Gerindra Ungkap 10 Masalah Banten Selama 2020, Berikut Daftarnya

- 27 Desember 2020, 12:04 WIB
/

KABAR BANTEN - Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Banten mencatat terdapat sepuluh masalah yang dihadapi Pemprov Banten selama kurun waktu 2020.

Kesepuluh masalah tersebut mulai dari pandemi Covid-19 sampai dengan pinjaman daerah Pemprov Banten kepada PT SMI yang dinilai bisa memberatkan APBD Provinsi Banten.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Banten Agus Supriyatna mengatakan, pada usianya yang ke-20, Provinsi Banten dihadapkan pada persoalan cukup berat.

Baca Juga: Pengurus PMI Cilegon Berduka, Kurun Sepuluh Hari, Dua Pengurusnya Meninggal Dunia

Pada tahun anggaran 2020 Pemprov Banten ibarat mendayung di tengah hantaman badai Covid-19 sehingga tidak mampu mencapai tujuan.

“Memperhatikan perkembangan ancaman virus corona di Banten, dan melihat langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, baik menyangkut penanganan covid-19 maupun penanganan program-program pembangunan pada tahun anggaran 2020, Fraksi Partai Gerindra melihat sudah ada upaya yang dilakukan meskipun hasilnya belum optimal,” kata Agus, seperti dikutip dari dari refleksi akhir tahun Fraksi Partai Gerindra, Ahad 27 Desember 2020.

 Baca Juga: Regenerasi Pengurus, PKS Banten Gelar Muswil V secara Daring dan Luring

Hal ini dibuktikan dengan kondisi Banten pada akhir tahun 2020 yang masih dihadapkan beberapa persoalan. 

Pertama, penanganan Covid-19. Pemprov telah melakukan pergeseran anggaran OPD hingga mencapai Rp 1,1 triliun lebih. Akan tetapi, pada kenyataannya penyebaran Covid-19 masih berlanjut dan jumlah orang yang terinfeksi terus bertambah.

Kedua, angka kemiskinan meningkat. Hasil survey sosial ekonomi nasional Maret 2020 menunjukkan angka kemiskinan di Banten sebesar 5,92 persen atau mengalami peningkatan 0,98 persen dibanding periode September 2019 sebesar 4,94 persen.

 Baca Juga: Serunya Simulasi Training SC Nasional BPL HMI Pandeglang, Peserta Digembleng Sampai Pagi

“Apabila melihat pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami kontraksi, bisa jadi angka kemiskinan pada akhir tahun 2020 semakin bertambah,” kata Agus.

Ketiga, angka pengangguran makin bertambah. Pada Agustus 2020 angka pengangguran Banten bertambah 171 ribu orang akibat dampak pandemi. Sehingga total pengangguran di Banten sebanyak 661 ribu orang atau 10,64 persen.

 Baca Juga: 30 Juta Pelaku Pariwisata Terpuruk, Pemda Diajak Tancap Gas, Sandi: Kita Punya Vaksin CHSE

“Dari sisi prosentase dan peringkat, pengangguran di Banten pada tahun 2020 turun ke urutan kedua setelah DKI Jakarta, tapi secara jumlah meningkat dari 489,8 ribu pada Agustus 2019 menjadi 661 ribu pada Agustus 2020,” ucapnya.

Keempat, masalah dalam dunia pendidikan yang terdiri atas pembelajaran jarak jauh belum maksimal. 

Akibat Covid-19 proses pembelajaran juga menjadi terganggu. Pembelajaran jarak jauh pada akhirnya bertumpu pada lingkungan keluarga. 

Baca Juga: Cinta Sejenis di Wisma Atlet Diungkap, Gila! Pasien dan Perawat Berbuat Ini hingga Lepas APD

Sementara pada kenyataannya masih banyak keluarga yang belum bisa maksimal melakukan perannya dalam proses pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.

“Keluarga di pedesaan apalagi di Banten Selatan, masih dijumpai banyak menemui kendala, terutama ketersediaan fasilitas pembelajaran jarak jauh,” ucapnya.

Kemudian, masih berkaitan masalah dunia pendidikan juga terlihat kesenjangan link and match dunia pendidikan dengan pasar kerja. 

 Baca Juga: Hendak Naik Pesawat di Bandara Soetta, 82 Calon Penumpang Dicegah Terbang, Ini Penyebabnya

Sesuai data yang dirilis oleh BPS, lulusan dunia pendidikan di Banten belum siap bersaing memasuki dunia kerja. Faktanya pengangguran paling banyak malah disumbang oleh tamatan SMK sebanyak 18 persen, SMA 13 persen, SMP 11 persen, disusul lulusan diploma dan universitas.  

Masalah kelima gizi buruk masih tinggi. Pada tahun 2020 terjadi kenaikan angka penderita gizi buruk. Keenam, ancaman kesenjangan generasi. 

 Baca Juga: Hendak Naik Pesawat di Bandara Soetta, 82 Calon Penumpang Dicegah Terbang, Ini Penyebabnya

Melihat kenyataan yang terjadi pada tahun 2020 dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, maka Pemprov Banten bisa dianggap belum berhasil dalam pembangunan. Sebab salah satu tolok ukur penting dalam menilai keberhasilan pembangunan adalah IPM. Di dalamnya terdapat tiga komponen yang dinilai, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

“Lebih jauh lagi, apabila kualitas pendidikan melorot, tingginya penderita gizi buruk, dan kemiskinan terus meningkat, maka ancaman terjadi loss-generations (kesenjangan generasi) bisa menjadi kenyataan,” ucapnya.

 Baca Juga: Mendagri Keluarkan Surat Edaran, 4 Daerah di Banten Dilarang Mutasi hingga Seleksi Pejabat

Ketujuh, sektor agro kurang perhatian. Sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kurang mendapat perhatian serius, padahal sektor tersebut memiliki ketahanan terhadap dampak pandemi Covid-19.

Pemprov terkesan abai, anggaran yang berkaitan dengan pengembangan sector agro masih demikian minim.

“Yang lebih miris lagi keberadaan Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT) di Curugbarang Pandeglang tidak jelas fungsi dan perannya. Apalagi Pasar Agro di Jalan Raya Menes-Labuan, sangat memperihatinkan dan berubah fungsi menjadi pasar ban bekas," ujarnya.

 Baca Juga: Menolak Vaksinasi Covid-19, Apa Sanksinya?

"Jalan-jalan akses ke sentra-sentra produksi pertanian kondisinya memprihatinkan, padahal Provinsi bisa berperan melalui tugas pembantuan,” ucapnya, menambahkan.

Kedelapan, reformasi birokrasi tidak maksimal. Selain pembiaran terjadi kekosongan beberapa jabatan struktural, adanya rangkap jabatan di beberapa OPD, juga masih adanya dominasi pertimbangan politis ketimbang pertimbangan kapabilitas dan profesionalitas.

Sehingga sudah barang tentu berakibat pada efektifitas dan optimalisasi kinerja.

Kesembilan, penyelamatan Bank Banten lamban. Sengkarut Bank Banten dan langkah penyelamatan serta pembenahannya sangat lamban.

 Baca Juga: Gejala Aneh Covid-19 Merebak, Kulit Ruam hingga Bengkak, Pakar Ungkap Hal Mengejutkan

Lebih celakanya lagi, pemprov kurang intens berkomunikasi dan berkoordinasi dengan DPRD padahal sejak awal mendirikan Bank Banten, DPRD selalu terlibat karena aspek legalitas formal berupa perda mutlak harus mendapat persetujuan DPRD.

“Langkah penyelamatan dengan me-mergerkan Bank Banten dengan Bank BJB, gagal. Langkah terakhir yang diambil melalui skema penyertaan modal. Upaya ini pun sangat lamban. Sampai akhir tahun 2020, belum juga ada hasilnya,” ucapnya.

Kemudian masalah kesepuluh yaitu pinjaman daerah yang dinilai disa memberatkan APBD. Pinjaman dipastikan sangat membebani postur APBD tahun berikutnya, karena harus membayar cicilan hutang selama 10 tahun.

 Baca Juga: Belajar Tatap Muka Ditunda, Ketua DPRD Kota Serang Sayangkan Sikap Gubernur Banten

Karena penggunaan pinjaman harus benar-benar diperuntukkan bagi program-program kegiatan urgent dan prioritas, serta dilaksanakan secara efektif, efisien, tepat sasaran dan transparan.

“Demikian beberapa catatan akhir tahun 2020 Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Banten terhadap kinerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah daerah Provinsi Banten. Catatan-catatan tersebut bisa menjadi salah satu bahan renungan dan pertimbangan demi perbaikan kinerja ke depan,” tuturnya.***

Editor: Rifki Suharyadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah