Aktivis Desak Perda RZWP3K Dibatalkan, DPRD Banten Tepis Tudingan Tak Transparan

- 19 Januari 2021, 16:26 WIB
Ilustrasi Perda. Aktivis di Banten mendesak Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau Perda RZWP3K Banten dibatalkan.
Ilustrasi Perda. Aktivis di Banten mendesak Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau Perda RZWP3K Banten dibatalkan. /

KABAR BANTEN - Aktivis mendesak Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau Perda RZWP3K Banten dibatalkan.

Karena, pembahasan Rancangan Perda RZWP3K Banten tersebut dituding tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil Banten.

Koordinator Pena Masyarakat Banten, Mad Haer Effendi menilai, secara formil pembahasan Raperda RZWP3K Banten tidak transparan dan tanpa partisipasi aktif masyarakat yang akan terdampak. Padahal, partisipasi masyarakat dimaksud dinilai sangat penting.

"Karena masyarakatlah yang akan terdampak, khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Provinsi Banten," katanya melalui siaran pers yang diterima wartawan, Senin, 18 Januari 2021.

Pihaknya bersama elemen aktivis lain yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan atau Amuk Bahari Banten telah melayangkan kritik terhadap proses penyusunan Raperda hingga menjadi Perda RZWP3K Banten.

Baca Juga : Pemprov Banten Siapkan Bantuan Rp161 Miliar untuk Pondok Pesantren

Kritik tersebut dilayangkan karena proses penyusunannya yang belum sesuai dengan ketentuan peraturan penyusunan perundang-undangan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

"Kritik telah dilakukan dalam berbagai kesempatan sewaktu pihak Pemerintah Provinsi Banten melakukan pembahasan RZWP3K Banten. Salah satu kritik yang telah disampaikan adalah pada tanggal 27 Juli 2020," ucapnya.

Mengacu pada dokumen lama sewaktu masih dalam proses pembahasan Raperda RZWP3K Banten yang disusun pada tahun 2020, disebutkan sejumlah alokasi peruntukan ruang di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

"Alokasi peruntukan ruang terdiri dari proyek pariwisata, pelabuhan, pertambangan, industri, energi, konservasi, pipa bawah laut, dan kawasan strategis nasional. Dilihat dari alokasi peruntukan ruang, permukiman nelayan di Provinsi Banten tak memiliki tempat dalam draf raperda lama yang dikeluarkan tahun 2020. Dengan demikian, pada dasarnya raperda tersebut tidak berpihak terhadap masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional," ujarnya.

Baca Juga : Raperda RZWP3K Jangan Batasi Zona Tangkap Nelayan

Adapun peruntukan dan alokasi sebagaimana merujuk dalam Raperda RZWP3KZ terdiri atas zona pariwisata di 4 kabupaten, 1 kota, 15 kecamatan, dan 10 ruang alokasi. Zona pelabuhan 5 kabupaten, 1 kota, 25 kecamatan, dan 25 alokasi. Zona pertambangan di 3 kabupaten, 1 kota, 3 kecamatan dan 10 alokasi. Zona perikanan budidaya di 4 kabupaten, 1 kota, 16 kecamatan, dan 14 alokasi.

Kemudian, zona industri di 2 kabupaten, 3 kecamatan, dan 3 alokasi. Zona energi di 3 kabupaten, 4 kecamatan, dan 5 alokasi. Zona konservasi 3 kabupaten/kota, 7 kecamatan, dan 15 alokasi. Terakhir, zona strategis nasional tertentu 1 kabupaten/kota, 2 kecamatan, dan 3 alokasi.

Arah pembangunan laut di Banten dapat dilihat akan berorientasi pada pembangunan infrastruktur melalui Kawasan Strategis Nasional (KSN) sekaligus pembangunan ekstraktif-eksploitatif melalui proyek pertambangan.

"Belum lagi alokasi ruang untuk proyek reklamasi yang berada di 54 kawasan pesisir Banten. Proyek-proyek ini dipastikan akan menggusur ruang hidup masyarakat pesisir," ujarnya.

Baca Juga : Beli Paket Internet Lebih Menguntungkan dengan ShopeePay, Ikuti Langkah-Langkah Berikut Ini

Karena itu, kata dia, Amuk Bahari Banten tegas menolak Perda RZWP3K Banten. Karena jauh dari semangat perlindungan dan keberlanjutan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tidak ada pelibatan masyarakat nelayan yang sejatinya adalah pemangku kepentingan utama dalam menentukan nasib kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

"Alih-alih melindungi kepentingan nelayan, Perda RZWP3K ini hanya disusun untuk melayani kepentingan investasi reklamasi, tambang, pariwisata dan industri ekstraktif-eksploitatif lain yang semakin menggerus kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil," ujarnya.

"Untuk itu, RZWP3K Banten harus segera dibatalkan serta dilakukan evaluasi menyeluruh atas produk kebijakan yang melegitimasi perampasan dan perusakan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Banten," lanjutnya.

Baca Juga : Dosen Untirta dan Pakar Dihadirkan, BAKN DPR RI Bahas Energi, Terungkap!Subsidi Dinikmati Orang Kaya

Menanggapi tudingan tersebut, Anggota Pansus Perda RZWP3K Banten, Ida Rosida Lutfi membantah pembahasan Perda RZWP3K Banten tidak transparan dan tidak melibatkan unsur masyarakat.

Menurutnya, pembahasan sudah berjalan transparan dengan melibatkan berbagai elemen seperti kalangan nelayan.

"Jadwal kan sudah ada, bisa dilihat ke Sekwan (Sekretariat DPRD Banten). (Saat pembahasan) dibuka ruang seluas-luasnya kemarin itu," tuturnya.

Baca Juga : Perpres Nomor 33 Tahun 2020 Mulai Berlaku, Anggota Dewan ‘Tarik Rem’ Kunker Luar Daerah

Pansus bahkan telah turun langsung ke lapangan untuk mendengar pendapat dan memantau bagaimana peta yang ada.

"Inikan kalau waktu misalnya ada yang tidak datang, terus merasa tidak (sepakat) kan saya juga enggak tahu. Kan kitamah (pansus) ikuti semua pihak," katanya.

Pansus juga telah berkonsultasi dengan pemerintah pusat seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Karena itulah penetapan beberapa kali sempat tertunda.

"(Pansus) udah kemana-mana, berapa kali mau diparipurnakan enggak jadi kan. Baru kemarin itukan," ucapnya.

Menurutnya, Perda RZWP3K Banten merupakan aturan turun atas undang-undang yang telah disahkan oleh pusat. "Peraturan turunan aja," tuturnya.***

Editor: Kasiridho


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x