagai Kepala Sekretariat Kabinet ia bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan-keputusan tersebut.

Maria Ulfah Santoso Menteri Perempuan Indonesia pertama dari Banten bersama Presiden Soekarno, Bung Hatta dan Haji Agus Salim saat berada di Bangka, 15 Januari 1949. Tangkapan layar kebudayaan.kemdikbud.go.id

Pada masa Kabinet Juanda tahun 1957, Maria Ulfa diberi tugas melakukan perjalanan ke Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk mempelajari sistem-sistem pemerintahan.

Hasil dari perjalanan ini adalah didirikannya Lembaga Administrasi Negara pada 5 Mei 1958.

Kepedulian Maria Ulfah terhadap masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya juga dibuktikan dengan mengadakan pendidikan untuk memberantas buta huruf.

Aktivitas Maria Ulfa tersebut juga tidak membuatnya melupakan tekad untuk memperbaiki kondisi hidup wanita Indonesia.

Hal ini terlihat dalam keterlibatannya di Kongres Perempuan Indonesia atau KPI pada 1935 di Jakarta.

Kongres ini memutuskan bahwa urusan wanita dalam hukum perkawinan Islam akan ditangani oleh biro konsultasi, di mana segala permasalahan yang menimpa wanita akan dibantu biro ini diurus sepenuhnya oleh Maria Ulfa.

Tugas Maria Ulfa di biro konsultasi adalah melayani permasalahan keluarga, Ia mengusulkan kepada pengadilan agama agar dapat mencantumkan hal-hal terkait.

Alasan apa saja yang dapat dipakai oleh seorang istri agar dapat meminta cerai.

Selanjutnya pada KPI ke-3 di Bandung pada 23 sampai 27 juli 1938 ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, keputusan lain pada kongres ini adalah gagasan menyusun undang-undang perkawinan untuk umat Islam.

Berdasarkan saran dari Maria Ulfa KPI yang merupakan gabungan organisasi-organisasi wanita yang mengadakan kongres ke-4 sebelum perang dan berakhir di Semarang pada 1941, namun terhenti kegiatannya setelah Jepang masuk ke Indonesia.

Pada tahun 1959 Maria Ulfah juga berjasa memperjuangkan kesempatan kaum wanita tergabung dalam Korp wanita Angkatan Darat atau KOWAD dengan cara menghadap Jenderal Ahmad Haris Nasution yang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.

Maria Ulfah menikah dengan Subadyo Sastro Satomo, seorang anggota Partai Sosialis Indonesia dan pernikahan ini bertahan hingga Maria Ulfa menghembuskan nafas terakhirnya pada 15 April 1988, beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca Juga: Kisah Heroik, Karismatik dan Religi Brigjen KH Syam’un, Representasi Perjuangan Rakyat Banten Untuk Indonesia

Itulah kisah Maria Ulfah, pahlawan wanita yangberasal dari Banten, yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia.***

Editor: Maksuni Husen

Sumber: YouTube Mang Dhepi

Tags

Terkini

Terpopuler