Jejak Sultan Abdul Mufakir, Raja Keempat Sebelum Sultan Ageng Tirtayasa, Sebelum Banten Runtuh Diadu Domba

- 23 Mei 2021, 18:20 WIB
Menara dan Mesjid Banten Lama Tempo Dulu
Menara dan Mesjid Banten Lama Tempo Dulu /biroumum.bantenprov.go.id

KABAR BANTEN - Sejarah Kesultanan Banten kembali mencuat, setelah salah satu sultan atau raja Banten, Sultan Abdul Mufakir diungkit eks petinggi Sunda Empire Ki Ageng Ranggasana atau Lord Rangga.

Dalam youtube Deddy Corbuzier, Lord Rangga menyebut bahwa Banten lah yang memerdekakan Amerika Serikat melalui sultannya waktu itu, Sultan Abdul Mufakir.

Nama Sultan Abdul Mufakir pun ramai diperbincangkan, hingga Banten trending di Twitter. Dalam catatan sejarah yang dikutip KabarBanten.com dari serangkab.go.id, sejarah Banten tidak lepas dari sejarah Kabupaten Serang, yang semula merupakan bagian dari wilayah Kerajaan atau Kesultanan Banten.

Baca Juga: Mengungkap Sultan Abdul Mufakir, Raja Banten yang Disebut Tokoh Memerdekakan Amerika Serikat, Ini Sejarahnya

Untuk diketahui, Kesultanan Bantenb berdiri pada Abad ke XVI dan pusat  pemerintahannya terletak di daerah Serang.

Sebelum abad ke XVI, kisah tentang Banten tidak banyak tercatat dalam sejarah. Konon katanya, pada mulanya Banten masih merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda.

Penguasa Banten pada saat itu adalah Prabu Pucuk Umum, Putera dari Prabu Sidaraja Pajajaran. Pusat pemerintahannya saat itu, berada di Banten Girang atau sekitar 3 Km di Selatan Kota Serang.

Pada abad ke - 6 , Islam mulai masuk ke Banten yang dibawa sunan Gunung Jati atau Syech Syarifudin Hidayatullah.

Sejak itu, agama Islam secara berangsur-angsur berkembang Agama hingga menaklukan pemerintahan Prabu Pucuk Umum pada tahun 1524-1525 M.

Kesultanan Islam di Banten pun berdiri, dengan sultan atau raja pertama  yakni Maulana Hasanuddin, tidak lain putera pertama  Sunan Gunung Jati atau dikenal dengan Syarif Hidayatullah.

Sultan Maulana Hasanuddin menjadi raja atau Sultan Banten pertama yang berkuasa kurang 18 tahun dari 1552-1570 M.

Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan Banten lama atau Banten lor, yang terletak  sekitar 10 Km di sebelah Utara Kota Serang.

Sultan Maulana Hasanuddin Kemudian wafat pada tahun 1570. Posisinya, digantikan  puteranya yang bernama Maulana Yusuf sebagai Sultan Banten kedua yang berkuasa dari tahun 1570-1580 M.

Baca Juga: Inilah Silsilah Sultan Abdul Mufakir, Raja Banten yang Viral Disebut Memerdekakan Amerika Serikat

Pergantian kursi raja atau sultan terus berlanjut, sampai dengan terakhir sultan yang ke-21 yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang berkuasa pada Tahun 1809 sampai dengan 1816.

Periode Kesultanan atau Kerajaan Islam di Banten berjalan selama kurun waktu sekitar 264 Tahun yaitu dari tahun 1552 - 1816. Pada zaman kesultanan ini, banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, di antaranya pada akhir abad ke XVI sekitar Juni 1596.

Di sinilah orang-orang Belanda datang untuk pertama kalinya, yang mendarat di Pelabuhan Banten di bawah pimpinan Cornelis De Houtman.

Datang ke Banten dengan maksud untuk berdagang, namun sikap orang-orang Belanda yang congkak membuat pemerintah dan rakyat Banten tidak simpati.

Ketegangan diantara masyarakat Banten dengan orang-orang Belanda pun akhirnya tak terhindarkan.Pada saat tersebut, sultan yang bertahta di Banten adalah Sultan ke - 4  yaitu Sultan Abdul Mufakir. Hanya saja, waktu itu Sultan Abdul Mufakir belum dewasa bahkan masih bayi.

Sehingga, yang bertindak sebagai walinya adalah Mangkubumi Jayanegara. Hampir 8 tahun berkuasa sebagai wali Sultan Abdul Mufakir, Mangkubumi Jayanegara wafat pada tahun 1602.

Posisinya kemudian diganti oleh saudaranya yaitu Yudha Nagara. Pada tahun 1608, Pangeran Ramananggala diangkat sebagai Patih Mangkubumi.

Setelah dewasa, Sultan Abdul Mufakir berkuasa penuh mulai tahun 1624. Sang raja, menunjuk Ramanggala sebagai patih dan penasehat utamanya.

Dari Sultan abdul Mufakir, kekuasaan beralih kepada Sultan Abdul Fatah sebagai sultan ke-5 dan diteruskan cucunya sebagai sultan Banten ke-6 yang terkenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa.

 Baca Juga: Sultan Abdul Mufakir Masih Hidup, Meninggal Hanya Namanya, Netizen Bangga Memiliki Darah Sunda Banten

Di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tritayasa yang memegang tampuk pemerintahan dari tahun 1651 sampai dengan 1680 atau sekitar 30 tahun).

Di massa inilah Kesulatanan Banten berada di puncka kejayaan. Pada masa pemerintahannya Bidang  Politik, Perekonomian, Perdagangan, Pelayaran maupun Kebudayaan berkembang maju dengan pesat. Demikian pula kegigihan dalam menetang kompeni Belanda.

Pada waktu berkuasanya Sultan Ageng Tirtayasan ini, sering terjadi bentrokan dan peperangan dengan para kompeni Belanda yang pada waktu itu telah berkuasa di Jakarta.

Dengan cara politik dau domba atau dikenal dengan Devide Et Impera, dilakukan antara Sultan Ageng Tirtayasa yang anti Kompeni dengan puteranya Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) yang pro Kompeni Belanda.

Dalam massa ini, kejayaan Kesultanan Banten mulai luntur. BElanda berhasil mengadu domba Sultan AGeng Tirtaysa dan puteranya SultanHaji, yang berujung pada lumpuhnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.

 Baca Juga: Nama Banten Tiba-tiba Trending di Twitter, Banyak Warganet Tak Menduga

Dibuat tak berdaya, Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya menyingkir ke pedalaman. Namun oleh Sultan Haji, Sultan Ageng Tirtayasa masuk dalam bujukan dan rayuan hingga akhirnya ditangkap dan kemudian dipenjarakan di Batavia, hingga wafat pada tahun 1692.

Sejak wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten bergerak mundur atau makin suram. Sebba, para Sultan berikutnya sudah mulai terpengaruh oleh kompeni Belanda, sehingga pemerintahannya mulai labil dan lemah.

Pada Tahun 1816 Kompeni Belanda dibawah pimpinan Gubernur Vander Ca pellen datang ke Banten dan mengambil alih kekuasaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin. Belanda membagi wilayah menjadi tiga bagian/negeri yaitu Serang, Lebak dan Caringin dengan kepala negerinya disebut Regent (bupati).

Baca Juga: Nasihati Deddy Corbuzier Soal Banten dari Lord Rangga, Gus Miftah : Semoga Muridku Kembali ke Jalan Benarupati).

Sebagai bupati pertama untuk Serang, diangkat Pangeran Aria Adi Santika dengan pusat pemerintahannya tetap bertempat di keraton Kaibon.***

Editor: Yadi Jayasantika

Sumber: Serangkab.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah